PERAN, FUNGSI DAN PROBLEMATIKA MASJID
MASJID
DAN PERMASALAHANNYA (PERAN
DAN FUNGSI MASJID SERTA PROBLEMATIKANYA)
Dosen Pembimbing : H. M. Emnis Anwar Lc., MA dan Fachru Rozi Amir S.Ag., M.Ag
Disusun oleh : Wandi Budiman : F.1010297
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN
STUDI ISLAM
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR 2011
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR 2011
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Masjid
bukan sekedar tempat sujud sebagaimana makna harfiahnya, tetapi memiliki
beragam fungsi. Menurut pakar kebudayaan Islam asal Palestina itu, sejak zaman
Nabi Muhammad Saw. masjid tidak hanya berfungsi hanya sebagai tempat ritual
murni (ibadah mahdah seperti shalat dan itikaf. Masjid Nabawi juga berfungsi
sebagai pusat pemerintahan, sentra pendidikan, markas militer dan bahkan lahan
sekitar masjid pernah dijadikan sebagai pusat perdagangan..
Rasulullah
menjadikan masjid sebagai sentra utama seluruh aktivitas keummatan. Baik untuk
kegiatan pendidikan yakni tempat pembinaan dan pembentukan karakter sahabat
maupun aspek-aspek lainnya termasuk politik, strategi perang hingga pada bidang
ekonomi, hukum, sosial dan budaya. Pendek kata, masjid difungsikan selain
sebagai pusat kegiatan ibadah rilual juga dijadikan tempat untuk melaksanakan
ibadah muamalah yang bersifat sosial.
B.
Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini, penyusun membuat rumusan masalah sebagai barikut:
- Apa
Pengertian dari Masjid
- Apa
Fungsi Masjid di Jaman Nabi
- Apa
Fungsi Masjid di Jaman Sekarang
-
Problematika Masjid di jaman Sekarang
-
Bagaimana solusi dari problematika tersebut
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagi berikut:
1.
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Masa Khulafa’ Rossidin
2.
Untuk memperdalam wawasan keilmuan mengenai Masjid
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Masjid
Masjid
berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada
berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram. Kata
masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum
Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau
"tempat sembahan".
Kata
masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata
mezquita dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi populer dan
dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.
Masjid
berasal dari kata sajada yang artinya tempat sujud atau tempat menyembah Allah
swt. Secara teknis sujud (sujudun) adalah meletakkan kening ke tanah. Secara
maknawi, jika kepada Tuhan sujud mengandung arti menyem-bah, jika kepada selain
Tuhan, sujud mengandung arti hormat kepada sesuatu yang dipandang besar atau
agung. Sedangkan sajadah dari kata sajjadatun menga-ndung arti tempat yang
banyak dipergunakan untuk sujud, kemudian mengerucut artinya menjadi selembar
kain atau karpet yang dibuat khusus untuk salat orang per orang.
Oleh
karena itu karpet masjid yang sangat lebar, meski fungsinya sama tetapi tidak
disebut sajadah. Adapun masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan
arti khusus. Masjid dalam arti umum adalah semua tempat yang digun-akan untuk
sujud dinamakan masjid. Setiap muslim boleh melakukan salat diwil-ayah manapun
terkecuali di atas kuburan di tempat-tempat najis dan tempat yang menurut
syariat islam tidak sesuai untuk dijadikan solat.
Rassullullah
saw bersabda:
“Setiap
bagian dari bumi Allah adalah tempat sujud (masjid”) (HR. Muslim)
Pada
hadis yang lain Pasululah bersabda pula: “Telah
dijadikan bagi kita bumi ini sebagai tempat sujud dan keadaannya bersih”. (HR.
