UTILITARISME JEREMY BENTHAM DALAM PANDANGAN ISLAM
MAKALAH UTILITARISME
JEREMY BENTHAM DALAM PANDANGAN ISLAM
Dosen
Pembimbing : Drs. Amir Mahrudin, M.Pd.I
Disusun
oleh : Wandi Budiman : F.1010297
KEPENDIDIKAN
AGAMA ISLAM FAKULTAS STUDI ISLAM UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR 2011
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kata
falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari
bahasa Arab فلسفة,
yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini,
kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia =
persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan").
Filsafat
adalah berfikir secara mendalam tentang hakikat segala sesuatu yang ada maupun
yang mungkin ada tanpa ada paksaan dari pihak manapun dan apapun. Adapun
seseorang yang mendalami atau akhli dalam filsafat suka disebut filosof, di
dalam filsafat Islam disebut akhli hikmah atau mutakalimin. Sehingga arti
harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.menggerakan dunia
Salah
satu filosof yang menggerakan dunia menurut Diane Collinson dalam bukunya 50
filosof yang menggerakan dunia adalah Jeremy Bentham.
B.
Rumusan Masalah
Dalam
makalah filsafat islam dan umum; sistematika filsafat ini, penyusun membuat
rumusan masalah sebagai barikut:
-
Bagaimana Sejarah Kehidupan Jeremy Bentham
- Apa
Pemikiran Jeremy Bentham dalam hal Filsafat
-
Bagaimana Pemikiran Jeremy Bentham menurut perspektif islam
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagi berikut:
1.
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah filsafat umum dan islam.
2.
Untuk memperdalam wawasan keilmuan mengenai Filosof Terutama disini Filosof Jeremy
Bentham.
BAB II PEMBAHASAN
A.
Biografi Jeremy Bentham
Jeremy
Bentham lahir Houndsditch, London 15 February, 1748.dan belajar di westinster
school dan queen’s college, oxford. Pada tahun 1763, ketika ia berusia 15
tahun, ia masuk lincoln’s Inn dan terpangg il menjadi pengacara pada 1768. Tiga
tahun kemudian ia menerbitkan karya tanpa nama pengarang fragment on
government. Pengujian kritis terhadap buku blackstone, Commentaries on the Law
of England. Ia mengunjungi saudaranya di rusia dari tahun 1785 sampai 1788 dan
menerbitkan introduction to the principles of moral and regislation pada waktui
kepulangannya, setelah menghabiskan waktu lama untuk menuliskannya di daerah
terpencil di Rusia.
Setelah
itu jangkauan minat dan aktivitasnya bertambah dengan cepat. Pristiwa-pristiwa
revolusi di prancis menyerap banyak perhatiannya dan ia menjadi banyak terlibat
dalam banyak sekali aktivitas-aktivitas sosial dan politik. Ia merancang model
penajara, yang dikenal dengan palopticon, dan bekerja bertahun-tahun untuk mendapatkan
pengkuan dan realisasi, namun tanpa mendapatkan kesuksesan. Sementara reputasi
hukumnya menjadi mapan di benua eropa melalui karya seorang prancis, Dumont,
yang menyusun dan mengedit banyak dari makalahnya dalam traits de legislation
civile et penale.
Selama
bertahun-tahun bentham mempersiapkan sebuah karya besar, Constitutional
Code.dan menulis banyak pamphlet mendukung reformasi hukum dan mengkritik
legislasi yang buruk. Ia meninggal pada tanggal 6 juni 1832. Setelah
kematiannya, teman-teman dekat serta pengikutnya, yang menghadiri pembedahan
seremonial dari tubuhnya di webb street, membentuk iringan ke persa bentham
dalam house of commons.
Pada
tahun 1791, Bentham membuat usulan "aneh" yakni sebuah desain gedung
penjara yang diberi nama Panopticon yang berarti "melihat semuanya".
