ONTOLOGI MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
SISTEMATIKA
FILSAFAT (ONTOLOGI MENURUT PERSPEKTIF ISLAM)
Makalah
ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Filsafat Islam dan Umum
Dosen
Pembimbing : Drs. Amir Mahrudin. M.Pd.I
Disusun
oleh : Wandi Budiman : F.1010297
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN
STUDI ISLAM UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR 2011
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ontologi
merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling
kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan di
bidang ontologi yang tertua di antara segenap filsafat Yunani yang kita kenal
adalah Thales. Atas perenungannya terhadap air merupakan substansi terdalam yang
merupakan asal mula dari segala sesuatu.
Dalam
persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan
hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua
macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan
kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).
B.
Rumusan Masalah
Dalam
makalah filsafat islam dan umum; sistematika filsafat ini, penyusun membuat
rumusan masalah sebagai barikut:
-
Apakah yang dimaksud dengan ontologi
-
Bagaimana ontologi menurut perspektif islam
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagi berikut:
1.
Untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah
filsafat
umum dan islam.
2.
Untuk memperdalam wawasan keilmuan mengenai baik filsafat umum maupun filsafat
islam terutama dalam segi sistematika filsafat.
3.
Dapat mengetahui pengertian sistematka filsafat : epistemologi, ontologi, dan
aksiologi.
D.
Metode Pengumpulah Data
Metode
yang penyusun ambil dalam penulisan makalah ini adalah metode studi kepustakaan
yaitu dengan membaca sumber-sumber reverensi dari buku –buku yang menerangkan
sistematika filsafat dan dari internet.
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ontologi secara Umum
Setelah
membenahi cara memperoleh pengetahuan filosof mulai meghadapi objek-objeknya
untuk memperoleh pengetahuan objek-objek itu dipirkan secara mendalam sampai
pada hakekatnya inilah sebabnya bagian ini dinamakan teori hakekat ada yang
menamakan bagian ontologi. Bidang pembicaraan teori hakikat luas sekali segala
yang ada dan yang mungkin ada yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai.
Apa itu hakekat ? hakikat ialah realitas : realitas ialah ke-real-an; real
artinya kenyataan yang sebenarnya; jadi hakikat kenyataan yang sebenarnya
kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu
, hukum keadaan yang berubah.
Kata
ontologi berasal dari perkataan Yunani: On = being, dan Logos = logik. Jadi
Ontologi adalah The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan). Louis O.Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan, Ontologi
itu mencari ultimate reality dan menceritakan bahwa di antara contoh pemikiran
ontologi adalah pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa air lah yang menjadi
ultimate subtance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya
satu saja yaitu air”.
Sidi
Gazalba dalam bukunya Sistematika Filsafat mengatakan, ontologi mempersoalkan
sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu ia disebut ilmu hakikat,
hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan
tentang Tuhan.
Amsal
Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan, ontologi berasal dari kata
ontos = sesuatu yang berwujud. Ontologi adalah teori/ilmu tentang wujud,
tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada alam nyata,
tetapi berdasar pada logika semata-mata.
Objek
telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan
tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha
mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam
semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang
mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk hidup, antara
jenis-jenis dan individu-individu. Diantara cabang – cabang hakikat adalah
sebagai berikut :
1.
Kosmologi membicarakan hakikat asal, hakikat susunan, hakikat berada, juga
hakikat tujuan kosmos.
2.
Antrofologi membicarakan hakikat manusia.
3.
Theodicea membahas mengenai hakikat tuhan
4.
Theologia atau filsafat agama
5.
Filsafat hokum
6.
Filsafat pendidikan, Dll.
Dari
pembahasannya memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa
aliran berpikir, yaitu:
1.
Materialisme;
Aliran
yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah materi.
Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada.
2.
Idealisme (Spiritualisme);
Aliran
ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang mengatakan bahwa hakikat pengada
itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide yang lebih hakiki
dibanding materi.
3.
Dualisme
Aliran
ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa hakikat
pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber tersebut,
yaitu materi dan rohani.
4.
Agnotisisme.
Aliran
ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu ragu
atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.
B.
Ontologi Menurut perspektif Islam
Dalam
Islam, ontologi itu tidak sekedar yang tampak dan dapat dicerap oleh alam empiris,
tapi lebih dari itu. Ada ”the ultimate reality” di balik yang empirik ini.
Hakekat mutlak mendasari alam zahir; alam manusia, alam hewan, alam
tumbuhan-tumbuhan, dan alam-alam lainnya.
