ABU HURAIRAH
Tokoh
kita ini biasa berpuasa sunah tiga hari setiap awal bulan Qamariah (bulan Arab
dalam penanggalan Hijri), mengisi malam harinya dengan membaca Al-Quran dan
salat tahajud. Akrab dengan kemiskinan, dia sering mengikatkan batu ke
perutnya, guna menahan lapar. Dalam sejarah ia dikenal paling banyak
meriwayatkan hadis. Dialah Bapak Kucing Kecil (Abu Hurairah), begitu orang
mengenalnya.
Kenapa
ia dikenal sebagai “Bapak Kucing”? Di waktu jahiliyah namanya dulu Abdu Syamsi
ibn Shakhr Ad-Dausi, dan tatkala ia memeluk Islam, ia diberi nama oleh Rasul
dengan Abdurrahman. Ia sangat penyayang kepada binatang dan mempunyai seekor
kucing, yang selalu diberinya makan, digendongnya, dibersihkannya dan diberinya
tempat. Kucing itu selalu menyertainya seolah-olah bayang bayangnya. Inilah
sebabnya ia diberi gelar “Bapak Kucing”.
Penghafal
Hadits Terbesar Sepanjang Masa
Kadangkala
kepintaran manusia itu mempunyai akibat yang merugikan dirinya sendiri. Dan
orang-orang yang mempunyai bakat-bakat istimewa, banyak yang harus membayar
mahal, justru pada waktu ia patut menerima ganjaran dan penghargaan.
Shahabat
mulia Abu Hurairah termasuk salah seorang dari mereka. Sungguh dia mempunyai
bakat luar biasa dalam kemampuan dan kekuatan ingatan. Abu Hurairah r.a.
mempunyai kelebihan dalam seni menangkap apa yang didengarnya, sedang
ingatannya mempunyai keistimewaan dalam segi menghafal dan menyimpan.
Didengarya, ditampungnya lalu terpatri dalam ingatannya hingga dihafalkannya,
hampir tak pemah ia melupakan satu kata atau satu huruf pun dari apa yang telah
didengarnya, sekalipun usia bertambah dan masa pun telah berganti-ganti. Oleh
karena itulah, ia telah mewakafkan hidupnya untuk lebih banyak mendampingi
Rasulullah sehingga termasuk yang terbanyak menerima dan menghafal Hadits,
serta meriwayatkannya.
Sewaktu
datang masa pemalsu-pemalsu hadits yang dengan sengaja membikin hadits-hadits
bohong dan palsu, seolah-olah berasal dari Rasulullah saw mereka memperalat
nama Abu Hurairah dan menyalahgunakan ketenarannya dalam meriwayatkan Hadits
dari Nabi saw , hingga sering mereka mengeluarkan sebuah “hadits”, dengan
menggunakan kata-kata: — “Berkata Abu Hurairah… “
Dengan
perbuatan ini hampir-hampir mereka menyebabkan ketenaran Abu Hurairah dan
kedudukannya selaku penyampai Hadits dari Nabi saw menjadi lamunan
keragu-raguan dan tanda tanya, kalaulah tidak ada usaha dengan susah payah dan
ketekunan yang luar biasa, serta banyak waktu yang telah di habiskan oleh
tokoh-tokoh utama para ulama Hadits yang telah membaktikan hidup mereka untuk
berhidmat kepada Hadits Nabi dan menyingkirkan setiap tambahan yang dimasukkan
ke dalamnya.
Di
sana Abu Hurairah berhasil lolos dari jaringan kepalsuan dan penambahan-penambahan
yang sengaja hendak diselundupkan oleh kaum perusak ke dalam Islam, dengan
mengkambing hitamkan Abu Hurairah dan membebankan dosa dan kejahatan mereka
kepadanya.