Muslim)
Hadits
yang yang lain diriwayatkan oleh Bukhari: 323 dan selainnya dari Jabir bin
Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku
diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumku: aku
dimenangkan dengan perasaan takut yang menimpa musuhku dengan jarak sebulan
perjalanan, bumi dijadikan bagiku sebagai mesjid dan suci, siapa pun dari
umatku yang menjumpai waktu shalat maka shalatlah….” (HR.Bukhari)
Sedangkan
masjid dalam pengertian khusus adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus
untuk menjalankan ibadah, terutama salat berjamaah. Pengertian ini juga
mengerucut menjadi, masjid yang digunakan untuk salat Jum'at disebut Masjid
Jami`. Karena salat Jum`at diikuti oleh orang banyak maka masjid Jami` biasanya
besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan untuk salat lima waktu, bisa di
perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat umum, dan biasanya tidak
terlalu besar atau bahkan kecil sesuai dengan keperluan, disebut Musholla,
artinya tempat salat. Di beberapa daerah, musholla terkadang diberi nama
langgar atau surau.
Jika menengok
sejarah Nabi, ada tujuh langkah strategis yang dilakukan oleh Rasul dalam
membangun masyarakat Madani di Madinah.
(1)
mendirikan Masjid,
(2)
mengikat persaudaraan antar komunitas muslim,
(3)
Mengikat perjanjian dengan masyarakat non Muslim,
(4) Membangun
sistem politik (syura),
(5)
meletakkan sistem dasar ekonomi,
(6)
membangun keteladanan pada elit masyarakat, dan
(7)
menjadikan ajaran Islam sebagai sistem nilai dalam masyarakat.
Ketika
Nabi memilih membangun masjid sebagai langkah pertama membangun masyarakat
madani, konsep masjid bukan hanya sebagai tempat salat, atau tempat
berkumpulnya kelompok masyarakat (kabilah) tertentu, tetapi masjid sebagai
majlis untuk memotifisir atau mengendalikan seluruh masyarakat (Pusat
Pengendalian Masyarakat). Secara konsepsional masjid juga disebut sebagai Rumah
Allah (Baitullah) atau bahkan rumah masyarakat (bait al jami`).
B.
Fungsi Masjid
B.1.
Fungsi Masjid di Masa Nabi
Masjid
di masa Rasulullah saw bukan hanya sebagai tempat penyaluran emosi religius
semata ia telah dijadikan pusat aktivitas umat. Hal-hal yg dapat direkam
sejarah tentang fungsi masjid di antaranya
1.
Tempat latihan perang. Rasulullah saw mengizinkan ‘Aisyah menyaksikan dari
belakang beliau orang-orang Habasyah berlatih menggunakan tombak mereka di
Masjid Rasulullah pada hari raya.
2.
Balai pengobatan tentara muslim yang terluka. Sa’d bin Mu’adz terluka ketika
perang Khandaq maka Rasulullah mendirikan kemah di masjid.
3.
Tempat tinggal sahabat yang dirawat.
4.
Tempat menerima tamu. Ketika utusan kaum Tsaqif datang kepada Nabi saw beliau
menyuruh sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat perjamuan mereka.
5.
Tempat penahanan tawanan perang. Tsumamah bin Utsalah seorang tawanan perang
dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum perkaranya
diputuskan.
6.
Pengadilan. Rasulullah menggunakan masjid sebagai tempat penyelesaian
perselisihan di antara para sahabatnya.
7.
Selain hal-hal di atas masjid juga merupakan tempat bernaungnya orang asing
musafir dan tunawisma. Di masjid mereka mendapatkan makan minum pakaian dan
kebutuhan lainnya. Di masjid Rasulullah menyediakan pekerjaan bagi penganggur
mengajari yang tidak tahu menolong orang miskin mengajari tentang kesehatan dan
kemasyarakatan menginformasikan perkara yang dibutuhkan umat menerima utusan
suku-suku dan negara-negara menyiapkan tentara dan mengutus para da’i ke
pelosok-pelosok negeri.
8.
Masjid Rasulullah saw adalah masjid yg berasaskan taqwa. Maka jadilah masjid
tersebut sebuah tempat menimba ilmu menyucikan jiwa dan raga. Menjadi tempat
yang memberikan arti tujuan hidup dan cara-cara meraihnya. Menjadi tempat yg
mendahulukan praktek kerja nyata sebelum teori. Sebuah masjid yang telah
mengangkat esensi kemanusiaan manusia sebagai hamba terbaik di muka bumi.
