PERBANDINGAN AGAMA
MAKALAH PERBANDINGAN
AGAMA
Disusun
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Metodologi Studi Islam
Dosen
Pembimbing : H. M. Emnis Anwar, Lc,. MA
Disusun
oleh : -Wandi Budiman : F.1010297, Deni Lupiyani : F.1010000,Suherman : F.1010313
PROGRAM STUDI KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS STUDI ISLAM (FASTI) UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR 2011
PROGRAM STUDI KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS STUDI ISLAM (FASTI) UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR 2011
BAB I PENDAHULUAN
Sebelum
Islam datang ke dunia ini, telah terdapat sejumlah agama yang dianut oleh umat
mansuia. Para ahli Ilmu Perbandingan Agama (The Comparative Study Of Religion)
bida membagi agama secara garis besar ke dala dua bagian. Pertama, kelompok
agama yang diturunkan oleh Tuhan melalui wahyu-wahyunya sebagaimana termaksud
dalam kitab suci Alquran. Kedua, kelopok agama yang didasarkan pada hasil
renungan mendalam dari tokoh yang membawanya sebagaimana terdokumentasikan
dalam kitab suci yang disusunnya.
Islam
adalah agama yang terakhir di antara agama besar di dunia yang semuanya
merupakan kekuatan raksasa yang mengeerakkan revolusi dunia, dan mengubah nasib
sekalian bangsa. Selain itu, Islam bukan saja agama yang terakhir melainkan
agama yang melengkapi segala-galanya dan mencakup sekalian agama yang datang
sebelumnya.
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Perbandingan Agama
Istilah
perbandingan (Comparative) telah sering dipergunakan dalam berbagai bidang
kehidupan, termasuk dalam berbagai studi.Komparatif selalu dimaknai dengan
perbandingan, berarti ada beberapa obyek paling sedikit dua obyek yang akan
dibandingkan apakah sama, berbeda, ada segi-segi persamaan atau segi-segi
perbedaan. Perbandingan antara dua atau beberapa objek bisa menghasilkan
beberapa makna dalam hal ini perlu dilakukan perbandingan, dalam melakukan
perbandingan bias dilakukan antara satu dengan lainnya, serta dapat dilihat
dari segi materialnya, sifat-sifatnya, kuantitas atau kualitasnya.
Namun
bisa juga dilihat dari segi persamaan, kemiripan, perbedaan dan pertentangan.
Atau bisa pula perbandingan antara satu dengan lainnya dilihat sebagai alat
banding atau alat ukur. Makna perbandingan (komparatif) dengan demikian, bisa
ditarik meluas dan sering pula ditempatkan secara terbatas.
Dilihat
dari asal katanya, “komparatif” sebenarnya ditulis dengan “comparative” ,
berasal dari bahasa Latin “comparatus” yang artinya kemampuan menggunakan
metode untuk mengetahui persamaan atau perbedaan yang ditentukan dengan
pengujian secara simultan dari dua hal atau lebih. Sedangkan “Compare” (selanjutnya
disebut komparasi), adalah menguji karakter atau kualitas (dari dua atau lebih
orang atau sesuatu), terutama untuk mengetahui persamaan dan
perbedaan-perbedaan.
Dalam
kosa kata Arab, Istilah komparatif disebut juga dengan istilah “Muqaranah” yang
artinya perbandingan. Syaltout dan al-Syas mengatakan, muqaranah atau
membandingkan itu adalah jalan untuk mengetahui cara-cara para imam berijtihad
dan juga jalan untuk dapat memilih hukum yang dapat menentramkan jiwa.
Dari
kata komparasi juga memunculkan pembicaraan mengenai qiyas (analogical
deduction). Secara langsung qiyas tidak dapat dipersamakan dengan perbandingan
, akan tetapi dalam perbandingan ada unsure qiyas, dan dalam qiyas ada unsur
penbandingan. Dengan demikian dapat diambil beberapa ketentuan penting dalam
proses menjadikan perbandingan sebagai pendekatan dalam mengkaji suatu masalah,
yaitu: Pertama, dalam perbandingan mesti ada sesuatu yang dibandingkan
(original case) dan kesesuaian untuk diperbandingkan (muqabalaat/mulaqaat).
