LAKSANAKAN SYARI'AT SECARA KAFFAH
Allah
telah berfirman dalam al-Qur’an al-Karim “Masuklah kedalam Islam secara Kaffah”
[QS. Al-Baqarah-208]. Artinya seorang muslim harus totalitas dalam menjalankan
syari’at yang telah Allah dan Rasul-Nya ajarkan dan sampaikan. Dalam menjalankan
muamalah dalam menjalankan ibadah mahdoh dan dalam menjalankan seluruh
aktivitas kehidupan di dunia ini seharusnya Islam menjadi pedoman, menjadi
dasar utama dan menjadi tolak ukur. Maka Rasulullah saw bersabda, ketika
terdapat orang seperti atas yaitu Islamnya Kaffah; Surga menjadi tempat
kembalinya. Sebagaimana yang tertuang dalam Kitab al-Arba’in an-Nawawiyyah
dalam hadits ke-22. Mari kita simak sabda Rasulullah tentang hal tersebut:
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ جَابِرْ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِي رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا : أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ : أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ اْلمَكْتُوْبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ،
وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ، وَحَرَّمْت الْحَرَامَ، وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ
شَيْئاً، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ ؟ قَالَ : نَعَمْ [رواه مسلم]
Dari Abu ‘Abdullah, Jabir bin ‘Abdullah Al Anshari
radhiyallahu anhuma, sungguh ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasululloh
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Bagaimana pendapatmu jika aku melakukan shalat
fardhu, puasa pada bulan Ramadhan, menghalalkan yang halal (melaksanakannya
dengan penuh keyakinan), mengharamkan yang haram (menjauhinya) dan aku tidak
menambahkan selain itu sedikit pun, apakah aku akan masuk surga?" Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : " Ya" [Muslim no. 15]
* Seseorang yang bertanya
dalam riwayat diatas adalah : An Nu’man bin Qauqal.
Penjelasan
Hadits
Sahabat
yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ini bernama
Nu’man bin Qauqal Abu ‘Amr bin Shalah mengatakan bahwa secara zhahir yang
dimaksud dengan perkataan “aku mengharamkan yang haram” mencakup dua hal, yaitu
meyakini bahwa sesuatu itu benar-benar haram dan tidak melanggarnya. Hal ini
berbeda dengan perkataan “menghalalkan yang halal”, yang mana cukup meyakini
bahwa sesuatu benar-benar halal saja.
Pengarang
kitab Al Mufhim mengatakan secara umum bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
tidak mengatakan kepada penanya di dalam Hadits ini sesuatu yang bersifat
tathawwu’ (sunnah). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum boleh meninggalkan
yang sunnah. Akan tetapi, orang yang meninggalkan yang sunnah dan tidak mau
melakukannya sedikit pun, maka ia tidak memperoleh keuntungan yang besar dan
pahala yang banyak. Akan tetapi, barang siapa terus-menerus meninggalkan
hal-hal yang sunnah, berarti telah berkurang bobot agamanya dan berkurang pula
nilai kesungguhannya dalam beragama. Barang siapa meninggalkan yang sunnah
karena sikap meremehkan atau membencinya, maka hal itu merupakan perbuatan
fasik yang patut dicela.
Para
ulama kita berpendapat : “Bila penduduk suatu negeri bersepakat meninggalkan
hal yang sunnah, maka mereka itu boleh diperangi sampai mereka sadar. Hal ini
karena pada masa sahabat dan sesudahnya, mereka sangat tekun melakukan
perbuatan-perbuatan sunnah dan perbuatan-perbuatan yang dipandang utama untuk
menyempurnakan perbuatan-perbuatan wajib. Mereka tidak membedakan antara yang
sunnah dan yang fiqih dalam memperbanyak pahala. Para imam ahli fiqih perlu
menjelaskan perbedaan antara sunnah dan wajib hanya untuk menjelaskan
konsekuensi hukum antara yang sunnah dan yang wajib jika hal itu ditinggalkan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak menjelaskan perbedaan sunnah dan
wajib adalah untuk memudahkan dan melapangkan, karena kaum muslim masih baru
dengan Islamnya sehingga dikhawatirkan membuat mereka lari dari Islam. Ketika
telah diketahui kemantapannya di dalam Islam dan kerelaan hatinya berpegang
kepada agama ini, barulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menggalakkan
perbuatan-perbuatan sunnah. Demikian juga dengan urusan yang lain. Atau
dimaksudkan agar orang tidak beranggapan bahwa amalan tambahan dan amalan utama
keduanya merupakan hal yang wajib, sehingga jika meninggalkan konsekuensinya
sama. Sebagaimana yang diriwayatkan pada Hadits lain bahwa ada seorang sahabat
bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang shalat, kemudian
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberitahukan bahwa shalat itu lima waktu.
Lalu orang itu bertanya : “Apakah ada kewajiban bagiku selain itu?” Beliau
menjawab : “Tidak, kecuali engkau melakukan (shalat yang lain) dengan kemauan
sendiri”.
Orang
itu kemudian bertanya tentanng puasa, haji dan beberapa hukum lain, lalu beliau
jawab semuanya. Kemudian, di akhir pembicaraan orang itu berkata : “Demi Allah,
aku tidak akan menambah atau mengurangi sedikitpun dari semua itu”. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu bersabda :
“Dia
akan beruntung jika benar”.
“Jika
ia berpegang dengan apa yang telah diperintahkan kepadanya, niscaya ia masuk
surga”.
Artinya,
bila ia memelihara hal-hal yang diwajibkan, melaksanakan dan mengerjakan tepat
pada waktunya, tanpa mengubahnya, maka dia mendapatkan keselamatan dan
keberuntungan yang besar. Alangkah baiknya bila kita dapat berbuat seperti itu.
Barang siapa dapat mengerjakan yang wajib lalu diiringi dengan yang sunnah,
niscaya dia akan mendapatkan keberuntungan yang lebih besar.
Perbuatan
sunnah yang disyari’atkan untuk menyempurnakan yang wajib. Sahabat yang
bertanya tersebut dan sahabat lain sebelumnya, dibiarkan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam dalam keadaan seperti itu untuk memberikan kemudahan kepada
kedua orang itu sampai hatinya mantap dan terbuka memahaminya dengan baik serta
memiliki semangat kuat untuk melaksanakan hal-hal yang sunnah, sehingga dirinya
menjadi ringan melaksanakannya.
Pelajaran
yang dapat diambil
1.
Setiap muslim dituntut untuk bertanya kepada ulama tentang syariat Islam, tentang
kewajibannya dan apa yang dihalalkan dan diharamkan baginya jika hal tersebut
tidak diketahuinya.
2.
Penghalalan dan pengharaman merupan aturan syariat, tidak ada yang berhak
menentukannya kecuali Allah ta’ala.
3.
Amal shalih merupakan sebab masuknya seseorang kedalam surga.
4.
Keinginan dan perhatian yang besar dari para shahabat serta kerinduan mereka
terhadap surga serta upaya mereka dalam mencari jalan untuk sampai ke sana.
Wallahu ‘alam [...]
Category: Syarah Arba'in Nawawi
0 komentar