Yang
lebih strategis lagi, pada zaman Rasul, masjid adalah pusat pengem-bangan
masyarakat dimana setiap hari masyarakat berjumpa dan mendengar arahan-arahan
dari Rasul tentang berbagai hal, prinsip- prinsip keberagamaan, tentang sistem
masyarakat baru, juga ayat-ayat Qur'an yang baru turun. Di dalam masjid pula
terjadi interaksi antar pemikiran dan antar karakter manusia. Azan yang
dikumandangkan lima kali sehari sangat efektif mempertemukan masyarakat dalam
membangun kebersamaan
Bersamaan
dengan perkembangan zaman, terjadi ekses-ekses dimana bisnis dan urusan duniawi
lebih dominan dalam pikiran dibanding ibadah meski di dalam masjid, dan hal ini
memberikan inspirasi kepada Umar bin khattab untuk membangun fasilitas di dekat
masjid, dimana masjid lebih diutamakan untuk hal-hal yang jelas makna
ukhrawinya, sementara untuk berbicara tentang hal-hal yang lebih berdimensi
duniawi, Umar membuat ruang khusus di samping masjid. Itulah asal usulnya
sehinga pada masa sejarah Islam klassik (hingga sekarang), pasar dan sekolahan
selalu berada di dekat masjid.
B.2.
Fungsi Masjid di Masa Kini
Masjid
dimasa kini memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam kehidupan umat Islam,
beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai tempat beribadah, Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud,
maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui
bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas
kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridha Allah, maka fungsi Masjid
disamping sebagai tempat shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas
sesuai dengan ajaran Islam.
2.
Sebagai tempat menuntut ilmu, Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar
mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ain bagi umat Islam.
Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora,
keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.
3.
Sebagai tempat pembinaan jamaah, Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid
berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan
umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Tamir
Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan dawah islamiyahnya.
Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.
4.
Sebagai pusat dawah dan kebudayaan Islam, Masjid merupakan jantung kehidupan
umat Islam yang selalu berdenyut untuk menyebarluaskan dawah islamiyah dan
budaya islami. Di Masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan
dan dikembangkan dawah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan
masyarakat. Karena itu Masjid, berperan sebagai sentra aktivitas dawah dan
kebudayaan.
5.
Sebagai pusat kaderisasi umat, Sebagai tempat pembinaan jamaah dan kepemimpinan
umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah
dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu pembinaan kader
perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih kecil sampai
dewasa. Di antaranya dengan Taman Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid
maupun Tamir Masjid beserta kegiatannya.
6.
Sebagai basis Kebangkitan Umat Islam, Abad ke-lima belas Hijriyah ini telah
dicanangkan umat Islam sebagai abad kebangkitan Islam. Umat Islam yang sekian
lama tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban dunia berusaha untuk
bangkit dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam dikaji dan ditelaah
dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi, politik, budaya, sosial dan
lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk diaplikasikan dan dikembangkan dalam kehidupan
riil umat. Menafasi kehidupan dunia ini dengan nilai-nilai Islam. Proses
islamisasi dalam segala aspek kehidupan secara arif bijaksana digulirkan.
7. Umat
Islam berusaha untuk bangkit. Kebangkitan ini memerlukan peran Masjid sebagai
basis perjuangan. Kebangkitan berawal dari Masjid menuju masyarakat secara
luas. Karena itu upaya aktualisasi fungsi dan peran Masjid pada abad lima belas
Hijriyah adalah sangat mendesak (urgent) dilakukan umat Islam. Back to basic,
Back to Masjid.
Suryo
AB (AlTasamuh-2003) mengatakan Di era kebangkitan umat saat ini. fungsi dan
peran masjid mulai diperhitungkan. Setidaknya ada empat fungsi dan peran masjid
dalam memanajemen potensi umat
1.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Saal ini sumber daya manusia menjadi salah satu
ikon penting dari proses peletakan batu pertama pembangunan umat. Proses menuju
ke arah pemberdayaan umat dimulai dengan pendidikan dan pemberian
pelatihan-pelatihan.
2.
