JA’FAR BIN ABI THALIB - MIRIP RASULULLAH BAG(2)
Pertemuan
baru pun diadakanlah. Negus memulai percakapan dengan bertanya kepada Ja’far:
“Bagaimana pandangan kalian terhadap Isa?”
Ja’far
bangkit sekali lagi laksana menara laut yang memancarkan sinar terang,
ujarnya: “Kami akan mengatakan tentang Isa a.s., sesuai dengan keterangan yang
dibawa Nabi kami Muhammad saw. bahwa:
“la adalah seorang hamba Allah dan Rasul-Nya serta
kalimah-Nya yang ditiupkan-Nya kepada Maryam dan ruh daripada-Nya . . ."
Negus
bertepuk tangan tanda setuju, seraya mengumumkan, mernang begitulah yang
dikatakan al-Masih tentang dirinya Tetapi pada barisan pembesar agama yang lain
terjadi hiruk pikuk, seolah-olah memperlihatkan ketidak setujuan mereka ….
Negus
yang terpelajar lagi beriman itu, terus melanjutkan bicaranya seraya berkata
kepada orang-orang Islam: “Silahkan anda sekalian tinggal bebas di negeriku! Dan
siapa berani mencela dan menyakiti anda, maka orang itu akan mendapat hukuman
yang setimpal dengan perbuatannya itu”.
Kemudian
Negus berpaling kepada orang-orang besarnya yang terdekat, lalu sambil
mengisyaratkan dengan telunjuknya’ ke arah kedua utusan kaum Quraisy,
berkatalah ia: “Kembalikan hadiah-hadiah itu kepada kedua orang ini! Aku tak
membutuhkannya! Demi Allah, Allah tak pernah mengambil uang sogokan
daripadaku, di kala ia mengaruniakan takhta ini kepadaku karena itu aku pun tak
akan menerimanya dalam hal ini … ! “
Kedua
utusan Quraisy itu pun pergilah ke luar meninggalkan tempat pertemuan dengan
perasaan hina dan terpukul. Mereka segera memalingkan arah perjalanannya pulang
menuju Mekah. Juga orang-orang Islam di bawah pimpinan Ja’far, keluar pula
tetapi untuk memulai penghidupan baru di tanah Ethiopia, yakni penghidupan yang
aman tenteram, sebagai kata mereka: “Di negeri yang baik . . . dengan tetangga
yang baik”, hingga akhirnya datang saatnya Allah mengidzinkan mereka kembali
kepada Rasul mereka, kepada shahabat dan handai tolan serta kampung halaman
mereka. . . .
Di
kala Rasulullah bersama Kaum Muslimin sedang bersukaria dengan kemenangan atas
jatuhnya Khaibar, tiba-tiba muncullah kembali pulang dari Ethiopia Ja’far bin
Abi Thalib, bersama sisa Muhajirin lainnya yang baru kembali dari sana.
Tak
terkatakan besarnya hati Nabi dan betapa sukacita, bahagia dan gembiranya ia
karena kedatangan mereka . . . ! Dipeluknya Ja’far dengan mesra sambil
berkata:
“Aku tak tahu, entah mana yang lebih menggembirakanku,
apakah dibebaskannya Khaibar atau kembalinya Ja’far!”
Dengan
berkendaraan Rasulullah pergi bersama shahabat-shahabatnya ke Mekah, hendak
melaksanakan ‘umrah qadla Sekembalinya ke Madinah jiwa Ja’far bergelora dan
dipenuhi keharuan, demi mendengar berita dan ceritera sekitar
shahabat-shahabatnya Kaum Muslimin, baik yang gugur sebagai syuhada, maupun
yang masih hidup selaku pahlawan-pahlawan yang berjasa dari Perang Badar,
perang Uhud, Khandak dan peperangan-peperangan lainnya. Kedua matanya basah
berlinang mengenang para Mu’minin yang telah menepati janjinya dengan
mengurbankan nyawa karena Allah!Amboi . . . , kapankah aku akan berbuat
demikian pula?” pikirnya. Ah . . . hatinya rasa terbang merindukan surga. Ia
pun menunggu-nunggu kesempatan dan peluang yang berharga itu, berjuang sebagai
syahid di jalan Allah….
Pasukan-pasukan
Islam ke perang Muktah yang telah kita bicarakan dahulu, sedang bersiap-siap
hendak diberangkatkan. Bendera dan panji-panji perang berkibar dengan megahnya,
disertai dengan gemerincingnya bunyi senjata. Ja’far memandang peperangan ini
sebagai peluang yang sangat baik dan satu-satunya kesempatan seumur hidup,
untuk merebut salah satu di antara dua kemungkinan, yakni: membuktikan kejayaan
besar bagi Agama Allah dalam hidupnya atau ia akan beruntung menemui syahid di
jalan Allah. Maka ia datang bermohon kepada Rasul Allah untuk turut mengambil
bagian dalam peperangan ini ….
