PARADIGMA TAUHID TERHADAP TEOLOGIS
Dalam menjalani kehidupan
suatu hal yang kita mantapkan adalah aqidah/kayakinan kepada allah SWT. Rasanya
aktifitas sehari-hari tak ada gunanya jika tidak di dasari dengan keimanan yang
kuat. Dalam kajian ini kita telah mengenal Teologi Islam yang membahas tentang
pemikiran dan kepercayaan tentang ketuhanan. Teologi Islam ini sudah
sepantasnya kita ketahui agar dalam menjalani kehidupan ini kita mengetahaui
dan menjadi Idealnya orang Islam. Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak
menjumpai perbedaan-perbedaan pemikiran dan aqidah yang mengiringi, dan kita
harus pandai dalam memilih dan memilahnya dengan berlandaskan Al-qur’an dan
Al-hadist. Perlu kita mengingat apa yang pernah di katakan oleh Rasulullah
bahwa “ umatku akan berpecah menjadi tujuh pulu tiga dan hanya satu yang
benar.”
Perbedaan pemikiran
tersebut membuat mereka saling menyalahkan,
antara lain yang kita ketahui adalah: Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Mu’tazilah Qodariyah dll. Yang semuanya memiliki pendapat masing-masing tentang
Tauhid/keyakinan atau tentang hal ketuhanan. Dan kita sebagai orang yang
memegang agama allah harus mengetahui manakah pemikiran yang benar dal yang
salah, dalam memandangnya kita harus berpegang teguh pada Al-qur’an dan
Al-hadist. Hal ini merupakan hal penting yang harus di pelajari agar apa yang
menjadi keyakinan kita tentang Allah tidak salah, dan seaandainya apabila
keyakinan kita salah tentang-Nya maka kita bisa saja kita di anggap orang
keluar agama Islam.
Penulisan Makalah Paradigma
Tauhid terhadap Antropologis ini, bertujuan antara lain sebagai berikut:
1.Untuk memenuhi tugas mata
kuliah Tauhid worl view pada Program Studi Manajemen Kependidikan Islam
Universitas Djuanda Bogor
2.Untuk menambah wawasan
keilmuan mengenai Paradigma Tauhid terhadap Teologis.
A. Pengertian Teologi
Secara etimologi, kata
teologi, berasal dari bahasa Yunani. Theos berarti Tuhan, dan logos berarti
ilmu. Jadi, teologi berarti “Ilmu tentang Tuhan atau “Ilmu Ketuhanan”.
Secara terminologi,
Fergilius Ferm menyatakan, teologi adalah “The discipline which concerns God
and God’s relation to the World,”artinya: teologi merupakan suatu disiplin ilmu
yang secara kongkrit mem-bicarakan tentang Ketuhanan, dan pemikiran sistematis
yang berhubungan dengan alam semesta.
Pengertian teologi yang
hampir serupa, ditemukan pula dalam Encyclopedia of Philosophy, disebutkan
tentang pengertian teologi, yakni “Science of religion, dealing therefore with
God, and man in his realtion to God”, artinya : teologi merupakan pengetahuan
tentang agama, yang karenanya membicarakan tentang Tuhan dan manusia dalam
pertaliannya dengan Tuhan.
Pengertian-pengertian
teologi yang disebutkan, kelihatannya sejalan dengan pengertian yang ditemukan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni teologi adalah sebagai pengetahuan
tentang ketuhanan mengenai sifat-sifat-Nya dan dasar-dasar kepercayaan
kepada-Nya dan agama.
Kemudian A. Hanafi
menambahkan bahwa lapangan pembahasan teologi berfokus pada masalah
kepercayaan-kepercayaan dalam agama. Ini berarti bahwa masalah iman yang menjadi
bahasan utama dalam teologi yang tentunya terkait juga dengan masalah akidah.
Dari pengertian di atas,
penulis merumuskan, bahwa teologi merupakan ilmu yang membahas tentang
fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan hubungan-hubungan antara Tuhan dan
Manusia.
B. Konsep Ketuhanan dalam
Islam
1. Sejarah Pemikiran
Manusia tentang Tuhan
a. Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep
ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil
pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat
penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama,
dikenal teori Evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari
kepercayaan yang amat sederhana, lama-kelamaan meningkat menjadi sempurna.
Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh
EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran
tentang Tuhan menurut teori Evolusionisme adalah sebagai berikut :
1.Dinamisme
Menurut paham ini, manusia
sejak zaman primitive telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam
kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda.
Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan
ada pula yang berpengaruh negate. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan
nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), syakti
(India), dan kami dalam bahasa Jepang.
Mana adalah kekuatan gaib
yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu
dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun mana itu tidak dapat
diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
2.Animisme
Di samping kepercayaan
dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya peran roh dalam
hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat
primitive, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah
mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup,
mempunyai rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan.
Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar
manusia tidak terkena efek negative dari roh-roh tersebut, manusia harus
berusaha memenuhi atau menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai
dengan advis dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
3.Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan
kepercayaan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu
banyaknya yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain
kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai
dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggungjawab terhadap cahaya, ada yang
membidangi masalah air, ada yang membidangi angina dan lain sebagainya.