Setiap
anda mendengar muballigh atau penceramah atau khatib Jum’at mengatakan kalimat
yang mengesankan dari Abu Hurairah r.a berkata ia, telah bersabda Rasulullah
saw..” Saya katakan ketika anda mendengar nama ini dalam rangkaian kata
tersebut, dan ketika anda banyak menjumpainya, yah banyak sekali dalam
kitab-kitab Hadits, sirah, fiqih serta kitab-kitab Agama pada umumnya, maka
diketahuilah bahwa anda sedang menemui suatu pribadi, antara sekian banyak
pribadi yang paling gemar bergaul dengan Rasulullah dan mendengarkan sabdanya.
Karena itulah perbendaharaannya yang menakjubkan dalam hal Hadits dan
pengarahan-pengarahan penuh hikmat yang dihafalkannya dari Nabi saw jarang
diperoleh bandingannya.
Dan
dengan bakat pemberian Tuhan yang dipunyainya beserta perbendaharaan Hadits
tersebut, Abu Hurairah merupakan salah seorang paling mampu membawa anda ke
hari-hari kehidupan Rasulullah saw beserta para sahabatnya dan membawa anda
berkeliling, asal anda beriman teguh dan berjiwa siaga, mengitari pelosok dan
berbagai ufuk yang membuktikan kehebatan Muhammad saw beserta
shahabat-shahabatnya itu dan memberikan makna kepada kehidupan ini dan
memimpinnya ke arah kesadaran dan pikiran sehat. Dan bila garis-garis yang anda
hadapi ini telah menggerakkan kerinduan anda untuk mengetahui lebih dalam
tentang Abu Hurairah dan mendengarkan beritanya, maka silakan anda memenuhi
keinginan anda tersebut.
Ia
adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam, dengan segala
perubahan mengagumkan yang diciptakannya. Dari orang upahan menjadi induk
semang atau majikan. Dari seorang yang terlunta-lunta di tengah-tengah lautan
manusia, menjadi imam dan ikutan! Dan dari seorang yang sujud di hadapan
batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada Allah yang Maha Esa
lagi Maha Perkasa. Inilah dia sekarang bercerita dan berkata: “Aku dibesarkan
dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan miskin. Aku menerima upah
sebagai pembantu pada Busrah binti Ghazwan demi untuk mengisi perutku! Akulah
yang melayani keluarga itu bila mereka sedang menetap dan menuntun binatang
tunggangannya bila sedang bepergian. Sekarang inilah aku, Allah telah
menikahkanku dengan putri Busrah, maka segala puji bagi Allah yang telah
menjadikan Agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah ikutan ummat.!”
Islamnya
Abu Hurairah
Dibanding
Nabi, umurnya lebih muda sekitar 30 tahun. Dia lahir di Daus, sebuah desa
miskin di padang pasir Yaman. Hidup di tengah kabilah Azad, ia sudah yatim
sejak kecil, yang membantu ibunya menjadi penggembala kambing.
Ia
datang kepada Nabi saw di tahun yang ke tujuh Hijrah sewaktu beliau berada di
Khaibar ia memeluk Islam karena dorongan kecintaan dan kerinduan. Dan semenjak
ia bertemu dengan Nabi Saw; dan berbai’at kepadanya, hampir-hampir ia tidak
berpisah lagi daripadanya kecuali pada saat-saat waktu tidur . Begitulah
berjalan selama masa empat tahun yang dilaluinya bersama Rasulullah saw yakni
sejak ia masuk islam sampai wafatnya Nabi, pergi ke sisi Yang Maha Tinggi. Kita
katakan: “Waktu yang empat tahun itu tak ubahnya bagai suatu usia manusia yang
panjang lebar, penuh dengan segala yang baik, dari perkataan, sampai kepada
perbuatan dan pendengaran!’
Dengan
fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat kesempatan yang besar yang
memungkinkannya untuk memainkan peranan penting dalam berbakti kepada Agama
Allah. Pahlawan perang dikalangan shahabat, banyak. Ahli fiqih, juru da’wah dan
para guru juga tidak sedikit. Tetapi lingkungan dan masyarakat memerlukan
tulisan dan penulis. Di masa itu golongan manusia pada umumnya,jadi bukan hanya
terbatas pada bangsa Arab saja, tidak mementingkan tulis menulis. Dan tulis
menulis itu belum Lagi merupakan bukti kemajuan di masyarakat manapun.
