KAJIAN KITAB & MIND MAPPING SUNAN AT-TIRMIDZI
LAPORAN KAJIAN KITAB AL-JAMI’ (SUNAN AT-TIRMIDZI)
DAN MIND MAPPING ULUMUL HADITS
Dosen Pembimbing : Fachrur Razi Amir, M.AgDisusun Oleh : Wandi Budiman : F. 1010297
KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN STUDI ISLAM ( FIPSI)
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR 2010
A. Biografi Imam At-Tirmidzi
1. Nasab Beliau
Nama Imam Al – Tirmidzi amat panjang, yakni Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin al-Dhahhak al-Sulami al-Dharir al-Bughi al-Tirmidzi.
2. Tahun dan Tempat Kelahiran
Beliau dilahirkan pada tahun 209 H di desa Tirmidz, sebuah kota kuno yang terletak di pinggiran sungai Jihon (Amoderia), sebelah utara Iran.
3. Sosok Imam At-Tirmidzi
Imam al-Tirmidzi merupakan figur yang cerdas, tangkas, cepat hafal, zuhud, juga wara'. Sebagai bukti kerendahan pribadi, beliau senantiasa mencucurkan air mata, sehingga kedua bola matanya memutih yang berdampak kebutaan pada masa tuanya. Dengan adanya musibah kebutaan inilah beliau juga disebut al-Dharir (yang buta).
Tentang sejak kapan terjadinya musibah kebutaan kedua mata Imam al-Tirmidzi, banyak terjadi silang pendapat. Ada sebagian yang menyatakan beliau buta sejak lahir, sementara ulama yang lain menyatakan ketika usianya mulai senja. Tapi mayoritas ulama sepakat, beliau tidak buta sejak lahir, melainkan musibah itu datang belakangan. Yusuf bin Ahmad al-Baghdadi menuturkan, “Abu Isa mengalami kebutaan pada masa menjelang akhir usianya.”
4. Kekuatan Hafalannya
Abu ‘Isa aat-Tirmizi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesalehan dan ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalannya ialah kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu Dawud, yang berkata:
"Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmizi berkata: Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Makkah, dan ketika itu saya telah menuslis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahwa "dua jilid kitab" itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengan dia, saya memohon kepadanya untuk mendengar hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun.
Demi melihat kenyataan ini, ia berkata: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. ‘Coba bacakan!’ suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang sulit atau garib, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum pernah melihat orang seperti engkau."
5. Pengembaraan Ilmiah
Kakek Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkebangsaan Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz dan menetap di sana. Di kota inilah cucunya bernama Abu ‘Isa dilahirkan. Sejak usia dini, Tirmidzi sudah gemar mempelajari dan mengkaji berbagai disiplin ilmu keislaman, baik fiqh maupun hadits. Dalam rangka mempelajari dan mengkaji ilmu-ilmu inilah, beliau harus mengembara ke berbagai wilayah Islam. Tirmidzi tercatat pernah mengembara ke Khurasan, Iraq, dan Hijaz.
Ada sebuah asumsi yang menyatakan, beliau tidak pernah singgah di Baghdad. Seandainya beliau pernah singgah di sana, niscaya beliau akan berguru pada Sayyid al-Muhadditsin Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241) H). Dan sejarah tidak mencatat bahwa Imam al-Tirmidzi pernah mengambil hadits dari Imam Ahmad bin Hanbal.
Dalam lawatannya itu, Tirmidzi banyak mengunjungi ulama-ulama besar untuk mendengar hadits yang kemudian dihafal dan dicatat untuk kemudian dikumpulkan dalam sebuah kitab yang tersusun secara sistematis. Beliau tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakan secara efektif.