Ja’far
mengetahui benar, bahwa peperangan ini bukan enteng dan main-main, bahkan bukan
peperangan yang keeil, malah sebenarnya inilah suatu peperangan yang luar
biasa, baik tentang jauh dan sulitnya medan yang akan ditempuh, maupun tentang
besarnya musuh yang akan dihadapi, yang belum pernah dialami ummat Islam selama
ini. Suatu peperangan melawan balatentara. kerajaan Romawi yang besar dan kuat,
yang memiliki kemampuan perlengkapan dan pengalaman serta didukung oleh alat
persenjataan yang tak dapat ditandingi oleh orang-orang Arab maupun Kaum
Muslimin. Walau demikian, perasaan hati dan semangatnya rindu hendak terbang ke
sana. Ja’far termasuk di antara tiga serangkai yang diangkat Rasulullah jadi
panglima pasukan dan pemimpinnya di perang Muktah ini. Balatentara Islam pun
keluar bergerak menuju Syria dan di dalamnya terdapat Ja’far bin Abi Thalib ….
Pada
suatu hari yang dahsyat kedua pasukan itu pun berhadapan muka, dan tak lama
kemudian pecahlah pertempuran hebat. Seharusnya Ja’far akan kecut dan gentar
melihat balatentara Romawi yang besarnya 200.000 orang prajurit itu, tetapi
sebaliknya saat itu bangkitlah semangat juang yang tinggi pada dirinya, karena
sadar akan kemuliaan seorang Mu’min yang sejati, dan sebagai seorang pahlawan
yang ulung, haruslah kemampuan juangnya berlipat ganda dari musuh ….
Sewaktu
panji-panji pasukan hampir jatuh terlepas dari tangan kanan Zaid bin Haritsah,
dengan cepatnya disambar oleh Ja’far dengan tangan kanannya pula. Dengan
panji-panji di tangan, ia terus menyerbu ke tengah-tengah barisan musuh,
serbuan dari seseorang yang berjuang di jalan Allah, dengan tujuan menyaksikan
ummat manusia bebas dari kekufuran atau mati syahid, memenuhi panggilan Maha
Pencipta. Prajurit. Romawi semakin banyak mengelilinginya. Karena dilihatnya
kudanya menghalangi gerakannya, maka Ja’far melompat terjun dari kudanya dengan
berjalan kaki, lalu mengayunkan pedangnya ke segala jurusan yang mengenai leher
musuhnya, laksana malaikat maut pencabut nyawa. Sekilas terlihat olehnya
seorang serdadu musuh melompat hendak menunggangi kudanya. Karena ia tak sudi
hewannya itu dikendarai manusia najis, Ja’far pun menebas kudanya dengan
pedangnya sampai tewas. Setapak demi setapak ia terus berjalan di antara
barisan serdadu Romawi Yang berlapis-lapis yang laksana deru angin mengeroyok
hendak membinasakannya, sementara suara meninggi dengan ungkapannya yang gemuruh:
“Wahai surga yang kudambakan mendiaminya, Harum semerbak
baunya, sejuk segar air minumnya. Tentara Romawi telah menghampiri liang
kuburnya, Terhalang jauh dari sanak keluarganya, Kewajibankulah menghantamnya
kala menjumpainya”.
Balatentara
Romawi menyaksikan bagaimana kemampuan Ja’far bertempur yang seolah-olah
sepasukan tentara jua . . .Mereka terus mengepung Ja’far hendak membunuhnya
laksana orang-orang gila yang sedang kemasukan setan. Kepungan mereka semakin
ketat hingga tak ada harapan untuk lepas lagi. Mereka tebas tangan kanannya
dengan pedang hingga putus, tapi sebelum panji itu jatuh ke tanah, cepat
disambaruya dengan tangan kirinya Lalu mereka tebas pula tangan kirinya, tapi
Ja’far niengepit panji itu dengan kedua pangkal lengannya ke dada. Pada saat
yang amat gawat ini, ia bertekad akan memikul tanggung jawab, untuk tidak
membiarkan panji Rasulullah jatuh menyentuh tanah, yakni selagi hayat masih
dikandung badan.
Entah
kalau ia telah mati, barulah boleh panji itu jatuh ke tanah ….
Di
kala jasadnya yang suci telah kaku, panji pasukan masih tertancap di antara
kedua pangkal lengan dan dadanya. Bunyi kibaran bendera itu, seolah-olah
menghimbau-himbau Abdullah bin Rawahah. Pahlawan ini membelah barisan musuh
bagaikan anak panah lepas dari busurnya ke arah panji itu, lalu merenggutnya
dengan kuat. Kemudian berlalu untuk melukis riwayat Yang besar pula.