Kedua, dalam perbandingan terdapat beberapa tujuan utama, yaitu mendapatkan
alasan yang lebih kuat dari beberapa pendapat terhadap suatu masalah : melihat
segi-segi persamaan dari dua atau lebih sasaran (objek) yang belum diketahui
sebelumnya ; melihat segi-segi perbedaan antara satu dengan lainnya; melihat
hubungan antara satu dengan lainnya ; melihat superioritas maupun inferioritas
masing-masing; serta memperluas nilai maupun informasi terhadap sesuatu.
Jadi,
membandingkan adalah menganalisis dua atau lebih variabel melalui beberapa
tahap seperti menginventarisir, mengklasifikasi, mengatur, memperkenalkan
sesuatu yang menjadi objek studi, yang akan diperoleh tidak hanya perbedaannya
tapi juga persamaan yang terdapat di dalamnya, kekhasan masing-masing, dan
tidak jarang mencari kelebihan atau kekurangan antara berbagai hal yang
diperbandingkan tersebut.
Perbandingan
Agama (al-Diraasat fii al-Diyaanat) merupakan sebuah disiplin ilmu yang
didalamnya dilakukan perbandingan antara berbagai agama, menyangkut sejarah
ataupun doktrin, dengan didasarkan pada asas tertentu. Bagi seorang muslim,
Perbandingan Agama harus didasarkan pada asas semangat dan keyakinan atas
kebenaran Islam diatas semua agama. Kita mempelajari Perbandingan Agama untuk
beberapa tujuan antara lain :
1.
Untuk semakin menguatkan keyakinan kita terhadap kebenaran Islam dan kebathilan
agama-agama yang lain.
2.
Untuk bisa menggagas dialog antar agama, dalam rangka dakwah dan kemaslahatan
bersama.
B.
Perbandingan Islam dengan Agama Lain
Mengenai
posisi Islam terhadap agama-agama yang datang sebelumnya dapat dikemukakan
sebagai berikut :
Pertama,
dapat dari ciri khas agama islam yang paling menonjol yaitu bahwa Islam
menyuruh para pemeluknya agar beriman dan mempercayai bahwa seklian agama besar
di dunia yang datang sebelumnya diturunkan dan diwahyukan oleh Allah.
Didalam
Alquran dijunpai ayat-ayat yang menyuruh umat Islam mengakui agama-agama yang
diturunkan sebelumnya sebaigian dari rukun iman.
Berdasarkan
ayat – ayat tersebut terlihat dengan jelas bahwa posisi Islam di antara
agama-agama lainnya dari sudut keyakinan adalah agama yang menyakini dan
mempercayai agama-agama yang dibawa oleh para rasul sebelumnya. Dengan demikian
orang Islam bukah saja beriman keapda Nabi Muhammad SAW. melainkan beriman
kepada semua nabi. menurut ajaran Alquran yang terang benderang, bahwa semua
bangsa telah kedatangan Nabi. tidak ada satu umat, melainkan seorang juru ingat
telah berlalu di kalangan mereka (QS. Faathir, 35:24). Dengan demikian orang
Islam adalah orang yang beriman kepada para nabi dan Kitab Suci dari semua
bangsa.
Kedua,
posisi Islam di antara agama-agama besar di dunia dapat pula dilihat dari ciri
khas agama Islam yang memberinya kedudukan istimewa diantara sekalian agama.
Selain menjadi agama yang terakhir dan yang meliput semuanya, Islam adalah
pernyataaan kehendak Ilahiyang sempurna.