Semula antara satu dewa
dengan dewa yang lain mempunyai kedudukan yang sama atau sederajat. Lambat-laun
dianggap hanya satu dewa yang mempunyai kelebihan dari dewa yang lain, meskipun
dewa-dewa yang ada di bawahnya tetap mempunyai pengaruh. Pada agama Hindu
misalnya, ada tiga dewa yang dianggap tinggi yaitu : Brahmana, Syiwa, dan
Wisnu. Kepercayaan terhadap tiga dewa senior tersebut dikenal dengan istilah
Trimurti (Tiga sembahan). Di samping trimurti, dikenal pula konsep Tritunggal
(trinitas). Pada agam Kristen yang diartikan Tuhan ialah Allah Bapak, Yesus
Kristus, dan Roh Kudus.
4.Henoteisme
Politeisme tidak memberikan
kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa
yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang
sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif
(tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan,
namun manusia masih mengakui Tuhan (Allah) dari bangsa lain. Kepercayaan
semacam ini yaitu satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan
tingkat Nasional).
5.Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk
henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu
Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme
ditinjau dari filsafat ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu : deisme,
panteisme, dan teisme.
a) Deisme yaitu suatu paham
yang berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta alam berada di luar alam. Tuhan
menciptakan alam dengan sempurna dank arena telah sempurna, maka alam bergerak
menurut hokum alam. Antara alam dengan Tuhan sebagai penciptanya tidak tidak
lagi mempunyai kontak. Ajaran Tuhan yang dikenal dengan wahyu tidak lagi diperlukan
manusia. Dengan akal manusia mampu menanggulangi kesulitan hidupnya.
b) Panteisme berpendapat
bahwa Tuhan sebagai pencipta alam ada bersama alam. Di mana adal alam di situ
ada Tuhan. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan bagian daripada-Nya. Tuhan ada
di mana-mana, bahkan setiap bagian dari alam adalah Tuhan.
c) Teisme (eklektisme)
berpendapat bahwa Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam berada di luar
alam. Tuhan tidak bersama alam dan Tuhan tidak ada di alam. Namun Tuhan selalu
dekat dengan alam. Tuhan mempunyai peranan terhadap alam sebagai ciptaan-Nya.
Tuhan adalah pengatur alam. Tak sedikit pun peredaran alam terlepas dari
control-Nya. Alam tidak bergerak menurut hokum alam, tetapi gerak alam diatur
oleh Tuhan.
Evolusionisme dalam kepercayaan
terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877),
kemudian ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme
dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya
rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai
kepercayaan pada ujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan
mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat
Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan
sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat, mulai menantang
Evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama.
Meraka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi
dengan relevasi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada
penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan
masyarakat primitif. Dalam penyelidikan itu didapatkan bukti-bukti bahwa
asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme
adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan.
Wilhelm Schmidt dalam
mengungkapkan hasil penyelidikannya tidak mendasarkan, atau terpengaruh oleh
fasal-fasal dalam Bible. Ia menulis dari segi Antropologi dan mendasarkan
alasannya pada data yang dikumpulkan oleh berpuluh-puluh peneliti dan sarjana
yang meng-alami hidup bersama-sama dengan masyarakat primitif. Penelitian itu
dilakukan antara lain terhadap suku Negritos dari kepulauan Philipina, pelbagai
suku dari Micronesia dan Polynesia, dan suku Papua dari Irian.
Berdasarkan penelitian
terhadap pelbagai masyarakat primitive tersebut, ia mengambil kesimpulan bahwa
kepercayaan tentang Tuhan Yang Maha Agung dan Esa adalah bentuk tertua, yang
ada sebelum kepercayaan lain seperti dinamisme, animisme, dan politeisme.
b. Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap Tuhan
yang melahirkan ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat
Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran
yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara
keduanya. Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu
ketuhanan dalam Islam.
Satu hal yang perlu diingat,
bahwa masih-masing menggunakan akal pikiran atau logika dalam mempertahankan
pendapat mereka. Hal ini perlu ditekankan, sebab satu hal pokok yang
menyebabkan kemunduran umat Islam ialah kurangnya penggunaan kemampuan akal
pikirannya dalam mengkaji nilai-nilai yang menurut pemikiran manusia atau nilai
yang murni bersumber dari ajaran Islam yakni al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Di
antara aliran pemikiran tentang Tuhan adalah :
1.Aliran Mu’tazilah yang
merupakan kum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal
pikiran dalam memahami semua ajarandan keimanan dalam Islam. Orang Islam yang
berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi
mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).
Dalam menganalisis
ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk
mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak
rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun
kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam
perselisihan dengan kaum Islam ortodoks. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari
kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawariji.
2.Qadariah yang berpendapat
bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak atau berbuat. Manusia
sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang
menyebabkan manusia harus bertanggungjawab atas perbuatannya.
3.Berbeda dengan Qadariah,
kelompok Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia
tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku
manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
4.Kelompok yang tidak
sependapat dengan Mu’tazilah mendirikan kelompok sendiri, yakni kelompok
Asy’ariyah dan Maturidiniayah yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan
Jabariah.
Semua kelompok itu mewarnai
kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat Islam periode masa lalu.
Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, tiada lain
bagi kita untuk mengadakan koreksi yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnag Rasul,
tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di antara aliran tersebut
yang nampaknya lebih dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan
meningkatkan etos kerja adalah aliran Mu’tazilah dan Qadariah. Wallahu A'lam
Category: Makalah
0 komentar