Pusat Perekonomian Umat. Koperasi dikenal sebagai soko guru perekonomian
Indonesia. Namun dalam kenyataannya justru koperasi menjadi barang yang tidak
laku. Terlepas dari berbagai macam alasan mengenai koperasi, tak ada salahnya
bila masjid mengambil alih peran sebagai koperasi yang membawa dampak positif
bagi umat dilingkungannya.
3.
Pusat Penjaringan Potensi Umat. Masjid dengan jamaah yang selalu hadir sekedar
untuk menggugurkan kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan,
ratusan, bahkan ribuan orangjumlah-nya. Ini bisa bermanfaat bagi berbagai macam
usia, beraneka profesi dan tingkat (strata) baik ekonomi maupun intelektual,
bahkan sebagai tempat berlangsungnya akulturasi budaya secara santun.
4.
Pusat Kepustakaan. Perintah pertama Allah kepada Nabi Muhammad adalah "membaca".
Dan sudah sepatutnya kaum muslim gemar membaca, dalam pengertian konseptual
maupun kontekstual. Saat ini sedikit sekali dijumpai dari kalangan yang
dikategorisasikan sebagai golongan menengah pada tataran intelektualnya (siswa,
mahasiswa, bahkan dosen dan ustadz) mempunyai hobi membaca.
Secara
umum pengelolaan Masjid kita masih memprihatinkan. Apa kiranya solusi yang bisa
dicoba untuk ditawarkan dalam mengaktualkan fungsi dan peran Masjid di era
modern. Hal ini selayaknya perlu kita pikirkan bersama agar Masjid dapat
menjadi sentra aktivitas kehidupan umat kembali sebagaimana telah ditauladankan
oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama para sahabatnya.
Pada
masa sekarang Masjid semakin perlu untuk difungsikan, diperluas jangkauan aktivitas
dan pelayanannya serta ditangani dengan organisasi dan management yang baik.
Tegasnya, perlu tindakan meng-aktualkan fungsi dan peran Masjid dengan memberi
warna dan nafas modern.
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ
مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ
وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Artiny:
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat
dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah
orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat
petunjuk”. (QS Attaubah ayat 18).
Pengertian
Masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kebudayaan Islam telah memberi warna
tersendiri bagi umat Islam modern. Tidaklah mengherankan bila suatu saat, insya
Allah, kita jumpai Masjid yang telah dikelola dengan baik, terawat kebersihan,
kesehatan dan keindahannya. Terorganisir dengan management yang baik serta
memiliki tempat-tempat pelayanan sosial seperti, poliklinik, Taman Pendidikan
Al Quraan, sekolah, madrasah diniyah, majelis ta’lim dan lain sebagainya
C.
Peran Masjid
C.1.
Masjid sebagai Sumber Aktifitas
Peranan
masjid tidak hanya menitik beratka pada aktifitas akhirat saja tetapi
mempadukan antara aktivitas ukhrawi dan aktivitas duniawi. Dalam
perkemba-ngannya yang terakhir, masjid mulai memperlihatkan aktivitas
oprasional menuju keragaman dan kesempurnaan kegiatan. Pada garis besarnya
oprasionalisasi masjid menyangkut:
a.
Aspek Hissiyah (bangunan)
Dalam
masalah bangunan fisik masjid, islam tidak menetukan dan mengturnya. Artinya
umat islam diberikan kebebasan sepanjang bangunan masjid itu berperan sebagai
rumah ibadah dan pusat kegiatan jamaah/umat, bukan hanya menitik beratkan
kepada aspek kemegahan saja.
Nabi
bersabda:
”Masjid-masjid
dibangun megah, tetapi sepi dari pelaksanaan petunjuk Allah”. (HR. Baihaqi)
b.
Aspek Maknawiyah (tujuan)
Pada
masa Rasulullah, pembangunan masjid mempunyai dua tujuan, yaitu:
1.
Masjid dibangun atas dasar taqwa dengan melibatkan masjid sebagai pusat ibadah
dan pusat pembinaan umat islam.
Allah
berfirman dalam surat At-Taubah ayat 108
لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ
أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ
رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
Artinya:
”Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya
mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah
lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang
yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bersih”. (QS. At-Taubah: 108)
2.