Ketiga,
posisi Islam diantara agama-agama lainya dapat dilihat dari peran yang
dimainkannya. Dalam hubungan ini agama Islam memiliki tugas besar, yaitu (1), mendatangkan
perdamaian dunia dengan membentuk persaudaraan diantara sekalian agama di dunia
dan (2), menghimpun segala kebenaran yang termuat dalam agama yang telah ada
sebelumnya (3), memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh para
penganur agama sebelumnya yang kemudian dimasukkan ke dalam agamanya itu, (4),
mengerjakan kebenaran abadi yang sebelumnya tak pernah diajarkan, berhubung
keadaan bangsa atau umat pada waktu itu masih dalam tarap permulaan dari
tingkat perkembangan mereka dan yang terakhir ialah memenuhi segala kebutuhan
moral dan rohani bagi umat manusia yang selalu bergerak maju.
Keempat,
posisi Islam di antara agama-agama lain dapat pula dilihat dari adanya unsur
pembaruan didalamnya.
Kelima,
Posisi agama Islam terhadap agama-agama lainnya dapat dilihat dari dua sifat
yang yang dimiliki oleh ajaran Islam, yaitu akomodatif dan persuasive.
Kalau
kita perbandingkan agama mana yang benar diantara agama ruhiyah yang ada, maka
sangat mudah membandingkan. Kita tidak bisa membandingkan suatu agama dengan
cara membandingkan tata cara sembahyangnya, cara pakaian, aturan makan dan
aturan-aturan lainnya, tetapi kita bisa simpulkan lewat perbandingan tiga hal
yang mendasari agama itu. Agama yang benar harus memenuhi criteria dibawah,
yaitu sebagai berikut:
1.
Tuhan yang disembah adalah tuhan yang benar, yang mempunyai sifat azali.
2.
Sumber rujukannya (kitab sucinya) dari firman tuhan bukan manusia.
3.
Kitab sucinya terjaga dari campur tangan manusia (riwayatnya mutawatir).
4.
Merupakan agama terakhir dari rangkaian agama-agama yang benar.
Agama Sifat Tuhan Sumber Kitab
Kemutawatiran Agama Terakhir
Islam
Allah (Azali) Wahyu Allah Mutawatir
Terakhir
Kristen
Tuhan+manusia+
Rohkudus
(tak azali) Wahyu Allah+nasehat Paulus Tak Mutawatir Tidak terakhir (ada tanda
kenabian akan datang menyempurnakan)
Katolik
Tuhan+manusia+
Rohkudus
(tak azali) Wahyu Allah+nasehat Paulus Tak Mutawatir Tidak terakhir (ada tanda
kenabian akan datang menyempurnakan)
Kristen
Ortodok Syiria Allah (Azali) Injil
(Wahyu Allah) Tak Mutawatir Tidak terakhir (ada tanda kenabian akan datang
menyempurnakan)
Yahudi
Yahweh (Allah) Taurat dan Talmud (dari
rabi/ulama yahudi) Tak Mutawatir Tidak terakhir (ada tanda kenabian akan datang
menyempurnakan)
Budha
Sidarta Gautama, Banyak dewa,
(manusia; tak azali) Nasehat Budha Tak Mutawatir Tidak terakhir (ada tanda
kenabian akan datang menyempurnakan)
Hindu
Banyak dewa , (tak azali)
Tripitaka (tidak jelas perkataan manusia siapa) Tak Mutawatir Tidak terakhir
(ada tanda kenabian akan datang menyempurnakan)
Kong Hu
Cu Tidak menjelaskan konsep
tuhan (boleh dewa-dewa; tak azali) Nasihat
Kong Fu
Tse Tak Mutawatir Tidak
terakhir (ada tanda kenabian akan datang menyempurnakan)
B. 1.
Perbandingan antara Yahudi dan Islam
1.
Agama Yahudi hanya diperuntukkan bagi umat Yahudi saja, sedangkan Islam
diperuntukkan bagi seluruh umat manusia.
2.
Agama Yahudi hanya berlaku sejak zaman Nabi Musa sampai datangnya Nabi Isa,
sedangkan Islam berlaku semenjak diutusnya Muhammad saw sampai akhir zaman.
3.
Kitab suci agama Yahudi sudah tidak sebagaimana aslinya, sedangkan kitab suci
umat Islam (Al-Qur’an) akan senantiasa dijaga keasliannya oleh Allah.