Bahkan
Eropa sendiri juga demikian keadaannya sejak kurun waktu yang belum lama ini.
Kebanyakan dari raja-rajnya, tidak terkecuali Charlemagne sebagai tokoh
utamanya, adalah orang-orang yang buta huruf, tak tahu tulis baca, padahal
menurut ukuran masa itu, mereka memiIiki kecerdasan dan kemampuan besar.
Kembali
kita pada pembicaraan bermula untuk melihat Abu Hurairah, bagaimana ia dengan
fitrahnya dapat menyelami kebutuhan masyarakat baru yang dibangun oleh Islam,
yaitu kebutuhan akan orang-orang yang dapat melihat dan memelihara peninggalan
dan ajaran-ajarannya. Pada waktu itu memang para shahabat yang mampu menulis,
tetapi jumlah mereka sedikit sekali, apalagi sebagiannya tak mempunyai
kesempatan untuk mencatat Hadits-hadits yang diucapkan oleh Rasul.
Sebenarnya
Abu Hurairah bukanlah seorang penulis, ia hanya seorang ahli hafal yang mahir,
di samping memiliki kesempata atau mampu mengadakan kesempatan yang diperlukan
itu, karena ia tak punya tanah yang akan digarap, dan tidak punya perniagaan
yang akan diurus.
Ia
pun menyadari bahwa dirinya termasuk orang yang masuk Islam belakangan, maka ia
bertekad untuk mengejar ketinggalannya, dengan cara mengikuti Rasul terus
menerus dan secara tetap menyertai majlisnya. Kemudian disadarinya pula adanya
bakat pemberian Allah ini pada dirinya, berupa daya ingatannya yang luas dan
kuat, serta semakin bertambah kuat, tajam dan luas lagi dengan do’a Rasul “”,
agar pemilik bakat ini diberi Allah berkat.
Ia
menyiapkan dirinya dan menggunakan bakat dan kemampuan karunia Ilahi untuk
memikul tanggung jawab dan memelihara peninggalan yang sangat penting ini dan
mewariskannya kepada generasi kemudian. Abu Hurairah bukan tegolong dalam
barisan penulis, tetapi sebagaimana telah kita utarakan, ia adalahseorang yang
terampil menghafal lagi kuat ingatan. Karena ia tak punya tanah yang akan
ditanami atau perniagaan yang akan menyibukkannya, ia tidak berpisah hengan
Rasul, baik dalam perjalanan maupun di kala menetap.
Begitulah
ia mempermahir dirinya dan ketajaman daya ingatnya untuk menghafal
Hadits-hadits Rasulullah saw dan pengarahannya. Sewaktu Rasul telah pulang ke
Rafikul’Ala (wafat), Abu Hurairah terus-menerus menyampaikan hadits-hadits,
yang menyebabkan sebagian shahabatnya merasa heran sambil bertanya-tanya di
dalam hati, dari mana datangnya hadits-hadits ini, kapan didengarya dan
diendapkannya dalam ingatannya.
Abu
Hurairah telah memberikan penjelasan untuk menghilangkan kecurigaan ini, dan
menghapus keragu-raguan yang menulari putra shahabatnya, maka katanya:
“Tuan-tuan telah mengatakan bahwa Abu Hurairah banyak sekali mengeluarkan
hadits dari Nabi saw. Dan tuan-tuan katakan pula orang-orang Muhajirin yang
lebih dahulu daripadanya masuk Islam, tak ada menceritakan hadits-hadits itu?
Ketahuilah, bahwa shahabat-sahahabatku orang-orang Muhajirin itu, sibuk dengan
perdagangan mereka di pasar-pasar, sedang shahabat-shahabatku orang-orang
Anshar sibuk degan tanah pertanian mereka. Sedang aku adalah seorang miskin,
yang paling banyak menyertai majlis Rasulullah, maka aku hadir sewaktu yang
lain absen. Dan aku selalu ingat seandainya mereka lupa karena kesibukan.