6. Guru-Guru Beliau
Selama perjalanan pengembaraannya, Imam Al-Tirmidzi belajar dari banyak guru. Di antaranya:
1. Ziyad bin Yahya al-Hassani (wafat 254 H),
2. Abbas bin Abd al-`Adhim al-Anbari (wafat 246),
3. Abu Said al-Asyaj Abdullah bin Said al-Kindi (wafat 257),
4. Abu Hafsh Amr bin Ali al-Fallas (wafat 249),
5. Ya`qub bin Ibrahim al-Dauraqi (wafat 252),
6. Muhammad bin Ma`mar al-Qoisi al-Bahrani (wafat 256), dan
7. Nashr bin Ali al-Jahdhami (wafat 250 H).
Imam-imam di atas, selain tercatat sebagai guru-guru Imam al-Tirmidzi, juga tercatat sebagai guru Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam al-Nasai, dan Imam Ibn Majah. Dan hanya sembilan guru inilah yang masing-masing menjadi guru Imam Hadits yang enam.
Selain berguru kepada imam di atas, Imam Al-Tirmidzi sebelumnya juga memiliki beberapa guru, antara lain;
1. Abdullah bin Muawiyah al-Jumahi (wafat 243),
2. Ali bin Hujr al-Marwazi (wafat 244),
3. Suwaid bin Nashr bin Suwaih al-Marwazi (wafat 240),
4. Qutaibah bin Said al-Tsaqafi Abu Raja (wafat 240),
5. Abu Mush`ab Ahmad bin Abi Bakr al-Zuhri al-Madani (wafat 242),
6. Muhammad bin Abdul al-Malik bin Abi al-Syawarib (wafat 244), I
7. brahim bin Abdullah bin Hatim al-Harawi (wafat 244), dan
8. Ismail bin Musa al-Fazari al-Suddi (wafat 245). At – Tirmidzi juga belajar kepada:
9. Imam al-Bukhari,
10. Imam Muslim, dan
11. Imam Abu Dawud.
7. Murid-Murid Beliau
Karena kehebatannya dalam disiplin ilmu hadits, tak pelak lagi, banyak orang yang ingin menyerap dan mengkaji kedalaman pengetahuannya dengan menjadi muridnya. Mereka yang tercatat mengambil hadits dari Imam al-Tirmidzi di antaranya:
1. Makhul bin al Afdhal,
2. Muhammad bin Mahmud Anbar,
3. Hammad bin Syakir, Abd bin muhammad al-Nafsiyyun,
4. al-Haisam bin Kulaib al-Syasyi, dan
5. Ahmad bin Yusuf al-Nasafi. Dan yang terpenting adalah
6. Abi al-Abbas al-Mahbubi Muhammad bin Ahmad bin Mahbub al-Marwazi (w 346) yang meriwayatkan karya terbesar Imam al-Tirmidzi, Jami' al-Tirmidzi.
Namun demikian, ternyata ada sementara ulama yang menganggap bahwa Imam al-Tirmidzi merupakan sosok yang tidak diketahui asal-muasal dan jatidirinya (majhul al-hal), sehingga - secara otomatis – periwayatannya ditolak begitu saja. Pandangan seperti inilah yang antara lain dilontarkan.
8. Statement Kontroversial Imam Ibn Hazm Al-Dhahiri.
Statemen Ibn Hazm Al-Dhahiri yang cukup kontroversial dan bertolak belakang dengan pandangan mayoritas ulama ini telah membuat geger, terutama di lingkungan ulama hadits. Bahkan Ibn Hazm banyak mendapat kecaman, antara lain datang dari Imam Ibn Hajar al-Asqalani dalam kitab Tahdzib al-Tahdzib. Dalam kitab itu sikap Ibn Hazm al-Dhahiri dianggap sebagai satu wujud kesombongan terhadap kedudukan para ulama yang telah masyur.
Imam al-Dzahabi dalam kitabnya Mizan al-I'tidal fi Naqd al-Rijal, mengatakan, “Al-Tirmidzi adalah al-hafidh (ahli hadits) yang kondang, penulis kitab al-Jami' terpercaya dan disepakati periwayatannya.” Sedangkan pandangan Ibn Hazm al-Dhahiri tentang kemajhulan Tirmidzi disebabkan ia tidak mengenal dan mengetahui pribadi Tirmidzi beserta hasil-hasil karyanya, seperti al-Jami' dan al- Ilal.