4.
Syariat agama Yahudi merupakan syariat yang keras dan lebih mengedepankan aspek
keadilan / ketegasan (karenanya sering disebut sebagai syari’at al-adl,
sedangkan syariat agama Islam merupakan syariat pertengahan antara ketegasan /
keadilan dan kasih sayang.
5. Dari
sisi ketuhanan, agama Yahudi lebih dekat dengan Islam (dibandingkan Kristen).
Namun dari sisi hubungan, Yahudi lebih hebat permusuhannya dengan Islam
(dibandingkan Kristen).
B.2
Perbandingan antara Kristen dan Islam
1.
Agama Kristen hanya diperuntukkan bagi Bani Israel saja, sedangkan Islam
diperuntukkan bagi seluruh umat manusia.
2.
Agama Kristen hanya berlaku sejak zaman Nabi Isa sampai diutusnya Nabi
Muhammad, sedangkan Islam berlaku semenjak diutusnya Muhammad saw sampai akhir
zaman.
3.
Kitab suci agama Kristen sudah tidak sebagaimana aslinya, sedangkan kitab suci
umat Islam (Al-Qur’an) akan senantiasa dijaga keasliannya oleh Allah.
4.
Syariat agama Kristen merupakan syariat yang terlalu lembut dan lebih
mengedepankan aspek kasih sayang (karenanya sering disebut sebagai syari’at
al-fadhl, sedangkan syariat agama Islam merupakan syariat pertengahan antara
ketegasan / keadilan dan kasih sayang.
5. Dari
sisi ketuhanan, agama Kristen lebih jauh dengan Islam (dibandingkan Yahudi).
Namun dari sisi hubungan, Kristen lebih lemah permusuhannya dengan Islam
(dibandingkan Yahudi).
C.
Faktor Perbedaan dan Kesamaan Keyakinan Agama
C.1.
Faktor Perbedaan Agama-Agama
Faktor-faktor
yang menunjukkan perbedaan dan persamaan agama, yaitu
1.
Faktor Kemunculan Agama. Perbedaan agama karena faktor kemunculan, misalnya
jika memahami Agama muncul sebagai tanggapan manusia terhadap penyataan Tuhan
Allah, berbeda dengan pemahaman yang lain [misalnya, agama diturunkan Allah
kepada manusia]. Pada konteks ini, Tuhan Allah lebih dulu menyatakan Diri-Nya
dengan berbagai cara, kemudian manusia menanggapi sesuai sikon hidup dan
kehidupannya. Tanggapan manusia tersebut dapat berupa penyebutan nama Tuhan
yang berbeda-beda sesuai bahasa yang dipakai komunitas; cara-cara berdoa,
memuji, berkorban, menyembah; konsep alasan berbuat baik; hubungan antara
manusia; dan lain-lain.
2.
Faktor Penyebutan Nama Sang Ilahi. Pada agama selalu ada pribadi yang supra
natural yang menjadi pusat serta tujuan penyembahan umat serta sumber segala
sesuatu. Penyebutan nama Sang Ilahi ini biasanya sesuai dengan konteks sosio-kultural
[terutama bahasa] yang ada pada komunitas masyarakat. Misalnya, masyarakat
Timur Tengah Kuno menyebut-Nya dengan sebutan El; masyarakat Yahudi
menyebut-Nya dengan sebutan Tuhan [Yhwh]; masyarakat Arab menyebut-Nya sebagai
Allah; masyarakat Yunani menyebut-Nya sebagai Theos; masyarakat berbahasa
Inggris menyebut-Nya sebagai God; bahkan ada kelompok masyarakat yang
menyebut-Nya dengan sebutan Debata, Deo, Gusti, Dewa, Sang Hyang, dan
lain-lain. Dalam banyak hal, perbedaan penyebutan nama, diikuti dengan
cara-cara atau bentuk penyembahan. Misalnya, cara menyembah kepada El tentu
saja sangat berbeda dengan pola penyembahan kepada Debata; ataupun cara
menyembah kepada TUHAN, tentu saja berbeda ketika membawa korban untuk para
kepada Dewa/i; dan seterusnya.