Dan
Nabi saw pernah berbicara kepada kami di suatu hari, kata beliau: “Siapa yang
membentangkan sorbannya hingga selesai pembicraanku, kemudian ia meraihnya ke
dirinya, maka ia takkan terlupa akan suatu pun dari apa yang telah didengarya
dari padaku!” Maka kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara kepadaku, kemudian
kuraih kain itu ke diriku, dan demi Allah, tak ada suatu pun yang terlupa
bagiku dari apa yang telah kudengar daripadanya! Demi Allah kalau tidaklah
karena adanya ayat di dalam Kitabullah niscaya tidak akan kukabarkan kepada
kalian sedikit jua pun! Ayat itu ialah:
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah kami turunkan berupa
keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah Kami nyatakan kepada manusia di
dalam Kitab mereka itulah yang dikutuk oleh Allah dan dikutuk oleh para
pengutuk (Malaikat-malaikat) !”
Demikianlah
Abu Hurairah menjelaskan rahasia kenapa hanya ia seorang diri yang banyak
mengeluarkan riwayat dari Rasulullah saw. Yang pertama: karena ia melowongkan
waktu untuk menyertai Nabi lebih banyak dari para shahabat lainnya.
Kedua,
karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat oleh Rasul,
hingga ia jadi semakin kuat. Ketiga, ia menceritakannya bukan karena ia gemar
bercerita, tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan hadits-hadits ini, merupakan
tanggung jawabnya terhadap Agama dan hidupnya. Kalau tidak dilakukannya berarti
ia menyembunyikan kebaikan dan haq, dan termasuk orang yang lalai yang sudah
tentu akan menerima hukuman kelalaiannya!
Oleh
sebab itulah ia harus saja memberitakan, tak suatupun yang menghalanginya dan
tak seorang pun boleh melarangnya, hingga pada suatu hari Amirul Mu’minin Umar
berkata kepadanya: “Hendaklah kamu hentikan menyampaikan berita dari
Rasulullah! Bila tidak, maka akan kukembalikan kau ke tanah Daus. !” (yaitu
tanah kaum dan keluarganya).
Tetapi
larangan ini tidaklah mengandung suatu tuduhan bagi Abu Hurairah, hanyalah
sebagai pengukuhan dari suatu pandangan yang dianut oleh Umar, yaitu agar
orang-orang Islam dalam jangka waktu tersebut, tidak membaca dan menghafalkan
yang lain, kecuali Al-Quran sampai ia melekat dan mantap dalam hati sanubari
dan pikiran.
Al-Quran
adalah kitab suci Islam, Undang-undang Dasar dan kamus lengkapnya dan terlalu
banyaknya cerita tentang Rasulullah saw teristimewa lagi pada tahun-tahun
menyusul wafatnya Nabi saw, saat sedang dihimpunnya Al-Quran, dapat menyebabkan
kesimpangsiuran dan campur-baur yang tidak berguna dan tak perlu terjadi!
Oleh
karena ini, Umar berpesan: “Sibukkanlah dirimu dengan Al-Quran karena dia
adalah kalam Allah.” Dan katanya lagi: “Kurangilah olehmu meriwayatkan perihal
Rasulullah kecuali yang mengenai amal perbuatannya!” Dan sewaktu beliau
mengutus Abu Musa al-Asy’ari ke Irak ia berpesan kepadanya: “Sesungguhnya anda
akan mendatangi suatu kaum yang dalam mesjid mereka terdengar bacaan Al-Quran
seperti suara lebah. maka biarkanlah seperti itu dan jangan anda bimbangkan
mereka dengan hadits-hadits, dan aku menjadi pendukung anda dalam hal ini!”
Al-Qur’an
sudah dihimpun dengan jalan yang sangat cermat, hingga terjamin keasliannya
tanpa dirembesi oleh hal-hal lainnya. Adapun hadits, maka Umar tidak dapat
menjamin bebasnya dari pemalsuan atau perubahan atau diambilnya sebagai alat
untuk mengada-ada terhadap Rasulullah SAW dan merugikan Agama Islam. Abu
Hurairah menghargai pandangan Umar, tetapi ia juga percaya terhadap dirinya dan
teguh memenuhi amanat, hingga ia tak hendak menyembunyikan suatu pun dari
Hadits dan ilmu selama diyakininya bahwa menyembunyikannya adalah dosa dan
kejahatan.