Sementara itu, Ibn Katsir dalam karyanya al-Bidayah wa al-Nihayah menuturkan, “Pandangan Ibn Hazm tentang kemajhulan al-Tirmidzi tidak akan mengurangi keunggulannya. Sikap ini tidak akan merendahkan pribadi al-Tirmidzi di kalangan para ulama. Bahkan sebaliknya akan menurunkan derajat Ibn Hazm sendiri dalam pandangan para ulama.”
9. Komentar Ulama atas Beliau
Al-Hafidh Abu al-Fadhl al-Maqdisi mengatakan, “Aku mendengar Imam abu Ismail Abdullah bin Muhammad al-Anshari berkata `Menurutku, kitab Jami' al-Tirmidzi lebih bermanfaat ketimbang kitab Shahih karya al-Bukhari dan Muslim, karena kedua kitab Shahih karya al-Bukhari dan Muslim ini kurang dapat dipahami kecuali oleh orang yang mempunyai pengetahuan mendalam. Sementara kitab Jami' al-Tirmidzi dapat bermanfaat bagi semua orang, karena ia sekaligus mensyarahi (menjelaskan) maksud dari hadis-per hadis. “
Abu Ali Manshur bin Abdullah al-Khalidi menuturkan bahwa al-Tirmidzi berkata, “Setelah selesai disusun, kitab ini aku perlihatkan kepada ulama-ulama Hijaz, Iraq dan Khurasan. Mereka semua menerimanya. Maka siapa yang menyimpan kitabku ini di rumahnya, seolah-olah di dalam rumah itu ada seorang Nabi yang selalu berbicara.”
Al Hafidh Ibn al-Katsir menuturkan, “Ini adalah kitab Imam al-Tirmidzi yang paling bagus dan paling banyak manfaatnya, paling bagus susunannya, dan paling sedikit pengulangannya. Di dalamnya terdapat sesuatu yang tidak dijumpai di dalam kitab lain, berupa penyebutan mazhab-mazhab, segi-segi pengambilan dalil (istidlal), dan macam-macam hadits dari yang shahih, hasan, dan gharib. Di dalamnya juga dijelaskan tentang jarh dan ta'dil (evaluasi negatif dan positif atas rawi-rawi hadits).”
Abdurrahman bin Muhammad al-Idrisi menuturkan, “Muhammad bin Isa bin Saurah al-Tirmidzi al-Dharir adalah seorang imam dalam ilmu hadits yang pendapatnya banyak dirujuk para ulama. Beliau mengarang kitab al-Jami', al-Tawarikh (sejarah), dan al-UIlal. Sosok yang alim lagi brilian (cemerlang) ini diakui kekuatan hafalannya.”
Al-Hakim Abu Ahmad menukil dari gurunya, Ahmad, “Ketika Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari meninggal, ia tidak meninggalkan seorang ulama yang menjadi penggantinya di Khurasan selain Imam al- Tirmidzi yang dalam pengetahuannya, luhur dalam ke-wara'-an dan kezuhudan. Imam al-Tirmidzi senantiasa menangis sehingga beliau menjadi buta pada tahun-tahun terakhir.”
Abu Ya'la al-Khalili pernah menuturkan bahwa Tirmidzi merupakan figur penghafal dan ahli hadits yang mumpuni dan telah diakui oleh para ulama. Beliau mempunyai kitab al-Jami' dan al-Jarh wa al-TaUdil. Ia dikenal sebagai orang yang dapat dipercaya, dan sebagai ulama yang menjadi panutan, serta berpengetahuan luas. Kitab Jami'-nya al-Tirmidzi merupakan bukti nyata atas keagungan reputasinya tentang hadits.
Ada juga sebagian ulama yang mengkritik beberapa hadits yang dicantumkan oleh al-Tirmidzi dalam kitabnya itu dengan alasan bahwa hadits-hadits itu palsu. Kritikan seperti ini pernah dilontarkan oleh ahli hadits Imam Ibn al-Jauzi dalam kitabnya al-Maudhu'at. Kritikan serupa juga pernah dilontarkan oleh Imam Ibn Taimiyah beserta muridnya, Imam al-Dhahabi. Hadits yang diduga palsu sebanyak 30 buah. Hanya saja, vonis palsu yang dialamatkan padanya telah disanggah dan ditepis oleh Jalal al-Din al-Suyuti, seorang pakar hadits dari Mesir yang hidup pada abad IX H.