Pemahaman
ini agak berbeda dengan cara pamdang Barat yang membatasi dirinya dengan dunia
empiris. Bagi mereka yang tampak dan diserap oleh panca indera itulah yang
wujud. Di luar itu tak disebut wujud, tapi ilusi belaka. Pandangan mereka ini
yang kemudian mengilhami lahirnya kalangan empik-positivistik, yang memonopoli
istilah ”science” untuk untuk empirical.
Sementara
bagi Islam, yang wujud itu tidak sekedar fisik, tapi transfisik atau metafisik.
Alam fisik ini hanya pengejewantahan ’af’al sifat-sifat Allah yang metafisik.
Oleh karena itu, Allah Swt. itu absolut, dan alam ini sebaliknya. Allah
pencipta dan alam ciptaannya. Allah kekal dan alam tidak kekal.
Paham
wujud (ontologi) yang benar menurut Islam, seperti disebutkan diatas, adalah
yang mendasari paham manusia tentang alam (kosmologi). Kosmologi Islam, adalah
ilmu tentang ”kaun”, alam fisikal. Alam ini selalu bergantung kepada Allah Swt.
Setiap
titik alam selalu merujuk dan menjadi ayat kepada Tuhannya. Bahkan hukum
sebab-akibat pun sebenarnya, mengikut pendapat ini, tidak bisa diakui. Konsep
sebab-akibat mengimplikasikan proses yang independen dari Tuhan. Padahal tidak
bisa demikian, karena hakekatnya semua yang ada tetap dibawa kuasa Allah, bukan
akibat di bawah akibat. Contohnya adalah, ”Gerak kertas secara zahir memang
berkaitan dengan gerak yang lain. Mungkin tangan, angin atau lainnya. Tapi
penggerak hakiki tetap Allah Swt,”
Ontologi
merupakan salah satu objek garapan filsafat ilmu yang menetapkan batas lingkup
dan teori tentang hakikat realitas yang ada (being), baik berupa wujud fisik
(al-tobi’ah) maupun metafisik (ma ba’da al-tobi’ah). Upaya penelaahan dan
pemahaman terhadap hakikat alam semesta dan yang terkait di dalamnya sudah
muncul sejak zaman Yunani kuno. Thales (631-550 SM), Bapak filsafat Yunani,
misalnya, telah meneliti asal muasal kejadian alam semesta dan berkesimpulan
bahwa segala sesuatu yang ada berasal dari air. Sepuluh abad berikutnya,
al-Qur’an membirikan informasi dan menegaskan, bahwa segala sesuatu diciptakakn
dari air. Allah befirman:
أَوَلَمْ يَرَ
الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ كَانَتَا رَتْقًا
فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا
يُؤْمِنُونَ (٣٠)
Artinya:
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi
itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah
mereka tiada juga beriman?”. (QS. Al-anbiya’, 21:30).
Kemudian
diteruskan oleh filosof-filosof sesudahnya, Anaximandros (610-546 SM),
Anaximenes (585-528 SM), dan Heraklitos (540-475 SM) yang akhirnya dikenal
sebagai filosof Ionioan School (madrasah al-iyuniyah). Di tangan merekalah
ditemukan empat elemen bumi yaitu air, api, udara dan tanah, yang dikenal
sebagai al-ustuqsat al-arba’ah (elementum).
Atas
dasar itulah, realitas (al-mawjud) dalam perspektif Islam juga meliputi fisika
dan metafisika. Hanya, dalam diskursus filsafat Islam, objek kajiannya lebih
banyak menyentuh persoalan metafisika, terutama bagian ketuhanan dan
hubungannya dengan penciptaan alam semesta, sehingga filsafat dalam Islam
disebut juga sebagai filsafat ketuhanan (al-falsafah al-ilahiyyah) atau
filsafat pertama (al-falsafah al-ula), karena menyentuh pembahasan tentang
Allah sebagai sebab pertama (causa prima). Adapun wilayah fisika terkait dengan
ilmu-ilmu ke-alaman seperti kedokteran, ilmu alam, eksakta, Astronomi, dan
lain-lain, yang di masa klasik Islam menjadi keahlian para filosof Islam.
Penjelasan
dari teks di atas adalah semua yang ada di dunia ini adalah berasal dari Tuhan,
dalam hal ini adalah Allah SWT sebagai sebab pertama. Segala ilmu yang ada
sekarang ini adalah berasal ari-Nya. Dia-lah yang menciptakan segala yang ada
di alam semesta ini. Baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi.