Demikianlah,
setiap ada kesempatan untuk menumpahkan isi dadanya berupa Hadits yang pernah
didengar dan ditangkapnya tetap saja disampaikan dan dikatakannya. Hanya
terdapat pula suatu hal yang merisaukan, yang menimbulkan kesulitan bagi Abu
Hurairah ini, karena seringnya ia bercerita dan banyaknya Haditsnya yaitu
adanya tukang hadits yang lain yang menyebarkan Hadits-hadits dari Rasul saw
dengan menambah-nambah dan melebih-lebihkan hingga para shahabat tidak merasa
puas terhadap sebagian besar dari Hadits-haditsnya. Orang itu namanya Ka’ab
al-Ahbaar, seorang Yahudi yang masuk Islam.
Pada
suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud menguji kemampuan menghafal dari Abu
Hurairah. Maka dipanggilnya ia dan dibawanya duduk bersamanya, lalu dimintanya
untuk mengabarkan hadits-hadits dari Rasulullah saw. Sementara itu disuruhnya
penulisnya menuliskan apa yang diceritakan Abu Hurairah dari balik dinding.
Sesudah berlalu satu tahun, dipanggilnya Abu Hurairah kembali dan dimintanya
membacakan lagi Hadits-hadits yang dulu itu yang telah ditulis sekretarisnya.
Ternyata tak ada yang terlupa oleh Abu Hurairah walau sepatah kata pun!
Ia
berkata tentang dirinya, — “Tak ada seorang pun dari sahabat-sahabat Rasul yang
lebih banyak menghafal Hadits dari padaku, kecuali Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash,
karena ia pandai menuliskannya sedang aku tidak.” Dan Imam Syafi’i mengemukakan
pula pendapatnya tentang Abu Hurairah: — “la seorang yang paling banyak hafal
di antara seluruh perawi Hadits sesamanya.” Sementara Imam Bukhari menyatakan
pula: –”Ada delapan ratus orang atau lebih dari shahabat tabi’in dan ahli ilmu
yang meriwayatkan Hadits dari Abu Hurairah.”
Demikianlah
Abu Hurairah tak ubah bagai suatu perpustakaan besar yang telah ditaqdirkan
kelestarian dan keabadiannya. Abu Hurairah termasuk orang ahli ibadat yang
mendekatkan diri kepada Allah, selalu melakukan ibadat bersama isterinya dan
anak-anaknya semalam-malaman secara bergiliran; mula-mula ia berjaga sambil
shalat sepertiga malam kemudian dilanjutkan oleh isterinya sepertiga malam dan
sepertiganya lagi dimanfaatkan oleh puterinya. Dengan demikian, tak ada satu
saat pun yang berlalu setiap malam di rumah Abu Hurairah, melainkan berlangsung
di sana ibadat, dzikir dan shalat!
Ibunda
Abu Hurairah Masuk Islam
Semenjak
ia menganut Islam tak ada yang memberatkan dan menekan perasaan Abu Hurairah
dari berbagai persoalan hidupnya ini, kecuali satu masalah yang hampir
menyebabkannya tak dapat memejamkan mata. Masalah itu ialah mengenai ibunya,
karena waktu itu ia menolak untuk masuk Islam. Bukan hanya sampai di sana saja,
bahkan ia menyakitkan perasaannya dengan menjelek-jelekkan Rasulullah di
depannya.
