TAATI PERINTAH ALLAH DAN JAUHI LARANGANNYA
Hadit
dibawah ini merupakan salah satu hadits yang termuat dalam kumpulan
hadits-hadits yang disusun oleh Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitab al-Arba’in
an-Nawawiyyah, yaitu hadits no. Ke 30. Hadit ini menurut ulama termasuk kedalam
hadits dho’if, namun tidak salah kita untuk mengetahuinya sebagai sebuah pelajaran,
mari kita simak haditsnya;
عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِي جُرْثُوْمِ بْنِ نَاشِرٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى
فَرَضَ فَرَائِضَ فَلاَ تُضَيِّعُوْهَا، وَحَدَّ حُدُوْداً فَلاَ تَعْتَدُوْهَا،
وَحَرَّمَ أَشْيَاءَ فَلاَ تَنْتَهِكُوْهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً
لَكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ فَلاَ تَبْحَثُوا عَنْهَا. [حديث حسن رواه الدارقطني
وغيره]
.
Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani, jurtsum bin Nasyir
radhiallahu 'anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau telah
bersabda : “ Sesungguhnya Allah ta’ala telah mewajibkan beberapa perkara, maka
janganlah kamu meninggalkannya dan telah menetapkan beberapa batas, maka
janganlah kamu melampauinya dan telah mengharamkan beberapa perkara maka
janganlah kamu melanggarnya dan Dia telah mendiamkan beberapa perkara sebagai
rahmat bagimu bukan karena lupa, maka janganlah kamu membicarakannya”. (HR.
Daraquthni, Hadits hasan). [Daruquthni dalam Sunannya no. 4/184]
(Hadits ini dikatagorikan sebagai
hadits dho’if). Lihat Qowa’id wa Fawa’id Minal Arbain An Nawawiah, karangan
Nazim Muhammad Sulthan, hal. 262. Lihat pula Misykatul Mashabih, takhrij Syaikh
Al Albani, hadits no. 197, juz 1. Lihat pula Jami’ Al Ulum wal Hikam, oleh Ibnu
Rajab).
Penjelasan
Hadits
Larangan
membicarakan hal-hal yang didiamkan oleh Allah sejalan dengan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
“Biarkanlah
aku dengan apa yang telah aku biarkan kepada kamu sekalian, karena sesungguhnya
hancurnya umat sebelum kamu disebabkan mereka banyak bertanya dan menyalahi
nabi-nabi mereka”.
Sebagian
ulama berkata : “Bani Israil dahulu banyak bertanya, lalu diberi jawaban dan
mereka diberi apa yang menjadi keinginan mereka, sampai hal itu menjadi fitnah
bagi mereka , karena itulah mereka menjadi binasa. Para sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memahami hal tersebut dan menahan diri untuk
tidak bertanya kecuali hal-hal yang sangat penting. Mereka heran menyaksikan
orang-orang Arab gunung bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam, lalu mereka mendengarkan jawabannya dan memperhatikannya dengan
seksama.
Ada
suatu kaum yang sikapnya berlebih-lebihan, sampai mereka berkata : “Tidak boleh
bertanya kepada ulama mengenai suatu kasus sampai kasus tersebut benar-benar
terjadi”. Ulama salaf ada juga yang berpendapat seperti itu. Mereka berkata :
“Biarkanlah suatu masalah sampai benar-benar telah terjadi”. Akan tetapi,
ketika para ulama merasa khawatir ilmu agama ini lenyap, maka mereka kemudian
membahas masalah-masalah ushul (pokok), menguraikan masalah-masalah furu’
(cabang), memperluas dan menjelaskan berbagai hal.
Para
ulama berselisih pendapat dalam banyak perkara yang agama belum menetapkan
hukumnya. Apakah perkara tersebut termasuk yang haram atau mubah atau
didiamkan. Ada tiga pendapat dalam hal ini, dan semuanya itu dibicarakan dalam
kitab-kitab Ushul.
******
SYARH HADITS ARBAIN AN-NAWAWIYYAH NO.
30
Wallahu ‘Alam [Syarh Hadits ‘Arba’in]
Category: Recent Post, Syarah Arba'in Nawawi
0 komentar