3.
Faktor Perbedaan Memaknai Kata Agama. Pemahaman tentang kata agama tidak lagi
terbatas pada maknanya [yaitu tidak kacau], tetapi telah diisi dengan berbagai
muatan yang memperkaya pengertiannya. Agama tidak lagi dimengerti sebagai pagar
pembatas sehingga tidak kacau ketika menyembah Ilahi, namun diisi penuh dengan
unsur-unsur yang membuat perbedaan satu sama lain, [lihat Aneka Pengertian
Agama]. Misalnya, jika agama dimengerti sebagai cara-cara yang dilakukan
manusia ketika menyembah sesuatu yang dipercayai berkuasa terhadap hidup dan
kehidupan manusia serta alam semesta; maka perbedaan agama terletak pada
cara-cara penyembahan yang dilakukan manusia. Demikian juga, jika agama
dipahami sebagai yang diturunkan Allah, maka akan berbeda dengan pemahaman
bahwa agama merupakan upaya manusia menanggapi penyataan Tuhan, ataupun sebagai
salah satu hasil kebudayaan, dan seterusnya.
4.
Faktor Pengaruh Luar ke dalam Ajaran Agama. Harus diakui bahwa ajaran-ajaran
agama telah berkembang menjadi sesuatu yang bernilai sakral. Umat beragama atau
para penganutnya memahami dan mengikuti ajaran-ajaran tersebut sebagai
kata-kata atau Firman dari Sang Maha Suci yang mereka sembah. Oleh sebab itu,
sepatutnya ajaran-ajaran agama imun dari pengaruh apapun. Akan tetapi dalam perkembangannya,
ternyata umat beragama [terutama para pemimpim keagamaan] membuka diri terhadap
berbagai hal dan memasukannya sebagai bagian ajaran agama. Hal-hal yang sangat
berpengaruh pada ajaran agama adalah
a.
Demikian juga pengaruh kekuasaan politik ke dalam ajaran-ajaran agama. Ajaran
agama yang seharusnya melintasi batas-batas yang dibangun manusia [termasuk
perbedaan politik], menjadi sangat rentan terhadap pengaruh dan tujuan politik
dan kekuasaan. Dalam hal ini, umat beragama menggunakan agama sebagai alat
legitimasi untuk mendapat kedudukan dan berkuasa terhadap manusia yang lain.
b.
Pengaruh lain pada agama adalah faktor sejarah agama-agama [Sejarah Penyebaran
Agama dan Sejarah Masuknya Agama] ke dalam komunitas masyarakat. Indonesia
sebagai contoh, ± tahun 400 Masehi, telah ada komunitas Kristen [dari Gereja
Khaldea Timur] di Pancur [Sumatera Utara Bagian Barat]. Komunitas ini mengalami
berbagai rintangan intern dan ekstern, sehingga tidak berkembang dan hilang.
Kemudian, masuknya agama Islam; serta Katolik dan Protestan seiring dengan
mobilitas bangsa-bangsa Eropah [dengan berbagai kepentingan] ke Asia, termasuk
Nusantara. Karena berbagai kepentingan politis serta alasan tertentu, terjadi
pengaburan, penutupan, penghilangan, fakta-fakta sejarah sesuai kepentingan
kekuasaan. Akibatnya, ada agama yang dianggap asli milik rakyat dan
diindentifikasikan dengan suatu kelompok suku serta sub-suku. Kemudian, ada
agama disebut sebagai agama pendatang, agama asing, bahkan agama kolonial.
Indentifikasi agama sebagai salah satu indentitas komunitas masyarakat suku
serta sub-suku seperti itulah, membawa dampak perbedaan pada umat beragama.