Panopticon terdiri dari sel-sel yang disusun secara melingkar dengan pintu sel
menghadap ke dalam inti lingkaran tersebut. Dinding antarsel dibuat tebal agar
komunikasi antarpenghuni sel tidak terjadi. Di bagian belakang sel dipasang
jendela kecil agar cahaya dapat masuk menerangi isi sel. Di pusat lingkaran
sel-sel tersebut dibangun sebuah menara pengawas dengan jendela penutup. Dengan
konfigurasi seperti ini, si penjaga dapat melihat semua penghuni sel sementara
penghuni sel tidak dapat melihat si penjaga. Saat meninggal di London, 6 Juni
1832, Bentham meninggalkan puluhan ribu halaman—beberapa diantaranya hanya
berupa sketsa, yang sedang digagasnya untuk diterbitkan. Dia juga meninggalkan
rumah besar, yang digunakan untuk membiayai Newly University College, London.
B.
Keunikan Bentham
Bentham
punya kebiasaan unik dalam hal penerbitan. Sebelum satu tulisan selesai, ia
sering memulai tulisan lain dan meninggalkan tulisan pertama yang akhirnya tak
kunjung purna. Kalaupun ia menyelesaikannya, ia tidak melakukan apa-apa untuk
menerbitkannya. Berkat campur tangan sahabat-sahabatnya, tulisan Bentham
kemudian diterbitkan dan banyak di antaranya setelah ia wafat.
Bahkan
yang membuat namanya semakin terkenal justru sebuah terjemahan ke dalam bahasa
Perancis yang diterbitkan di Paris pada 1802, pada saat ia telah 10 tahun
menjadi warga negara republik Prancis yang baru. Bentham jenis orang yang
berkembang belakangan. Tidak seperti kebanyakan orang, ia justru menjadi
semakin radikal ketika semakin tua.
C.
Kerangka Filsafat Jeremy Bentham
C.1.
Landasan Filsafat Bentham
Bertrand
Russell mengatakan bahwa Bentham mendasarkan filsafatnya pada dua prinsip,
yaitu prinsip asosiasi (association prinsiple) dan prinsip kebahagiaan-terbesar
(greatest-happiness principle). Prinsip asosiasi yang dimaksudkan Russell
adalah asosiasi antara ide dan bahasa, asosiasi antara ide dan ide. Prinsip ini
lebih dekat dengan pemeriksaan terhadap mental individu (faktor psikologi –
dari penulis). Dengan prinsip ini, tujuannya adalah untuk melaporkan kejadian
mental secara deterministik. Lebih lanjut Russell menjelaskan bahwa perlunya
determinisme dalam psikologi (sebagai prinsip pertama filsafat Bentham adalah
dalam rangka menegakkan suatu peraturan hukum. Sementara perlunya prinsip kedua
adalah untuk mendefenisikan “kebajikan”.
Semangat
individualisme yang melandasi filsafat hukum tidak terlepas dari pengaruh
pandangan antroposentris yang menguasai pandangan masyarakat barat pasca era
renaissance pada abad ke- 16 ketika terjadi peristiwa humanisme reformasi pada
tahun 1517. Manusia merupakan pusat alam semesta yang menjadi sumber perhatian
dalam melihat dan mengkaji apapun. Penghormatan terhadap nilai-nilai individu
sangat di-tuhan-kan. Sampai saat ini, individualisme masih menjadi bagian tidak
terpisah dari budaya dan kerangka berfikir masyarakat barat dalam melihat
berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum.
Secara
umum aliran Utilitarianisme menghendaki bahwa kebahagiaan selayaknya dapat
dirasakan oleh setiap individu. Tetapi jika tidak tercapai, diupayakan agar
kebahagiaan itu dinikmati oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat
tersebut. Memberikan kebahagiaan bagi individu merupakan prioritas utama yang
mesti diwujudkan. Bentham menginginkan agar hukum pertama-tama dapat memberikan
jaminan kebahagiaan kepada individu-individu, bukan langsung kepada masyarakat
secara keseluruhan.
Utilitarian
yang menjadi landasan pokok filsafat hukum Bentham merupakan pengejawantahan
dari apa yang dibaca Bentham dari ajaran Hume. Ia menolak pandangan hukum
kodrat yang begitu yakin akan nilai-nilai subyektif dibalik hukum yang harus
dicapai. Ia sangat percaya bahwa hukum harus dibuat secara utilitarianistik,
melihat gunanya dengan patokan-patokan yang didasarkan pada keuntungan,
kesenangan dan kepuasan manusia.
D.