Demikianlah
Ja’far mempertaruhkan nyawa dalam menempuh suatu kematian agung yang tak ada
taranya. Dan begitulah caranya ia menghadap Allah yang Maha Tinggi lagi Maha
Mulia, menyampaikan pengurbanan besar yang tidak terkira, berselimutkan darah
kepahlawanannya ….
Allah,
Zat yang Maha Mengetahui, menyampaikan berita tentang akhir kesudahan
peperangan kepada Rasul-Nya, begitu pula akhir hidup Ja’far. Rasulullah
menyerahkan nyawa Ja’far kembali kepada Allah dan beliau pun menangislah . . .
Rasulullah
pun pergi ke rumah saudara sepupunya ini, beliau berdo’a untuk anak cucunya.
Mereka dipeluk dan diciuminya, sementara air matanya yang mulia bercucuran tak
tertahankan ….
Kemudian
Rasulullah kembali ke majlisnya, dikelilingi para shahabat. seorang penyair
Islam terkemuka yang bernama Hassan bin Tsabit tampil dengan syairnya
menceriterakan Ja’far Yang gugur bersama kawan-kawannya, maknanya lebih kurang
demikian:
“Maju jurit memimpin sepasukan Mu’min
Menempuh maut mengharap ridla Rabbul Alamin
Putra Bani Hasyim yang cemerlang bak cahaya purnama
Menyibak kegelapan tiran nan aniaya
Menyabet dan menebas setiap penyerang
Akhirnya jatuh syahid sebagai pahlawan
Disambut para syuhada yang pergi lebih dahulu Di surga
na’im yang menjadi idaman setiap kalbu
Alangkah besarnya pengurbanan Ja’far bagi Islam Dalam
menyebarluaskan ke seluruh alam
Selama ada pejuang seperti putera Hasyim ini
Pasti Islam menjadi anutan penduduk bumf”.
Sesudah
Hassan bangkit pula Ka’ab bin Malik, yang mengucapkan syairnya yang bernilai,
lebih kurang sebagai berikut:
“Kemuliaan tertumpah atas pahlawan yang susul-menyusul
Di perang Muktah, tak tergoyahkan bersusun bahu membahu
Restu Allah atas mereka, para pemuda gagah perkasa
Curahan Rahmat kiranya membasuh tulang-belulang mereka,
Tabah dan shabar, demi Tuhan rela mempertaruhkan nyawa
Setapak pun tak hendak undur, menentang setiap bahaya
Panji perang di tangan Ja’far sebagai pendahulu Menambah semangat tempur bagi
setiap penyerbu
Kedua terus pasukan berbenturan baku hantam Ja’far
dikepung musuh sabet kiri terkam kanan
Tiba-tiba …. bulan purnama redup kehilangan jiwanya
Sang surga pun gerhana, ditinggalkan pahlawannya . . . .
Memang,
ia manusia yang sangat pemurah dengan hartanya selagi masih hidup . . . ; dan
di saat ajalnya, sebagai seorang syahid yang sangat pemurah pula mengurbankan
nyawa dan hidupnya ….
Berkata
Abdullah bin Umar: “Aku sama-sama terjun di perang Muktah dengan Ja’far. Waktu
kami mencarinya, kami dapati ia beroleh luka-luka bekas tusukan dan lemparan
lebih dari 90 tempat!” Bayangkan! 90
tempat bekas luka-luka tusukan pedang dan lemparan tombak! Walau demikian,
prajurit perang yang menewaskannya tak kuasa menghalangi rohnya ke tempat
kembalinya di sisi Allah swt.! Sekali-kali tidak! Pedang-pedang dan
tombak-tombak mereka tak lain hanyalah sebagai jembatan yang menyeberangkan
ruhnya yang syahid dan mulia ke sisi Allah yang Rahim lagi Maha Tinggi; di
sanalah ia bertempat dengan tenang berbahagia, di tempat yang istimewa . . . .
Nun di sana ia berada di surga abadi, lengkap memakai bintang-bintang tanda
jasa, yang bergantungan di setiap bekas luka, akibat tusukan pedang dan
lemparan tombak. Dan jika anda ingin tabu tentang dirinya, dengarkanlah sabda
Rasulullah:
“Aku telah melihatnya di surga …. kedua bahunya yang
penuh bekas-bekas cucuran darah penuh dihiasi dengan tanda-tanda kehormatan ..
!!”
******
ditukil dari Khalid Muh. Khalid,
Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah. Diponegoro Bandung.
Wallahu ‘Alam [Sahabat Nabi]
Lihat Juga Bagian Satu...
Category: Recent Post, SAHABAT NABI
0 komentar