Jadi, bukan saja agama itu sendiri yang berbeda, tetapi manusia yang beragama
itupun mempunyai perbedaan. Dengan adanya perbedaan seperti ini, maka sangat
rentan terjadinya konflik antar umat beragama. Misalnya, jika terjadi
pertikaian antara anggota suku atau sub-suku yang [yang kebetulan berbeda
agama], maka akan mudah terprovokasi menjadi konflik antar umat beragama. Bahkan
ada agama memakai konflik masa lalu [pada konteks ruang dan waktu atau masa
lalu di luar Indonesia] sebagai bagian perbedaan pada masa kini.
c.
Unsur-unsur atau hasil kebudayaan serta adat istiadat. Misalnya, pakaian dan
cara berpakaian, yang tadinya merupakan kebiasaan pada suatu bangsa, suku,
sub-suku, ataupun komunitas masyarakat tertentu, dimasukkan sebagai busana
keagamaan; corak tempat [gedung] ibadah, yang merupakan hasil karya manusia,
diidentifikasikan sebagai bentuk milik agama tertentu; bahasa-bahasa [termasuk
istilah-istilah] rakyat disamakan dengan bahasa keagamaan dan tidak boleh
dipakai oleh agama lain.
Dengan
demikian, faktor-faktor luar tersebutlah yang membuat agama berbeda; atau lebih
tepatnya menjadikan umat beragama semakin berbeda satu sama lain.
5.
Faktor Ikon atau Lambang Keagamaan. Agama sebagai pengembangan dari bentuk
penyembahan sederhana dalam komunitas suku dan sub-suku, juga mempunyai
benda-benda sebagai lambang keagamaan. Lambang-lambang keagamaan tersebut
digunakan sebagai tanda atau indentitas yang membedakan agama-agama; dan
kadangkala diberlakukan sebagai benda suci serta sakral yang harus dihormati
oleh umat beragama. Misalnya, salib hanya digunakan dalam agama Kristen; gambar
bulan-bintang serta aksara Arab, hanya digunakan oleh agama Islam; gambar atau
lambang Kaabah, hanya digunakan dalam agama Islam; rosario hanya digunakan pada
agama Kristen Katolik; demikian juga tasbih, hanya digunakan dalam agama Islam,
dan lain-lain. Namun, lambang-lambang keagamaan digunakan oleh umat beragama
bukan sekedar sebagai tanda beragama, melainkan simbol-simbol perbedaan dalam
hidup dan kehidupan sehari-hari.
6.
Faktor Sosiologi Agama. Dari sudut pandang sosiologi, agama adalah suatu sistem
dan fenomena sosial yang dipraktekkan oleh penganut-penganutnya dalam hidup dan
kehidupan masyarakat. Agama hanya sekedar sistem sosial pada ruang lingkup
tertentu dalam masyarakat. Jadi, jika di dunia terdapat banyak komunitas
masyarakat yang karakteristiknya bermacam-macam, maka ada juga aneka ragam
sistem sosial di dalamnya. Karena agama sebagai sistem sosial, maka tentu saja
selalu mempunyai perbedaan satu dengan yang lain.
Berdasarkan
pandangan seperti ini, maka agama Kristen yang muncul di Palestina [di tengah
sistem sosial masyarakat Palestina], tentu saja berbeda dengan Islam di jazirah
Arab [yang muncul di tengah-tengah sistem sosial masyarakat Arab]; atau berbeda
juga dengan agama Hindu dan Budha di India, serta berbeda pula dengan Kong Hu
Cu di China, dan seterusnya.
Agama
muncul di tengah keragaman lingkungan sosial masyarakat. Dengan demikian, tidak
menutup kemungkinan, bahwa keragaman tersebut mempengaruhi agama [dan saling
mempengaruhi satu sama lain]. Ketika agama berkembang melintasi batas-batas geografis
dan budaya, maka pengaruh-pengaruh [ketika agama muncul] tersebut ikut
tersebar.
C.2.
Faktor Persamaan Agama-Agama
Di
samping perbedaan itu, ada banyak hal yang menunjukkan kesamaan agama-agama.
Kesamaan tersebut bukan sekedar pada arti kata agama, melainkan menyangkut
hal-hal lain yang lebih spesifik. Faktor-faktor persamaan agama-agama antara
lain:
1.