Masjid dibangun atas dasar permusuhan dan perpecahan dikalangan umat dan
sengaja untuk menghancurkan umat islam
Allah
berfirman dalam surat At-Taubah ayat 107
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا
ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ
حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلا
الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
Artinya:
”Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid
untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan
untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan
orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu[660]. mereka
Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." dan
Allah menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam
sumpahnya)”. (QS. At-Taubah: 107)
c.
Aspek Ijtima’iyah (segala kegiatan)
1.
Lembaga Dakwah dan Bakti Sosial
Kegiatan
dalam bidang dakwah dan bakti sosial dimiliki hapir oleh semua masjid. Kegiatan
dakwah bisa dilihat dalam bentuk pengajian/tablig, diskusi, silaturahmi dan
lain-lain. Kegiatan bakti sosialterwujud dalam bentuk penyantunaan anak yatim,
khitanan masal, zakat fitrah, pemotongan hewan qurban dan lain-lain.
2.
Lembaga Manajemen dan Dana
Pola
masjid kita pada umumnya bercorak tradisional, hanya dibeberapa masjid tertentu
manajemen masjid dapat dilaksanakan secara propesional.
3.
Lembaga Pengelola dan Jamaah
Antara
pengelola dan jamaah terjalin ikatan yang tidak dapat dipisahkandari kegiatan
masjid. Kedua komponen ini merupakan pilar utama yang memungkinkan berlangsungnya
beraneka kegiatan masjid.
Allah
berfirman dalam surat Al-Jin ayat 18
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا
تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
Artinya:
“Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu
menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”. (QS.
Al-Jin:18)
C. 2.
Masjid dalam Arus Informasi Modern
Islam
sebagai agama universan (Kaffah atau menyeluruh)ditaqdirkan sesuai dengan tepat
dan jaman, ia sempurna sebagai sumber dari segala sumber nilai. Dewasa ini kita
memasuki era globalosasi. Era yang ditandai dengan gencarnya pembangunan
menyeluruh dan pemamfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dengan arus
informasi sebagai acuan utamanya.
Dampak
negatif globalisasi sudah banyak kita rasakan contohnya mempermudah penyusupan
budaya asing praktik gaya hidup bebas yang mengakibatkan krisis moral,
lenyapnya rasa gotong royong dan silaturahmi dan lain-lain. Pada sisi lain ia
menghembuskan dampak fositif berupa kesanggupan melahirkan masyarakat yang
kreatif, baik itu krearif dalam berfikir maupun dalam hal berkarya. Jelasnya
manusia bisa mengaktifkan potensi insani dan alaminya. Bagi masjid dampak
fositif ini berarti kesnaggupan meningkatkan wawasan yang luas dan jauh ke
depan. Dengan bekal tersebut setidaknya ada kesiapan dalam mengambil tindakan
ataupun langkah yang tepat dan cepat.
E.
Problematika Masjid
Secara
umum ada dua tipe kecenderungan penyimpangan dalam pengelo-laan masjid-masjid
zaman sekarang. Pertama pengelolaan masjid secara konven-sional. Gerak dan
ruang lingkup masjid dibatasi pada dimensi-dimesi vertikal saja sedang
dimensi-dimensi horizontal kemasyarakatan dijauhkan dari masjid. Indikasi tipe
pengelolaan masjid jenis ini adalah masjid tidak digunakan kecuali untuk shalat
jamaah setelah itu masjid dikunci rapat-rapat. Bahkan terkadang jamaah pun
hanya tiga waktu; Maghrib Isya’ dan Shubuh. Tipe lainnya adalah pengelolaan
masjid yang melewati batasan syara’.
Biasanya
mereka berdalih untuk memberi penekanan pada fungsi sosial masjid tetapi mereka
kebablasan. Maka diselenggarakanlah berbagai acara menyimpang di masjid .
Misalnya pesta pernikahan dengan pentas musik atau tarian perayaan hari-hari
besar Islam dengan ragam acara yang tak pantas diselenggarakan di masjid dan
sebagainya. Mereka lebih mengutamakan dimensi sosial -yang ironinya menabrak
syari’at Islam- dan tidak mengabaikan fungsi masjid sebagai sarana ibadah dalam
arti luas.