Pokok – Pokok Ajaran Bentham
Bentham
mengatakan bahwa yang baik adalah kesenangan atau kebahagiaan, yang buruk
adalah penderitaan atau kesengsaraan. Oleh karena itu, suatu keadaan, jika
mencakup kesenangan lebih besar daripada kesenangan, adalah lebih baik dari
penderitaan, penderitaan yang lebih kecil daripada kesenangan, adalah lebih
baik dari keadaan lainnya. Kebaikan adalah kebahagiaan, kejahatan adalah
kesusahan. Ada keterkaitan yang erat antara kebaikan dan kejahatan dengan
kebahagiaan dan kesusahan. Diantara semua keadaaan yang mungkin itu, yang
terbaik adalah yang mencakup kesenangan yang lebih besar dari penderitaan.
Kebaikan
atau kebahagiaan di satu ranah, berdiri secara vis a vis dengan kejahatan dan
kesusahan yang berada di ranah lain. Keduanya selalu dalam kondisi yang saling
tarik-menarik. Yang satu jelas tidak akan pernah menghabisi yang lain, karena
kedua-duanya mesti dan pasti selalu ada. Keadaan yang mungkin adalah yang satu
akan mendominasi atau mengalahkan yang lain dari sisi pengaruhnya terhadap
kehidupan manusia. Kondisi yang diinginkan dan diharapkan adalah bagaimana
kejahatan dan kesusahan selalu dikalahkan atau lebih kecil dibandingkan
kebaikan dan kebahagiaan bagi setiap individu dalam masyarakat.
Untuk
menciptakan kondisi dimana kebahagiaan itu selalu lebih besar daripada
kesengsaraan, maka menurut Bentham disinilah peranan hukum. Tugas hukum adalah
memelihara kebaikan dan mencegah kejahatan. Tegasnya, memelihara kegunaan.
Bagaimana hukum menjadi alat untuk menciptakan kondisi dimana kebahagiaan jauh
lebih mewarnai kehidupan sebanyak mungkin individu dalam masyarakat
dibandingkan kesengsaraan. Selain itu, bagi Bentham, hukum juga mesti berperan
sebagai penjaga keseimbangan dari berbagai macam kepentingan (balance of
intersts). Dalam konteks inilah sebenarnya Bentham menganggap hukum itu harus
memberikan manfaat (utility) kepada manusia. Baik buruk atau adil tidaknya
suatu hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada
manusia atau tidak.
Kesenangan
individu atau asas manfaat bagi individu merupakan hal pokok yang terlebih
dahulu harus diwujudkan hukum. Sementara masyarakat baginya hanyalah lembaga
fiktif yang terdiri dari individu-individu yang menjadi anggotanya. Oleh karena
itu, kepentingan masyarakat tidak lebih dari jumlah kepentingan beberapa orang
yang membentuknya. Namun formulasi utilitarian mengenai kebahagiaan tertinggi
bagi sebagian besar orang mengimplikasikan bahwa sudah menjadi kewajiban
individu untuk memberikan kesenangan pada orang lain sebagaimana ia mencari
kesenangan tersebut bagi dirinya sendiri.
Apa
yang terkandung dalam ajarannya ini memperlihatkan bahwa utilitarian sebenarnya
adalah sebuah doktrin yang egois. Namun sebenarnya Betham juga tidak menyangkal
bahwa disamping kepentingan individu, ada kepentingan masyarakat yang juga
mesti diperhatikan. Oleh sebab itulah, usaha individu untuk mengejar
kebahagiaan harus dibatasi. Agar kepentingan individu dengan kepentingan
masyarakat bisa diselaraskan, maka dibutuhkan “simpati”.
Bentham
meyakini bahwa dengan adanya “simpati”, jika setiap orang mementingkan dirinya
sendiri, maka kebahagiaan umum dengan sendirinya akan terwujud. Dalam
penyelarasan kepentingan individu dengan masyarakat tersebut, titik berat
perhatian mesti tetap pada individu. Sebab, apabila setiap individu telah
memperoleh kebahagiaannya, dengan sendirinya kebahagiaan masyarakat akan daapt
diwujudkan secara simultan.
E.