Pada
suatu hari ibunya itu kembali mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan bagi Abu
Hurairah tentang Rasulullah saw, hingga ia tak dapat menahan tangisnya
dikarenakan sedihnya, lalu ia pergi ke mesjid Rasul. Marilah kita dengarkan ia
menceritakan lanjutan berita kejadian itu sebagai berikut:
Sambil
menangis aku datang kepada Rasulullah, lalu kataku: –”Ya Rasulallah, aku telah
meminta ibuku masuk Islam, Ajaranku itu ditolaknya, dan hari ini aku pun baru
saja, memintanya masuk Islam. Sebagai jawaban ia malah mengeluarkan kata-kata
yang tak kusukai terhadap diri Anda. Karenanya mohon anda do’akan kepada Allah
kiranya ibuku itu ditunjuki-Nya kepada Islam..”
Maka
Rasulullah saw berdo’a: “Ya Allah tunjukilah ibu Abu Hurairah!”
Aku
pun berlari mendapatkan ibuku untuk menyampaikan kabar gembira tentang do’a
Rasulullah itu. Sewaktu sampai di muka pintu, kudapati pintu itu terkunci. Dari
luar kedengaran bunyi gemercik air, dan suara ibu memanggilku: “Hai Abu
Hurairah, tunggulah ditempatmu itu!”
Di
waktu ibu keluar ia memakai baju kurungnya, dan membalutkan selendangnya sambil
mengucapkan: “Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu
wa Rasuluh.”
Aku
pun segera berlari menemui Rasulullah saw sambil menangis karena gembira, sebagaimana
dahulu aku menangis karena berduka, dan kataku padanya: “Kusampaikan kabar suka
ya Rasulallah, bahwa Allah telah mengabulkan do’a anda, Allah telah menunjuki
ibuku ke dalam Islam.” Kemudian kataku pula: “Ya Rasulallah, mohon anda do’akan
kepada Allah, agar aku dan ibuku dikasihi oleh orang-orang Mu’min, baik
laki-laki maupun perempuan!” Maka Rasul berdo’a: “Ya Allah, mohon engkau
jadikan hambu-Mu ini beserta ibunya dikasihi oleh sekalian orang-orang Mumin,
laki-laki dan perempuan!”
Akrab
Dengan Kemiskinan
Karena
keinginannya memusatkan perhatian untuk menyertai Rasul saw ia pernah menderita
kepedihan lapar yang jarang diderita orang lain. Dan pernah ia menceritakan
kepada kita bagaimana rasa lapar telah menggigit-gigit perutnya, maka
diikatkannya batu dengan surbannya ke perutnya dan ditekannya ulu hatinya
dengan kedua tangannya, lalu terjatuhlah ia di mesjid rambil menggeliat-geliat
kesakitan hingga sebagian sahabat menyangkanya ayan, padahal sama sekali bukan!
Suatu
kali, dengan masih mengikatkan batu ke perutnya, dia duduk di pinggir jalan,
tempat orang biasanya berlalu lalang. Dilihatnya Abu Bakr melintas. Lalu dia
minta dibacakan satu ayat Al-Quran. “Aku bertanya begitu supaya dia mengajakku
ikut, memberiku pekerjaan,” tutur Abu Hurairah. Tapi Abu Bakr cuma membacakan
ayat, lantas berlalu.
Dilihatnya
Umar ibn Khattab. “Tolong ajari aku ayat Al-Quran,” kata Abu Hurairah. Kembali
ia harus menelan ludah kekecewaan karena Umar berbuat hal yang sama.
Tak
lama kemudian Nabi lewat. Nabi tersenyum. “Beliau tahu apa isi hati saya.
Beliau bisa membaca raut muka saya secara tepat,” tutur Abu Hurairah.
“Ya
Aba Hurairah!” panggil Nabi.
“Labbaik,
ya Rasulullah!”
“Ikutlah
aku!”
Beliau
mengajak Abu Hurairah ke rumahnya. Di dalam rumah didapati sebaskom susu. “Dari
mana susu ini?” tanya Rasulullah. Beliau diberi tahu bahwa seseorang telah
memberikan susu itu.
“Ya
Aba Hurairah!”
“Labbaik,
Ya Rasulullah!”
“Tolong
panggilkan ahli shuffah,” kata Nabi. Susu tadi lalu dibagikan kepada ahli
shuffah, termasuk Abu Hurairah. Sejak itulah, Abu Hurairah mengabdi kepada
Rasulullah, bergabung dengan ahli shuffah di pondokan masjid.