Persamaan Tujuan Penyembahan. Hampir semua agama [terutama Yahudi, Katolik,
Kristen, Islam, sering disebut sebagai agama-agama samawi] menyatakan bahwa
mereka menyembah Tuhan Allah Yang Maha Esa [penyebutan Tuhan Allah Yang Maha
Esa dalam bahasa Indonesia ini, tentu saja berbeda jika mengunakan
bahasa-bahasa lain]. Agama-agama [misalnya Yahudi, Katolik, Kristen, Islam]
mengakui dan mengajarkan adanya TUHAN Allah Yang Maha Esa; Ia adalah pribadi
Yang Maha Kuasa serta sumber segala dan mengatur segala sesuatu. Umat beragama
menyebut Tuhan Allah Yang Maha Esa tersebut sesuai dengan bahasa serta konteks
hidup dan kehidupan mereka masing-masing, misalnya El; Tuhan, Allah, Theos,
God, Debata, Deo, Gusti, Dewa, Sang Hyang, dan lain-lain.
2.
Hampir semua agama [dalam persamaannya] mengajar adanya Tuhan, Allah yang Maha
Kuasa, Allah Yang Maha Esa. Ia adalah Pribadi yang Maha Kuasa dan Maha Esa,
maka manusia yang menyembah-Nya tidak bisa membatasi kemahakuasaan dan
keesaan-Nya. Karena kemahakuasaan dan keesaan itu, Ia bisa dikenal, disapa,
disembah, dipuji, dihormati, oleh umat beragama sesuai konteksnya
masing-masing. Jadi, umat beragama tidak bisa menyatakan bahwa hanya dalam
agamanyalah, mereka menyembah Yang Esa dan Maha Kuasa itu; karena Ia yang Maha
Kuasa dan Maha Esa adalah milik semua agama dan disembah oleh segenap umat
beragama.
3.
Persamaan Memaknai Makna Agama. Makna paling sederhana dari agama adalah tidak
kacau. Makna tersebut diakui oleh semua agama. Walaupun ada pengembangan makna
[sesuai sikon umat beragama], namun semuanya menunjukkan bahwa agama mengatur
hubungan manusia dengan TUHAN Allah Yang Maha Esa serta sesamanya. Pemaknaan
agama yang sama bukan berarti menyamakan ajaran, formula, credo, serta
cara-cara penyembahan pada agama-agama. Walaupun ada persamaan makna agama
dalam agama-agama, tetapi ada hal-hal esensial yang memang tetap berbeda serta
dipertahankan perbedaanya. Misalnya, setiap agama mempunyai Kitab Suci yang
berbeda; cara atau tata ibadah yang berlainan; tempat beribadah yang tidak
sama, dan lain sebagainya.
4.
Persamaan pengakuan bahwa Tuhan Allah adalah pencipta. Agama-agama, mengakui
bahwa ada kekuatan supra natural, dan tidak terjangkau oleh akal budi. Ia
adalah penyebab utama adanya hidup dan kehidupan manusia serta segala sesuatu.
Ia yang disembah tersebut sekaligus merupakan Pencipta segala sesuatu. Sebagai
Pencipta, Ia mendapat tempat istimewa dalam hidup dan kehidupan manusia.
Semuanya itu, menyadarkan manusia bahwa dirinya ada karena Sang Pencipta, yaitu
Tuhan Allah. Oleh sebab itu, manusia mempunyai keterkaitan erat dengan Tuhan
Allah. Bahkan ada agama yang mengajarkan bahwa, jika TUHAN Allah sebagai
Pencipta segala sesuatu, maka Ia pun menciptakan agama untuk manusia.
5.
Persamaan Sasaran Pelayanan. Semua agama mempunyai pengikut,yang disebut umat
beragama. Umat beragama adalah kumpulan orang yang menjadi pengikut salah satu
agama. Hanya manusia [bukan flora dan fauna] yang bisa menjadi umat beragama.