Kiranya perlu kita ketahui bersama bahwa hadits-hadits yang dikritik karena diduga palsu hanyalah hadits yang menyangkut fadlail al-a'mal (keutamaan amal). Apabila pengkritik memandangnya sebagai hadits palsu, maka Imam al-Tirmidzi sendiri tidak memandang demikian. Sebab, hampir semua ahli hadits, termasuk Imam al-Tirmidzi, tidak mau meriwayatkan hadits palsu yang telah diketahui kepalsuannya secara nyata.
10. Integrasi Hadits – Fiqih
Sebelum munculnya Imam al-Tirmidzi, kualifikasi Hadis hanya terbagi menjadi Hadits Shahih dan Hadits Dhaif. Shahih adalah hadits yang antara lain diriwayatkan oleh rawi yang kuat hafalannya (dhabith), dan wajib diterima guna diamalkan. Sementara dhaif merupakan hadits yang antara lain diterima dari rawi yang mempunyai daya ingat lemah, dan periwayatannya harus ditinggalkan.
Imam Tirmizi, di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadits yang mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqh yang mewakili wawasan dan pandangan luas. Barang siapa mempelajari kitab Jami’nya ia akan mendapatkan ketinggian ilmu dan kedalaman penguasaannya terhadap berbagai mazhab fikih. Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya.
Salah satu contoh ialah penjelasannya terhadap sebuah hadits mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut: "Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi az-Zunad, dari al-A’rai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda: ‘Penangguhan membayar utang yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya."
Imam Tirmizi memberikan penjelasan sebagai berikut: Sebagian ahli ilmu berkata: " apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil." Diktum ini adalah pendapat Syafi’i, Ahmad dan Ishaq.
Sebagian ahli ilmu yang lain berkata: "Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal ‘alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama (muhil)." Mereka memakai alas an dengan perkataan Usma dan lainnya, yang menegaskan: "Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim."
Menurut Ishak, maka perkataan "Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim" ini adalah "Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu."
Dari sini, Imam al-Tirmidzi mempunyai pemikiran yang sangat brilian. Ketika suatu hadits diriwayatkan oleh rawi yang standar hafalannya di bawah rawi Hadits Shahih, namun masih unggul dibanding rawi Hadits Dhaif sehingga hafalannya dapat disebut `tidak kuat sekali, namun lemahpun tidak`, maka beliau mengkatagorikan periwayatan seperti ini kepada tingkat hasan. Oleh karenanya, Imam al-Tirmidzi-lah orang yang sangat berperan membagi hadits menjadi shahih, hasan, dan dhaif. Sebelum beliau tidak seorang ulamapun yang menyinggung-nyinggung tentang istilah hadits hasan. Dan ungkapan ini banyak sekali kita temukan dalam karya besar beliau.
Peran Imam al-Tirmidzi yang lain yang juga sangat penting adalah penyatuan antara paradigma hadits dan fiqh dalam satu kitab. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, sebagaimana kita ketahui, tidak menjadikan kitabnya sebagai ajang perbandingan antara berbagai mazhab fiqh. Kedua Imam Hadits itu hanya mencantumkan hadits-hadits semata, tanpa sedikitpun memberikan pen-syarah-an, apalagi menukil berbagai pendapat Imam mazhab. Berbeda dengan Imam al-Tirmidzi yang mengintegrasikan antara hadits dan fiqh. Hal inilah yang menjadi keistimewaan sekaligus pembeda antara kitab Jami' al-Tirmidzi dengan kitab-kitab hadits yang lain.
11. Bukan Sektarian
Kalau kita lihat, kitab Jami' al-Tirmidzi selalu menampilkan perbandingan pendapat antar mazhab. Perbandingan ini selalu di-bareng-kan tatkala beliau menuliskan sebuah hadits. Bahkan, karena banyaknya memuat perbandingan fiqh, kitab al-Tirmidzi ini nyaris terkesan sebagai kitab fiqh, bukan kitab hadits. Statemen seperti ini tidaklah berlebihan, mengingat setiap hadits selalu diperjelas melalui metode pemikiran fiqh.