Sepulang
dari Perang Khaibar, Nabi melakukan perluasan terhadap Masjid Nabawi, yaitu ke
arah barat dengan menambah tiga pilar lagi. Abu Hurairah terlibat pula dalam
renovasi ini. Ketika dilihatnya Nabi turut mengangkat batu, ia meminta agar
beliau menyerahkan batu itu kepadanya. Nabi menolak seraya bersabda, “Tiada
kehidupan sebenarnya, melainkan kehidupan akhirat.”
Dari
Buruh Menjadi Majikan
Abu
Hurairah sangat mencintai Nabi. Sampai-sampai dia memilih dipukul Nabi karena
melakukan kekeliruan ketimbang mendapatkan makanan yang enak. “Karena Nabi
menjanjikan akan memberi syafaat kepada orang yang pernah merasa disakitinya
secara sengaja atau tidak,” katanya.
Begitu
cintanya kepada Rasulullah sehingga siapa pun yang dicintai Nabi, ia ikut
mencintainya. Misalnya, ia suka mencium Hasan dan Husain, karena melihat
Rasulullah mencium kedua cucunya itu.
Ada
cerita menarik menyangkut kehidupan Abu Hurairah dan masyarakat Islam zaman
itu. Meski Abu Hurairah seorang papa, boleh dibilang tuna wisma, salah seorang
majikannya yang lumayan kaya menikahkan putrinya, Bisrah binti Gazwan, dengan
lelaki itu. Ini menunjukkan betapa Islam telah mengubah persepsi orang dari
membedakan kelas kepada persamaan. Abu Hurairah dipandang mulia karena kealiman
dan kesalihannya. Perilaku islami telah memuliakannya, lebih dari kemuliaan
pada masa jahiliah yang memandang kebangsawanan dan kekayaan sebagai ukuran
kemuliaan.
Sejak
menikah, Abu Hurairah membagi malamnya atas tiga bagian: untuk membaca
Al-Quran, untuk tidur dan keluarga, dan untuk mengulang-ulang hadis. Ia dan
keluarganya meskipun kemudian menjadi orang berada tetap hidup sederhana. Ia
suka bersedekah, menjamu tamu, bahkan menyedekahkan rumahnya di Madinah untuk
pembantu-pembantunya. Tugas penting pernah diembannya dari Rasulullah. Yaitu
ketika ia bersama Al-Ala ibn Abdillah Al-Hadrami diutus berdakwah ke Bahrain.
Belakangan, ia juga bersama Quddamah diutus menarik jizyah (pajak) ke Bahrain,
sambil membawa surat ke Amir Al-Munzir ibn Sawa At-Tamimi.
Abu
Hurairah, Amir Bahrain
Abu
Hurairah hidup sebagai seorang ahli ibadah dan seorang mujahid, tak pernah ia
ketinggalan dalam perang, dan tidak pula dari ibadat. Di zaman Umar bin
Khatthab ia diangkat sebagai Amir untuk daerah Bahrain, sedang Umar sebagaimana
kita ketahui adalah seorang yang sangat keras dan teliti terhadap
pejabat-pejabat yang diangkatnya. Apabila ia mengangkat seseorang sedang ia
mempunyai dua pasang pakaian maka sewaktu meninggalkan jabatannya nanti
haruslah orang itu hanya mempunyai dua pasang pakaian juga. malah lebih utama
kalau ia hanya memiliki satu pasang saja! Apabila waktu meninggalkan jabatan
itu terdapat tanda-tanda kekayaan, maka ia takkan luput dari interogasi Umar,
sekalipun kekayaan itu berasal dari jalan halal yang dibolehkan syara’! Suatu
dunia lain, yang diisi oleh Umar dengan hal-hal luar biasa dan mengagumkan.