Ini berarti ada kesamaan universal semua agama yaitu sama-sama melayani umat
manusia. Agama bisa menghantar manusia agar bebas dari kemiskinan dan
kebodohan, membangun demokrasi, menegakkan keadilan serta memperjuangkan hak asasi
manusia, dan lain-lain
6.
Agama-agama harus menghormati dan menghargai semua umat manusia sebagai ciptaan
Tuhan Allah. Ini berarti agama tidak boleh membagi manusia menurut perbedaan
kaya-miskin, kedudukan-derajat dalam masyarakat, bahkan membuang dan meniadakan
sentimen gender. Semua manusia, walaupun berbeda agama dan cara penyembahan,
mempunyai kesamaan dan perbedan yang universal, tetapi sama kedudukannya di
hadapan Tuhan. Di samping melayani umat manusia, agama mempunyai kesempatan
untuk menata hidup dan kehidupan. Pada konteks ini, institusi keagamaan memberi
kebebasan kepada umat agar melakukan berbagai hal untuk pengembangan ilmu,
teknologi, seni, dan lain-lain. Misalnya, pada suatu lembaga atau institusi
pengembangan iptek, di dalamnya bekerja orang-orang yang berbeda agama; mereka
harus bekerja sama, dengan tanpa mengutamakan perbedaan Agama, untuk kemajuan
institusi atau lembaga tersebut. Hal sama juga, pada lembaga atau institusi
pemerintah yang melayani atau berurusan dengan masyarakat dengan pelbagai
perbedaan termasuk agamanya. Umat beragama yang bertindak atau berfungsi
sebagai aparat pemerintah, tidak boleh memudahkan [ataupun menyulitkan]
seseorang atau masyarakat yang kebetulan berbeda agama dengannya.
7.
Persamaan Ajaran Moral. Agama mengharapkan umatnya mempunyai moral yang baik
dan benar di tengah masyarakat. Misalnya, tidak bertindak kriminal ataupun
kekerasan. Hal seperti itu hanya bisa terjadi jika umat mendapat ajaran moral,
kemudian mengaplikasikannya pada hidup dan kehidupannya. Ajaran moral pada
agama-agama menghantar umatnya menghargai dan menghormati sesama manusia
walaupun berbeda agama. Agama-agama selalu mengajarkan cinta kasih, saling
tolong menolong, berbuat baik, dan lain-lain dalam rangka membangun kebersamaan
serta persatuan sebagai bangsa dan negara.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas maka kita dapat menari kesimpulan bahwasanya Dalam kosa kata
Arab, Istilah komparatif disebut juga dengan istilah “Muqaranah” yang artinya
perbandingan. Syaltout dan al-Syas mengatakan, muqaranah atau membandingkan itu
adalah jalan untuk mengetahui cara-cara para imam berijtihad dan juga jalan
untuk dapat memilih hukum yang dapat menentramkan jiwa.
Perbandingan
Agama (al-Diraasat fii al-Diyaanat) merupakan sebuah disiplin ilmu yang
didalamnya dilakukan perbandingan antara berbagai agama, menyangkut sejarah
ataupun doktrin, dengan didasarkan pada asas tertentu. Bagi seorang muslim,
Perbandingan Agama harus didasarkan pada asas semangat dan keyakinan atas
kebenaran Islam diatas semua agama. Kita mempelajari Perbandingan Agama untuk
beberapa tujuan antara lain :
3.
Untuk semakin menguatkan keyakinan kita terhadap kebenaran Islam dan kebathilan
agama-agama yang lain.
4.
Untuk bisa menggagas dialog antar agama, dalam rangka dakwah dan kemaslahatan
bersama.
DAFTAR
PUSTAKA
Nata,
Abuddin. 2006.Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Baharuddin
dan Buyung Ali Sihombing. 2005. Metode Studi Islam. Bandung: Citapustaka Media
Joachim
Wach. Ilmu Perbandingan Agama.1996. terjemahan Jamannuri. Jakarta:Rajawali
Press
Mukti
Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia. 1992. Bandung: Mizan
Category: Makalah
0 komentar