Namun demikian, bukan berarti al-Tirmidzi merupakan figur sektarian, berpegang pada salah satu mazhab sebagaimana disalah pahami oleh sebagian ulama Mazhab Hanafi di mana beliau dianggap sebagai pengikut Mazhab Syafi'i. Semua itu merupakan pandangan yang keliru, karena beliau tidak terikat sedikitpun oleh salah satu mazhab, baik Hanafi, Maliki, Syafi'i, maupun Hambali. Beliau merupakan tokoh ynag hanya mengikuti Sunah-sunah Nabi saw, seorang mujtahid yang tidak ber-taqlid (mengikut) kepada siapapun.
Ketidakberpihakan Imam al-Tirmidzi pada salah satu pemikiran mazhab fiqh ini dapat dipahami dengan tidak adanya unsur pengunggulan terhadap salah satu pandangan mazhab di dalam kitabnya. Seandainya beliau berafiliasi pada Mazhab Syafi'i, niscaya beliau akan mendominasikan pandangan-pandangan Imam Syafi'i dalam karyanya. Begitu juga kalau beliau bermazhab Hanafi, Maliki, atau Hambali. Tapi ternyata hal seperti ini tidak pernah dilakukannya. Bahkan terkadang pandangan-pandangan mereka (para Imam Mazhab) juga mendapat kritikan dari al-Tirmidzi. Ini merupakan salah satu bukti bahwa pandangan beliau tidak sektarian.
12. Karya-karyanya
Imam Tirmizi banyak menulis kitab-kitab. Di antaranya:
a. Kitab Al-Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmidz
b. Kitab Al-‘Ilal
c. Kitab At-Tarikh
d. Kitab Asy-Syama’il an-Nabawiyyah
e. Kitab Az-Zuhd
f. Kitab Al-Asma’ wal-Kuna
Di antara kitab-kitab tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas adalah Al-Jami’.
13. Kitab Al-Jami’ (Sunan at- Tirmidzi)
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Tirmizi terbesar dan paling banyak manfaatnya. Ia tergolong salah satu "Kutubus Sittah" (Enam Kitab Pokok Bidang Hadits) dan ensiklopedia hadits terkenal. Al - Jami’ ini terkenal dengan nama Jami’ Tirmizi, dinisbatkan kepada penulisnya, yang juga terkenal dengan nama Sunan Tirmizi. Namun nama pertamalah yang popular.
Sebagian ulama tidak berkeberatan menyandangkan gelar as-Sahih kepadanya, sehingga mereka menamakannya dengan Sahih Tirmizi. Sebenarnya pemberian nama ini tidak tepat dan terlalu gegabah.
Setelah selesai menyususn kitab ini, Tirmizi memperlihatkan kitabnya kepada para ulama dan mereka senang dan menerimanya dengan baik. Ia menerangkan: "Setelah selesai menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Khurasan, dan mereka semuanya meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada Nabi yang selalu berbicara. "Imam Tirmizi di dalam Al-Jami’-nya tidak hanya meriwayatkan hadits sahih semata, tetapi juga meriwayatkan hadits-hadits hasan, dan mu’allal dengan menerangkan kelemahannya.
Dalam pada itu, ia tidak meriwayatkan dalam kitabnya itu, kecuali hadits-hadits yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqh. Metode demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar. Oleh karenanya, ia meriwayatkan semua hadits yang memiliki nilai demikian, baik jalan periwayatannya itu ataupun tidak sahih. Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan setiap hadits.
Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata: "Semua hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat diamalkan." Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali dua buah hadits, yaitu:
"Sesungguhnya Rasulullah SAW menjamak shalat Zuhur dengan Asar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab "takut" dan "dalam perjalanan."
"Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia."
Hadits ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukan demikian. Sedangkan mengenai shalat jamak dalam hadits di atas, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh (jawaz) hukumnya melakukan salat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibnu Sirindan Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli hadits juga Ibnu Munzir.
Hadits-hadits dan munkar yang terdapat dalam kitab ini, pada umumnya hanya menyangkut fada’il al-a’mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan). Hal itu dapat dimengerti karena persyaratan-persyaratan bagi (meriwayatkan dan mengamalkan) hadits semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan bagi hadits-hadits tentang halal dan haram.