Rupanya sewaktu Abu Hurairah memangku jabatan sebagai kepala daerah Bahrain ia
telah menyimpan harta yang berasal dari sumber yang halal. Hal ini diketahui
oleh Umar, maka iapun dipanggilnya datang ke Madinah. Dan mari kita dengarkan
Abu Hurairah, memaparkan soal jawab ketus yang berlangsung antaranya dengan
Amirul Mu’minin Umar: — Kata Umar: - “Hai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, apa
engkau telah mencuri harta Allah?’ Jawabku; “Aku bukan musuh Allah dan tidak
pula musuh kitab-Nya, hanya aku menjadi musuh orang yang memusuhi keduanya dan
aku bukanlah orang yang mencuri harta Allah!’- Dari mana kau peroleh sepuluh
ribu itu? — Kuda kepunyaanku beranak-pinak dan pemberian orang berdatangan. Kembalikan
harta itu ke perbendaharaan negara (baitul maal)!
Abu
Hurairah menyerahkan hartanya itu kepada Umar, kemudian ia mengangkat tangannya
ke arah langit sambil berdo’a: “Ya Allah, ampunilah Amirul Mu’minin.” Tak
selang beberapa lamanya. Umar memanggil Abu Hurairah kembali dan menawarkan
jabatan kepadanya di wilayah baru. Tapi ditolaknya dan dimintanya maaf karena
tak dapat menerimanya. Kata Umar kepadanya: — “Kenapa, apa sebabnya?”
Abu
Hurairah mengemukakan lima alasan, “Agar kehormatanku tidak sampai tercela,
hartaku tidak dirampas, punggungku tidak dipukul, aku takut menghukum tanpa
ilmu, dan bicara tanpa belas kasih!” Ia memilih tinggal di Madinah, menjadi
warga biasa yang memperlihatkan kesetiaan kepada Umar, dan para pemimpin
sesudahnya.
Tatkala
kediaman Amirul Mukminin Ustman ibn Affan dikepung pemberontak, dalam peristiwa
yang dikenal sebagai al-fitnatul kubra (bencana besar), Abu Hurairah bersama
700 orang Muhajirin dan Anshar tampil mengawal rumah tersebut. Meski dalam
posisi siap tempur, Khalifah melarang pengikut setianya itu memerangi kaum
pemberontak.
Pada
masa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah ditawari menjadi gubernur
di Madinah. Ia menolak. Ketika terjadi pertemuan antara Khalifah Ali dan
lawannya, Muawiyah ibn Abi Sufyan, ia bersikap netral dan menghindari fitnah.
Sampai kemudian Muawiyah berkuasa, Abu Hurairah bersedia menjadi gubernur di
Madinah. Tapi versi lain mengatakan, Marwan ibn Hakamlah yang menunjuk Abu
Hurairah sebagai pembantunya di kantor gebernuran Madinah.
Akhir
Hayat Abu Hurairah
Pada
suatu hari sangatlah rindu Abu Hurairah hendak bertemu dengan Allah. Selagi
orang-orang yang mengunjunginya mendo’akannya cepat sembuh dari sakitnya, ia
sendiri berulang-ulang memohon kepada Allah dengan berkata: “Ya Allah,
sesungguhnya aku telah sangat rindu hendak bertemu dengan-Mu. Semoga Engkau pun
demikian!” Di Kota Penuh Cahaya (Al-Madinatul Munawwarah), ia mengembuskan
nafas terakhir pada 57 atau 58 H. (676-678 M.) dalam usia 78 tahun.
Meninggalkan warisan yang sangat berharga, yakni hadis-hadis Nabi, bak
butiran-butiran ratna mutu manikam, yang jumlahnya 5.374 hadis.
Di
sekeliling orang-orang shaleh penghuni pandam pekuburan Baqi’, di tempat yang
beroleh berkah, di sanalah jasadnya dibaringkan! Dan sementara orang-orang yang
mengiringkan jenazahnya kembali dari pekuburan, mulut dan lidah mereka tiada
henti-hentinya membaca Hadits yang disampaikan Abu Hurairah kepada mereka dari
Rasul yang mulia.
Category: SAHABAT NABI, Tarikh Islam
0 komentar