Karya-karya Jeremy Bentham
Tulisan-tulisan
Bentham antara lain berjudul:
(1) An
Introduction to the Principles of Moral and Legislation (1789), ed. J.H. Burns
dan H.L.A. Hart (Methuen, Lonsdon, 1982)
(2)
Theory of Legislation, Principles of the Civil Code
(3) A
Fragment on Government (1776), ed. F.C. Montaque (Greenwood Press, London,
2980)
(4)
Constitutional Code (volume I dan II)
(5) The
Rationale of Judicial Evidence
(6) Of
Laws in General.
F.
Analisis Filsafat Jeremi Bentham
F.1.
Kritik Atas Filsafat Bentham
Banyak
kelemahan bawaan doktrin utilitarianisme yang diajarkan Bentham. Sekalipun ini
merupakan ajarannya yang menginspirasi banyak orang tentang tujuan hukum dan
keadilan, namun beberapa point ajaran Bentham mestilah tetap dikritisi.
Pertama, berkenaan dengan bagaimana ia menjelaskan dan mendudukkan hubungan
antara individu dengan masyarakat. Ia menekankan bahwa hukum mestilah ditujukan
untuk mendatangkan manfaat kepada individu, sehingga individu tersebut akan
memperoleh kesenangan dan kebahagian. Lalu, kesenangan dan kebahagian individu
tersebut akan menciptakan kebahagiaan dan kesenangan umum secara bersamaan atau
menciptakan kebahagiaan dengan sendirinya.
Ini
jelas sebuah doktrin yang tidak begitu bijak dan tidak mungkin diterapkan.
Sebab tidak jelas batasan sampai dimana kepentingan individu dan sampai dimana
pula batas kepentingan masyarakat. Kapan individu mesti membatasi
kepentingannya dan kapan pula ia mesti melebur dalam kepentingan bersama. Jika
hukum merupakan alat untuk mendatangkan manfaat atau kebahagian yang setinggi-tingginya
bagi individu, maka yang akan terjadi adalah “persaingan bebas” yang tidak
menguntungkan bagi semua orang.
Tetapi
hanya akan menguntungkan individu-individu tertentu yang hanya beberapa orang
saja. Persaingan bebas ala Darwinian, dimana mereka-mereka yang belum beruntung
jangan berharap akan dapat memperbaiki nasib mereka. Dengan demikian, masih
mungkinkah kebahagian umum akan tercipta, sementara individu mustahil
diharapkan akan “bersimpati” dalam sebuah persaingan bebas?
Selain
itu, kalaulah setiap orang pada kenyataannya dan secara tak terelakkan memburu
kesenangan sendiri, tidak ada gunanya mengatakan ia seharusnya melakukan
seharusnya, seperti bersimpati.
E.2.
Konsep Kebahagiaan dalam Pandangan Islam
Islam
menyatakan bahwa "Kesejahteraan' dan "kebahagiaan" itu bukan
merujuk kepada sifat badani dan jasmani insan, bukan kepada diri hayawani sifat
basyari; dan bukan pula dia suatu keadaan hayali insan yang hanva dapat
dinikmati dalam alam fikiran belaka.
Keselahteraan
dan kebahagiaan itu merujuk kepada keyakinan diri akan hakikat terakhir yang
mutlak yang dicari-cari itu — yakni: keyakinan akan Hak Ta'ala — dan penuaian
amalan yang dikerjakan oleh diri berdasarkan keyakinan itu dan menuruti titah
batinnya.
Jadi,
kebahagiaan adalah kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan
berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu. Bilal bin Rabah merasa bahagia
dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi disiksa. Imam Abu
Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk
setiap hari, karena menolak diangkat menjadi hakim negara. Para sahabat nabi,
rela meninggalkan kampung halamannya demi mempertahankan iman. Mereka bahagia.
Hidup dengan keyakinan dan menjalankan keyakinan.
Dalam Al-Quran
Allah Telah memberikan petunjuk kepada manusia dalam meraih kebahagiaan, yaitu
tidak hanya berorientasi kepada keduniaan saja atau kepada akhirat saja
melainkan keduaduanya.
وَابْتَغِ فِيمَا
آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ
إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (٧٧)
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan”.(Al- Qhoshos :77 )
Menurut
al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai
ma'rifatullah", telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya, al-Ghazali
menyatakan: "Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu bila kita rasakan
nikmat, kesenangan dan kelezatannya mara rasa itu ialah menurut perasaan
masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan
telinga mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang lain dan
tubuh manusia.