Belum
lagi tiap masjid akan mempunyai masalah tersendiri yang berbeda dari masjid
lainnya. Misalnya masjid kurang terurus jarangnya pengurus dan jamaah
sekitarnya yang shalat ke masjid terjadinya perselisihan antar pengurus dalam
menentukan kebijaksanaan masjid yang tidak lagi buka 24 jam dan lain
sebagainya. Nampaknya faktor internallah yang menjadi penyebab utama
terbengkalainya rumah-rumah Allah tersebut.
Beberapa
kendala yang ditemukan dalam upaya menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan
umat dan pengembanagn risalah. kendala ini tidak terjadi begitu saja tanpa penyebab,
baik akibat kesalahan umat kita maupun akibat faktor luar diluar control dan
jangkauan kita. Beberapa penyebab dapat dikemukaakan sebagai berikut:
1.
Perbedaan Pandangan
Polalirasi
umat islam akibat pertikaian politik baik aliran politik zaman mengakibatkan
masjid menjadi salah satu penyebab perbedaan “kami dan kamu”. Sehingga masjid
di Indonesia membuat pengelompokan sendiri ada masjid muhamadiyah, masjid NU,
masjid Alwashiliyah, masjid persisi dan lain lain. Yang lebih aneh lagi dalam
suatu kampung tidak jarang yang memiliki ddua atau tiga buah masjid. Keadaan
ini menimbulkan pemborosan energi ummat islam dalam membangun masjid dengan dan
investasi yang begitu besar, pemborosan karena biaya pengelolaan yang perlu
ditanggung, terkurasnya kekayaan umat, berkurangnya pengembang-an ide, akhirnya
timbul konflik sehingga kekuatan umat islam terbagi menjadi lebih kecil dan
akhirnya melemah dan bermuara pada kelemahan umat islam secara keseluruhan.
Kemungkinan besar pola ini merupakan kesenjangan dan merupakan strategi rapi
dari kalangan penjajah sejak dulu dengan “devide et ampera" atau menguasai
umat islam dan menghancur-kannya dari dalam.
2.
Politis
3.
Faktor Ekonomi
Tingkat
kesejahteraan ekonomi ummat yang masih bergelut dengan kemiskinan juga merupakan
kendala pengembangan masjid sebagai pusat kebudayaan ibadah
4.
Faktor Keahlian
Tingkat
intelektualitas dan keakhlian rata-rata ummat islam pada awalnya memang cukup
menyedihkan, sehingga tidak terfikir bagaimana sebaiknya mengelola masjid
secara professional.
5.
Ketiadaan Perencanaan
Tidak
adanya konsep manajemen termasuk konsep perencanaan tentang fungsi masjid juga
mengurangi optimalisasi masjid.
6.
Jamaah dan Struktur Organisasi
Sulit kadangkala
mengidentifikasi siapa pemilik dan penguasa masjid jugan dapat menjadi kendala.
Setiap orang merasa ikut memiliki masjid, pada saat yang sama setiap orang
merasa tidak bertangggung jawab pada masjid. Keadaan ini menimbulkan kesulitan
dan menentukan siapa mengtur siapa dan siapa yang harus kita dengar.
7.
Pemahaman Fiqih
Bebera
pendapat yang sangat ketat tentang masjid pada masa lalu seperti banyaknya yang
tidak boleh daripada yang boleh. Seperti tidak boleh hiburan, tidak boleh
rebut, anak-anak tidak boleh dibawa kemasjid, tidak boleh pemuda main-main
dimasjid. Sehingga masjid dibiarkan sendiri sebagai pusat ibadah saja, dan
tempat yang soleh saja.
8.
Pengetahuan Umat
Kurangnya
pengetahuan pada konsep islam, khususnya tentang bagaimana peranan masjid dalam
membangun umat, menimbulkan keengganan dalam memenej masjid.
9.