14. Tutup Usia
Ada perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai kapan tepatnya Imam al-Tirmidzi meninggal dunia. Al-Sam'ani dalam kitabnya al-Ansab menuturkan bahwa beliau wafat di desa Bugh pada tahun 275 H. Pendapat ini diikuti oleh Ibn Khallikan. Sementara yang lain mengatakan beliau wafat pada tahun 277 H.
Sedangkan pendapat yang benar adalah sebagaimana dinukil oleh al-hafidh al-Mizzi dalam al-Tahdzib dari al-Hafidh Abu al-Abbas Ja'far bin Muhammad bin al-Mu'taz al-Mustaghfiri yang mengatakan “Abu Isa al-Tirmidzi wafat di daerah Tirmidz pada malam Senin 13 Rajab 279 H ( 8 Oktober M ). Beliau wafat pada usia 70 tahun dan dimakamkan di Uzbekistan.“ Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun. Semoga Allah Swt menerima segala jerih payah beliau dalam menyebarluaskan Sunnah-sunnah Nabi saw.
B. Sistematika Penulisan Kitab Al-Jami’ ( Sunan At-Tirmidzi )
Mengenai sistematika penulisan kitab ini Beliau memasukkan 46 kitab dan haditsnya berjumlah 4415 hadits. dalam kitab sunan at-tirmidzi terdapat beberapa kitab atau disebut bab Sebagai berikut :
1. Kitab At-Thaharah dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 112 BAB, 148 Hadits, dimulai dari hadits no 1-148 )
2. Kitab As-Shalat dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 322 BAB, 171 Hadits, dimulai dari hadits no 148-619 )
3. Kitab Az-Zakat dari Rosulullah SAW
Terdapat (37 BAB, 63 Hadits, dimulai dari hadits no 619-672)
4. Kitab As-Syaum dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 73 BAB, 131 Hadits, dimulai dari hadits no 672-813 )
5. Kitab Al-Hajj dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 116 BAB , 166 Hadits, dimulai dari hadits no 813-979 )
6. Kitab Al-Zanaiz dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 77 BAB, 121 Hadits, dimulai dari hadits no 979-1100 )
7. Kitab An-Nikah dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 43 BAB, 77 Hadits, dimulai dari hadits no 1100-1177 )
8. Kitab Ar-Rodho dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 19 BAB, 30 Hadits , dimulai dari hadits no 1177-1207 )
9. Kitab At-Thalaq wa Lia’n dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 23 BAB, 38 Haditsi , dimulai dari hadits no 1207-1245 )
10. Kitab Al-Buyu’ dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 77 BAB , 125 Hadits , dimulai dari hadits no 1245-1370 )
11. Kitab Al-Ahkam dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 46 BAB , 74 Hadits , dimulai dari hadits no 1370-1444 )
12. Kitab Ad-Diyatdari Rosulullah SAW
Terdapat ( 23 BAB , 43 Hadits , dimulai dari hadits no 1444-1478 )
13. Kitab Al-Huddud dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 30 BAB, 48 Hadits , dimulai dari hadits no 1478-1535 )
14. Kitab As-Soidi wa Dabaah dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 17 BAB, 36 Hadits, dimulai dari hadits no 1535-1572 )
15. Kitab Al-Adlha dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 23 BAB, 36 Hadits, dimulai dari hadits no 1572-1607 )
16. Kitab An-Nadzar wa Al-Iman dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 20 BAB, 26 Hadits, dimulai dari hadits no 1607-1633 )
17. Kitab dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 48 BAB, 85 Hadits, dimulai dari hadits no 1633-1718)
18. Kitab As-Sair dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 26 BAB, 52 Hadits, dimulai dari hadits no 1718-1770 )
19. Kitab Al-Fadloilul zihad dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 39 BAB, 53 Hadits, dimulai dari hadits no 1770-1723 )
20. Kitab Al-Zihad dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 45 BAB, 76 Hadits, dimulai dari hadits no 1723-1799 )
21. Kitab Al-Labas dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 48 BAB , 81 Hadits, dimulai dari hadits no 1799-1980 )
22. Kitab Al-Athamah dari Rosulullah SAW
Terdapat (61 BAB, 37 Hadits, dimulai dari hadits no1980-2017)