Lebih
dari itu, al-Qur’an memandang alam semesta sebagai ciptaan Tuhan dengan
menggunakan kata dasar (al-khalq). Istilah ciptaan, yang berarti makhluk dan
terulang sebanyak 57 kali dalam al-qur’an ini adalah kata serupa yang digunakan
untuk mengungkapkan perilakku penciptaan itu sendiri., yakni khalaqa, yang
menunjukkan proses kejadian alam semestayang tunduk kepada hukum-hukum
kausalitas (al-sababiyah) yang tidak tunduk kepada perubahan dan penggantian
(tahwil:tabdil), sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Qur’an, Allah berfirman:
اسْتِكْبَارًا فِي
الأرْضِ وَمَكْرَ السَّيِّئِ وَلا يَحِيقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ إِلا بِأَهْلِهِ
فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلا سُنَّةَ الأوَّلِينَ فَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ
تَبْدِيلا وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَحْوِيلا
Artinya:
“karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang
jahat. rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang
merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan
(berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang
terdahuluMaka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah
Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah
itu”. (QS. Fatir 35:43)
Dalam
ayat lain:
سُنَّةَ اللَّهِ
فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلا
(٦٢)
Artinya:
“Sebagai sunnah Allah yang Berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu
sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah
Allah”. (QS. al-Ahzab 33:62)
Dalam
ayat lain:
سُنَّةَ مَنْ قَدْ
أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنْ رُسُلِنَا وَلا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيلا (٧٧)
Artinya:
“Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap Rasul-rasul
Kami yang Kami utus sebelum kamudan tidak akan kamu dapati perobahan bagi
ketetapan Kami itu”. (QS. al-Fath, QS. Al-Isra’ 17:77)
Ibnu
Rusyd memandang realitas itu ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
Pertama,
realitas yang adanya dari tiada dan tidak disebabkan oleh apapun atau tidak
didahului oleh adanya ruang dan waktu. Realitas inidisebut dengan realitas
azali dan abadi yang merupakan sebab bagi adanya segala sesuatu. Dalam istilah
agama realitas azali disimbolkan sebagai tuhan (Allah) yang transenden dalam
semua aspek-aspeknya.
Kedua,
realitas yang adanya dari sesuatu (misalnya bahan materi) karena sebab
tertentu, serta didahului oleh ruang dan waktu. Realits ini adalah semua benda
yang ada didalam alam semesta ini, termasuk keempat elemen bumi, yakni api,
air, tanah, dan udara, yang dikenal dengan (al-ustuqsat al-arba’ah).
Ketiga,
realitas yang adanya dari tiada, namun adanya karena sebab dan tidak didahului
oleh ruang dan waktu. Realitas ini adalah alam sebagai terciptanya benda-benda
didalamnya. Karena adanya tidak didahului oleh ruang dan waktu, maka ia azalai
dan abadi seperti yang menyebabkannya. Hanya, realitas ini dibawah tingkatan
realitas pertama sebagi sebab pertama yakni Allah yang maha tinggi.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa, Kata ontologi berasal dari perkataan
Yunani: On = being, dan Logos = logik. Jadi Ontologi adalah The theory of being
qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Dari pembahasannya
ontologi memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa
aliran berpikir, yaitu:
1.
Materialisme;
2.
Idealisme (Spiritualisme);
3.
Dualisme
4.
Agnotisisme.
Ibnu
Rusyd memandang realitas itu ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
Pertama,
realitas yang adanya dari tiada dan tidak disebabkan oleh apapun atau tidak
didahului oleh adanya ruang dan waktu. Realitas inidisebut dengan realitas
azali dan abadi yang merupakan sebab bagi adanya segala sesuatu. Dalam istilah
agama realitas azali disimbolkan sebagai tuhan (Allah) yang transenden dalam
semua aspek-aspeknya.
Kedua,
realitas yang adanya dari sesuatu (misalnya bahan materi) karena sebab
tertentu, serta didahului oleh ruang dan waktu. Realits ini adalah semua benda
yang ada didalam alam semesta ini, termasuk keempat elemen bumi, yakni api,
air, tanah, dan udara, yang dikenal dengan (al-ustuqsat al-arba’ah).
Ketiga,
realitas yang adanya dari tiada, namun adanya karena sebab dan tidak didahului
oleh ruang dan waktu. Realitas ini adalah alam sebagai terciptanya benda-benda
didalamnya. Karena adanya tidak didahului oleh ruang dan waktu, maka ia azalai
dan abadi seperti yang menyebabkannya. Hanya, realitas ini dibawah tingkatan
realitas pertama sebagi sebab pertama yakni Allah yang maha tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Tafsir,
Ahmad. 2009. Filsafat Umum akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Kattsoff
, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat. Terjemahan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Bakhtiar,
Amsal. 1999. Filsafat Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Category: Makalah
0 komentar