Dominasi Ulama
Aggapan
yang salah dalam mengurus masjid juga memberikan andilnya. Ada anggapan yang
menyatakan masjid hanya boleh diurus oleh para kyai atau mereka yang menguasai
agama, sehingga mereka yang mempunyai potensi dan kemauan tetapi bukan ulama
tidak berani tampil.
Selain
yang di atas ada juga problematika masjid yang lain yaitu:
1.
Pengurus Tertutup
Pengurus
dengan corak kepemimpinan tetutup biasanya tidak peduli terhadap apresiasi
jamaahnya. Mereka mengaggap diri lebih tahu dan bersikap masa bodoh atas usulan
dan pendapat. Apabila pengurus berwatak seperti ini sangat riskan mengharapkan
masjid yang maju dan makmur sesuai dengan fungsinya.
2.
Jemaah Pasif
Dalam
pembangunan ataupun dalm pelaksanaan kegiatan-kegiatan masjid, dukungan dan
partisifasi dari jamaah sangat diharapkan. Dinamika sebuah masjid hanya terjadi
aktif mau peduli, mau berbagi, ringan langkahnya dan sudi berderma. Kebanyakan
jamaah pasif cederung tidak menyimak khutbah khotib ketika salat jum’at. Mereka
malah tidur di masjid; suatu pemandangan meyedihkan tetapi kerap kita jumpai.
3.
Berpihak pada Satu Golongan atau Paham
Pengurus
masjid yang dalam melaksanakan tugas pembangunan ataw kegiatan pelaksanaan
ibadah memihak satu golongan atau paham akan mengakibatkan jemaah itu pasif.
Menolak sikap / paham golongan yang kebetulan tidak sehaluan, disamping tidak
memperlihatkan jiwa besar, juga akan menjadikan kegiatan masjid kehilangan
gairah.
4.
Kegiatan Kurang
Memfungsikan
masjid semata-mata sebagai ibadah solat jum’at otomatis menisbikan inisiatif
untuk menggelorakan kegiatan-kegiatan lain. Masjid hanya ramai dalam seminggu,
di luar jadwal itu barangkali hanya para musafir yang dating untuk salat dan
beristirahat. Masjid seperti ini namanya tetap masjid tapi sugguh jauh dari
status maju apalagi makmur. Masjid “nganggur” semacam ini memerlukan suntikan
program untuk lebih berfungsi.
5.
Tempat Wudhu Kotor
Kurangnya
pemeliharaan mengakibatkan masjid kotor dan rusak. Bila tepat mengambil air
wudlu dan Wc-nya kurang dirawat dan dibersihkan, dari situ meruyak bau yang
menyengat. Bau tidak sedap itu dapat menganggu orang-orang yang hendak
beribadah di masjid.
E.
Solusi Problematika Masjid
Untuk
mengembalikan dan menunaikan risalah masjid seperti dahulu-kala memang tak
semudah membalikkan telapak tangan. Modal utamanya adalah niat yang ikhlas
karena Allah kesungguhan dalam bekerja kemauan dalam berusaha serta mau
menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari dalam maupun dari luar.
Secara umum Allah telah memberikan beberapa kriteria yang amat mendasar yang
harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya risalah masjid.
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ
مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ
وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya
yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah
dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak
takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang
diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS Attaubah
ayat 18).
Merupakan
satu langkah mundur jika kepengurusan masjid diserahkan kepada orang-orang yang
tidak tergolong dalam ayat di atas. Karena itu menggali dan mengkaji kembali
perjalanan sejarah masjid-masjid pada masa Rasulullah dan generasi pertama umat
Islam adalah jalan terbaik untuk merevitalisasi fungsi masjid. Selanjutnya
tidak memilih para pengurus masjid kecuali orang yang dikenal karena ketaqwaan
dan pengabdiannya kepada Islam.
Ramainya
jamaah barometer umum makmurnya sebuah masjid Setiap pengurus masjid hendaknya
memulai dalam mengembalikan fungsi masjid dgn menggalakkan kegiatan shalat
jamaah lima waktu. Hal itu misalnya dengan terlebih dahulu memahamkan
pentingnya shalat berjamaah.