23. Kitab Al-Asyrobah dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 77 BAB, 150 Hadits, dimulai dari hadits no 2017-2167 )
24. Kitab Al-Biru wa Silah dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 35 BAB, 66 Hadits, dimulai dari hadits no 2167-2233 )
25. Kitab Al-faroid dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 23 BAB , 28 Hadits, dimulai dari hadits no 2233-2261 )
26. Kitab Al-Washaaya dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 7 BAB, 9 Hadits, dimulai dari hadits no 2261-2270)
27. Kitab Al-Wala wal Hibah dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 6 BAB, 9 Hadits, dimulai dari hadits no 2270-2279 )
28. Kitab Al-Qodar dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 19 BAB, 31 Hadits, dimulai dari hadits no 2279-2310 )
29. Kitab Al-Fitan dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 79 BAB , 128 Hadits, dimulai dari hadits no 2310-2438)
30. Kitab Ar-Ro’ya dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 10 BAB, 25 Hadits, dimulai dari hadits no 2438-2463)
31. Kitab As-Syahadat dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 4 BAB, 9 Hadits, dimulai dari hadits no 2463-2764)
32. Kitab Az-Zuhud dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 65 BAB , 126 Hadits, dimulai dari hadits no 2764-2598)
33. Kitab Sifat Qiyamah wa Roqoiq dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 60 BAB , 115 Hadits, dimulai dari hadits no 2598-2713)
34. Kitab Sifat Al-Janah dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 67 BAB , 59 Hadits, dimulai dari hadits no 2713-2772 )
35. Kitab Sifat Al-Jahim dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 13 BAB, 37 Hadits, dimulai dari hadits no 2772-2809)
36. Kitab Al-Iman dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 18 BAB, 147 Hadits, dimulai dari hadits no 2809-2856 )
37. Kitab Al-Ilmu dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 18 BAB, 47 Hadits, dimulai dari hadits no 2856-2903 )
38. Kitab Al-isti’dani wal Adab dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 34 BAB, 51 Hadits, dimulai dari hadits no 2903-2954 )
39. Kitab Al-Adab dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 75 BAB, 143 Hadits, dimulai dari hadits no 2954-3097 )
40. Kitab Al-Amtsal dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 6 BAB, 17 Hadits, dimulai dari hadits no 3097-3114 )
41. Kitab Fadloilul Qur’an dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 25 BAB , 62 Hadits, dimulai dari hadits no 3114-3176 )
42. Kitab Al-Qiraa’t dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 13 BAB , 27 Hadits, dimulai dari hadits no 3176-3203 )
43. Kitab Tafsir Al-Qur’an dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 95 BAB, 492 Hadits, dimulai dari hadits no 3203-3695)
44. Kitab Al-Daa’wat dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 157 BAB, 268 Hadits, dimulai dari hadits no 3695-3923 )
45. Kitab Al-Manaqib dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 75 BAB, 374 Hadits, dimulai dari hadits no 3923-4337)
46. Kitab Al-I’lal dari Rosulullah SAW
Terdapat ( 1 BAB , 78 Hadits, dimulai dari hadits no 4337-4415 )
C. Syarah Kitab Kitab Al- Jami’ ( Sunan At-Tirmidzi )
Tuhfatul Ahwadzi Syarah Jami At Tirmidzi
Judul Asli : Tuhfatul Ahwadzi Syarah Jami At Tirmidzi
Penulis : Syaikh Abu Al Ula Muhammad Abdurrahman bin
Abdurrahim Al Mubarakfuri rahimahullah-
Fisik : Buku ukuran sedang, 15x23cm, Hardcover, 787 hal
Penerbit : Pustaka Azzam., Harga : Rp 125.000
Sunan At Tirmidzi merupakan salah satu kitab induk hadits dari beberapa kitab beberapa kitab hadits lainnya. Sunan adalah kitab hadits yang disusun berdasarkan bab-bab tentang fiqih dan hanya memuat hadits-hadits marfu’ saja. Dalam kitab sunan tidak terdapat pembahasan tentang aqidah, siroh, manaqib dan lainnya, hanya terbatas pada masalah fiqh dan hadits hadits hukum saja agar digunakan oleh para fuqaha dalam mengambil kesimpulan hukum.