Ada pun
kelezatan hati ialah ma'rifat kepada Allah, karena hati dijadikan tidak lain
untuk mengingat Tuhan. Seorang rakyat jelata akan sangat gembira kalau dia
dapat herkenalan dengan seorang pajabat tinggi atau menteri; kegembiraan itu
naik berlipat-ganda kalau dia dapat berkenalan yang lebih tinggi lagi misalnya
raja atau presiden.
Maka
tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam
kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan oleh manusia, sebab tidak
ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. Dan oleh sebab itu tidak ada
ma'rifat yang lebih lezat daripada ma'rifatullah. Ma'rifalullah adalah buah
dari ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan. bahwa tiada
Tuhan selain Allah" (Laa ilaaha illallah). Untuk itulah, untuk dapat
meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah. Caranya, dengan
mengenal ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyah maupun ayat qauliyah.
Manusia-manusia
yang berilmu seperti inilah yang hidupnya hahagia dalam keimanan dan keyakinan:
yang hidupnya tidak terombang-ambing oleh keadaan. Dalam kondisi apa pun
hidupnya bahagia, karena dia mengenal Allah, ridha dengan keputusanNya dan
berusaha menyelaraskan hidupnya dengan segala macam peraturan Allah yang
diturunkan melalui utusan-Nya.
Karena
itu kita paham, betapa berbahayanya paham relativisme kebenaran yang ditaburkan
oleh kaum liberal. Sebab, paham ini menggerus keyakinan seseorang akan
kebenaran. Keyakinan dan iman adalah harta yang sangat mahal dalam hidup.
Dengan keyakinan itulah, kata Igbal, seorang Ibrahim a.s. rela menceburkan
dirinya ke dalam api. Penyair besar Pakistan ini lalu bertutur hilangnya
keyakinan dalam diri seseorang. lebih buruk dari suatu perbudakan.
Sebagai
orang Muslim, kita tentu mendambakan hidup bahagia semacarn itu; hidup dalam
keyakinan: mulai dengan mengenal Allah dan ridha, menerima
keputusan-keputusan-Nva, serta ikhlas menjalankan aturan-aturan-Nya. Kita
mendambakan diri kita merasa bahagia dalam menjalankan shalat, kita bahagia
menunaikan zakat, kita bahagia bersedekah, kita bahagia menolong orang lain,
dan kita pun bahagia menjalankan tugas amar ma'ruf nahi munkar.
وَمِنْهُمْ مَنْ
يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (٢٠١)
“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa:
"ya tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka"*. (Al-Baqarah :201)*Inilah doa yang
sebaik-baiknya bagi seorang Muslim.
PENUTUP
Kesimpulan
bahwa kebahagian umum akan terwujud dengan sendirinya apabila kebahagiaan
individu sudah tercapai merupakan sebuah kekeliruan Bentham dalam menyusun dan
menyimpulkan premis-premis filsafat utilitariannya. Bentham bahkan tidak
memberikan penjelasan yang rinci dan jelas tentang bagaimana ia menempatkan
individu dalam masyarakat dalam filsafatnya. Inilah persoalan utama dalam
ajaran utilitatianisme. Mudah-mudahan. Allah mengaruniai kita ilmu yang
mengantarkan kita pada sebuah keyakinan dan kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat.
Amin. Islam menyatakan bahwa "Kesejahteraan' dan "kebahagiaan"
itu bukan merujuk kepada sifat badani dan jasmani insan, bukan kepada diri
hayawani sifat basyari; dan bukan pula dia suatu keadaan hayali insan yang
hanva dapat dinikmati dalam alam fikiran belaka.
DAFTAR
PUSTAKA
Tafsir,
Ahmad. 2009. Filsafat Umum akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Collinson,
Diane. 2001. Lima Puluh Filosof Dunia yang Menggerakan. Jakarta: PT.
RajaGrapindo Persada
Kattsoff
, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat. Terjemahan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Al
Ahwani, Ahmad Fuad. 2008. Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus
Magnis,
Frans Fron. 1985. Etika Umum – Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral.Jakarta:
Penerbit Kanisusu
Category: Makalah
0 komentar