Ibnu
Mas’ud berkata “Dan tidaklah seorang laki-laki berwudhu kemudian ia membaikkan
wudhunya lalu menuju ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah
menulis tiap langkah yg ia langkahkan satu kebaikan untuknya dan Allah
meninggikannya satu derajat serta menghapuskan satu keburukannya karenanya. Dan
sesungguhnya kita telah menyaksikan bahwa tidaklah meninggalkan kecuali seorang
munafik yg tampak jelas kemunafikannya. Dan sesungguhnya dahulu ada seorang
laki-laki yg dipapah oleh dua orang kemudian ia diberdirikan di dalam shaf”.
Dari sini lalu dirutinkan kegiatan ta’lim dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya
sehingga lambat laun masjid kembali menjadi pusat pembinaan masyarakat Islam.
Setiap
problematika yang mucul perlu diatasi sesuai dengan keadaan dan kemampuan
pengurus dan jemaah masjid. Tentu saja tidak semuanya dapat diatasi, tetapi
niscaya ada yang dapat diatasi dengan baik dengan mendahulukan yang lebih
patut. Problematika yang muncul tidak boleh dibiarkan berlarut sehingga
menimbulkan keadaannya semakin parah dan berat. Diantara cara mengatasi
problematika yang dihadapi masjid adalah sebagai berikut:
1.
Musyawarah
Dalam
mengatasi problematiak masjid, antara pengurus dan jemaah mesjid perlu untuk
senantiasa melakukan musyawarah. Melalui musyawarah ini diharapkan berbagai
pemikiran dan pendangan dapat dikemukakan dalam rangka mencari alternatif
pemecahan yang baik. Berbagai kegiatan masjid akan berjalan dengan baik dan
lancar apabila dimusyawarahkan dan dilaksanakan secara bersama-sama.
2.
Keterbukaan
Pengurus
masjid harus bersifat terbuka dan memiliki keterbukaan. Dengan attitude begini,
mereka memiliki kekuatan untuk menggerakan jamaahnya. Jamaah pun akan merasa
ikhlas menyumbangkan pemikiran, senang turut melaksanakan berbagai kegiatan,
dan terlibat dalam mengatasi problematika masjid.interaksi yang demikian akan memajukan
dan memakmurkan masjid.
3.
Kerja sama
Hubungan
dan kerjasama ppengurus dengan jamaah sangat diperlukan dalam mengatasi
berbagai problematika masjid. Tanpa kerjasama masalah tetap tinggal masalah.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa, yang dimaksud masjid adalah tempat
atau bangunan yang dibangun khusus kaum muslimin (orang islam) untuk
menjalankan ibadah kepada Allah swt, terutama salat berjamaah.
Mengingat
telah bergesernya peran dan fungsi masjid, maka optimalisasi fungsi masjid
harus segera dilakukan. Optimalisasi fungsi masjid, baik pada tingkat
Intensifikasi maupun ekstensifikasi, pada gilirannya dapal bermanfaat bagi
pembinaan masyarakat, bukan saja dalam aspek kegiatan ibadah mual tapi juga
bagi pembinaan aspek wawasan sosial, politik dan ekonomi serta wawasan-wawasan
lainnya sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
Isyarat
teologis yang menyatakan bahwa masjid itu adalah Rumah Tuhan sesungguhnya
memberikan makna bahwa masjid tidak lagi mengikat individu sebagai sosok
pemiliknya, lapi merupakan gambaran ko-lektifitas yang terikat pada semangat
ketuhanan yang universal. Pola pembinaan umat yang dilakukan Rasulullah yang
berbasis di masjid hingga kini diikuti oleh pengurus dan pengelola masjid di
seluruh dunia, termasuk di tanah air.
DAFTAR
PUSTAKA
Harahap,
Sofyan Syarfi. 1993. Manajemen Masjid; Suatu Pendekatan Teoritis dan
Organisatoris. Yogyakarta: PT Dana BAkti Wakaf
Ayub,
Moh.E. Mukhsin MK. Ramlan Marjoned. 2001. Manajemen Masjid; Petunjuk Praktis
bagi Para Pengurus. Jakarta: Gema Insani Press
Category: Makalah, Masjid, SERBA-SERBI
0 komentar