Sunan At Tirmidzi , tulis oleh Imam Muhammad bin ‘Isa At Tirmidzi –rahimahullah.Terlepas dari adanya beberapa kritikan para Ulama lain terhadap beberapa hadits dalam jami’ At Tirmidzi ini,namun kitab ini memiliki keistimewaan. Imam majduddin Ibnul Atsir rahimahullah- dalam muqodimah kitabnya, Jamiul Ushul Beliau berkata,” Kitab Shahih Tirmidzi merupakan kitab yang baik, banyak faedahnya, bagus sistematika pembahasannya dan sedikit pengulangan isinya. didalamnya banyak keteangan penting yang tidak ditemukan pada kitab-kitab hadits lainnya, seperti pembahasan tentang madzab-madzab, cara beristidlal dan penjelsan tentang hadits shahih, hasan dan gharib. Juga pembahasan mengenai Jarh wa Ta’dil dan di akhir kitab jami ini dilengkapi dengan kitab Al Ilal, secara umum kitab ini sangat berharga dan berfaedah bagi yang mempelajarinya.”
Guna memahami kandungan makna dan penjelasan / syarah hadits yang terdapat dalam JamiAt Tirmidzi ini, maka ada beberapa kitab ulama yang men-syarah-nya, diantaranya:
1. Aridatul Ahwadzi fi Syarah Sunan at Tirmidzi, karya Al Imam Al Hafidz abu Bakar Muhammad bin Abdillah Al Isybili, atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Ibnul Arabi Al Maliki [w 543 H]. Kitab ini banyak membahas perawi hadits, sanad dan hadits gharib. Juga menerangkan cabang ilmu lain sepeti nahwu, aqidah, hukum fiqh, ada, hikmah dan masalah dan penjelasan beberapa pendapat ulama.
2. Qutul Mughtazi Ala Jami’ AtTirmidzi, karya Al Imam Al hafidz jalaluddin As Suyuti [w911H].
3.Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan At Tirmidzi, karya Syaikh Abu Al Ula Muhammad
Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri.
Daftar Buku- Buku (Referensi) Ulumul Hadits; Sumber
Ismail, M. Syuhudi. 1988. Kaedah Kesahihan Hadits. Bulan Bintang : Jakarta
Shalah, Ibn Muqaddimah Ibn Shalati. 1978. Ulumul Hadits. Darul Baz : Makkah
Hasani, Syaid Muhammad Bin Alawi Al- Maliki Al Hasani. 1995. Mutiara Pokok Ilmu Hadits. Trigenda Karya : Bandung
Shalih, Subhi. 1977. Ulumul Hadits wa Musthalahuhu. Dar al-Ilm li al Malyin : Beirut
Syakir, Ahmad Muhammad. Syarah Iktisar Ulumul Hadits. Dar al- Kutub al Ilmiyah: Beirut
Thahhan, Mahmud al Hafidz al Khatib al Baghdadi. 1981. Wa Atsaruhu Fi Ulumu al Hadits. Darul Qur ‘an Al Karim: Beirut
Taimiyah, Ibn.1985. Ilm al Hadits. Al Amal al Kutub : Beirut
Thanawi, Muzhaffar Ahmad al Utsmani. 1984. Qawaid fi Ulumu al Hadits. Syarikat Abikan : Riyadl
Abdurrahman, M. 2000. Pergeseran Pemikiran Hadits Ijtihad al Hakim Dalam Menentukan Status Hadits. Paramadina: Jakarta
Suyuthi, Jalal al Din bin Abd Rahman abi Bakar al.1984.Asbab al Wurud al Hadits. Dar al Fikri : Beirut
Shidiqi, M. Hasbi Ash. 1993.Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits.Bulan Bintang: Jakarta
Suparta, Munzier.2002. Ilmu Hadits. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta
Category: Artikel Islam, Makalah
Moga Bermanfaat