KEWAJIBAN ANGGOTA TUBUH MANUSIA
Ketika kita menyebut kata
iman, maka yang terlintas dalam benak kita adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan i'tiqad, keyakinan dan perkara-perkara yang terkait dengan hati serta
masalah ghaib. Memang benar pada dasarnya iman adalah tashdiq atau pembenaran
terhadap segala yang diberitakan al-Qur'an dan as-Sunnah yang shahih termasuk
di dalamnya perkara ghaibiyah, namun tentu definisi iman tidaklah berhenti di
situ saja. Bahkan iman menuntut adanya amal perbuatan dari anggota badan.
Al-Imam asy-Syafi'i telah
menyebut kan di antara rincian kewajiban anggota badan yang terbesar,
sebagaimana disebutkan oleh al-Imam al-Baihaqi dalam kitabnya "Manaqib
al-Imam asy Syafi'i,” dan untuk lebih jelasnya silakan simak pembahasan beriku
ini.
(Telah berkata al-imam asy-Syafi’i)
rahimahullah:
"Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala yang Maha Tinggi telah
mewajibkan iman kepada anggota badan manusia, dan Dia membagi kewajiban itu
serta membeda kan kewajiban masing-masing dengan tepat. Maka tidak ada satu
anggota badan yang normal, melainkan dia terkena kewajiban iman yang berbeda
antara anggota badan yang satu dengan yang lainnya."
Di antara anggota badan itu
adalah hati, yang dengannya seseorang berfikir dan memahami sesuatu. Dia adalah
pemimpin bagi badan, anggota badan tidak akan melakukan sesuatu, kecuali atas
ide dan perintahnya. Juga dua mata yang digunakan untuk melihat, dua telinga
untuk mendengar, dua tangan untuk memukul (bekerja), dua kaki untuk berjalan,
kemaluan, lisan yang digunakan untuk berbicara serta kepala yang padanya
terdapat wajah.
Allah subhanahu
wata’alamewajibkan kepada hati sesuatu yang tidak diwajibkan kepada lisan. Dia
mewajibkan kepada telinga sesuatu yang tidak diwajibkan kepada dua mata. Dia
juga mewajibkan terhadap dua tangan berupa kewajiban yang tidak dibebankan
kepada dua kaki. Dan begitu pula kemaluan diberi kewajiban yang berbeda dengan
kewajiban wajah.
1. Kewajiban Hati
Adapun kewajiban yang
ditetapkan Allah subhanahu wata’ala kepada hati yaitu; Menetapkan, mengetahui,
meyakini, rela dan menerima bahwa; Allah tidak ada ilah yang haq selain Dia,
tiada sekutu bagi-Nya, tidak mempunyai istri maupun anak. Dan bersaksi bahwa
Muhammadshallallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba dan utusan-Nya. Kemudian
menetapkan apa saja yang datang dari Allah berupa diutusnya nabi atau berupa
kitab. Maka demikian itulah kewajiban yang ditetapkan oleh Allah subhanahu
wata’ala terhadap hati, dan itu menjadi tugas atau pekerjaannya yang harus
dilakukan.
Allah subhanahu wata’ala
berfirman,
“Barangsiapa yang kafir kepada
Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang
dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa),
akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan
Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (QS.an-Nahl:106)
Dalam ayat yang lain,
artinya,
“Ingat, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS.13:28)
Inilah di antara kewajiban
iman yang Allah tetapkan terhadap hati, dan hal itu (keimanan hati) merupakan
sesuatu yang terbesar dan terpenting.
2. Kewajiban Lisan
Allah subhanahu
wata’alamenetapkan kewajiban terhadap lisan berupa mengatakan dan mengungkapkan
apa yang diyakini dan terpancang di dalam hati, sebagaimana firman Allah
subhanahu wata’ala, artinya,
“Katakanlah (hai
orang-orang mu'min), "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan
kepada kami.” (QS.al-Baqarah:136)
Dan juga firman-Nya,
artinya,
“Serta ucapkanlah kata-kata
yang baik kepada manusia.” (QS al-Baqarah:83)
Demikanlah kewajiban yang
Allah bebankan terhadap lisan yaitu mengata kan dan mengungkapkan apa yang
terdapat di dalam hati. Maka segala apa saja yang diwajibkan oleh Allah
terhadap lisan adalah merupakan bagian dari keimanan.
3. Kewajiban Telinga
Allah subhanahu wata’ala
mewajibkan pendengaran agar dibersihkan dari apa-apa yang Dia haramkan , dan
menjaganya dari segala yang dilarang untuk didengar. Allah berfirman tentang
pendengaran, yang artinya,
“Dan sungguh Allah telah
menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar
ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka
janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang
lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa
dengan mereka.” (QS.an-Nisa':140)
Allah subhanahu wata’ala
mengecualikan bagi orang-orang yang lupa mendengarkan yang haram melalui
firman-Nya,artinya,
“Dan jika kamu melihat
orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka
sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan
kamu lupa (larangan ini), janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim
itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (QS.al-An'am :68)
Dia juga berfirman,
artinya,
“Yang mendengarkan perkataan
lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.Mereka itulah orang-orang yang
telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang- orang yang mempunyai
akal.” (QS. az-Zumar:18)
Dalam ayat yang lain
disebutkan,
“Sungguh beruntunglah
orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' di dalam shalatnya,
dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat.” (QS. al-Mu'minun :1-4)
Dalam ayat lain disebutkan,
"Dan apabila mereka
mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya."
(QS. al-Qashash:55)
"Dan apabila mereka
bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak
berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS.
al-Furqaan:72)
Inilah apa yang diwajibkan
oleh Allah terhadap pendengaran, dan itu semua merupakan tugasnya serta
termasuk dalam bagian keimanan.
4. Kewajiban Dua Mata
Terhadap dua mata Allah
subhanahu wata’alamewajibkan agar tidak melihat kepada segala yang Dia haramkan
melihatnya, serta menahan dari melihat segala sesuatu yang dilarang. Allah
subhanahu wata’ala berfirman mengenai kewajiban mata,
“Katakanlah kepada
laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. an-Nur :30)
Maksud menjaga pandangan
dalam ayat di atas yaitu hendaknya kita tidak melihat kepada kemaluan orang
lain, serta hendaknya kita juga menjaga kemaluan sendiri agar tidak dilihat
oleh orang lain.
Al-Imam asy-Syafi'i
menegaskan, "Seluruh bentuk penjagaan terhadap kemaluan yang terdapat di
dalam Kitabullah memiliki arti penjagaan dari zina, kecuali dalam ayat ini
saja, yaitu menjaganya dari pandangan (melihat atau terlihat-red)."
Demikianlah kewajiban yang
ditetapkan Allah terhadap dua mata, yaitu berupa menahan pandangan dari yang
haram, dan itu merupakan tugasnya serta merupakan bagian dari keimanan.
Allah juga menyebutkan
kewajiban hati, pendengaran dan penglihatan secara bersama di dalam satu ayat
sekaligus. Dia berfirman, artinya,
“Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung
jawabannya.” (QS. al-Isra' :36)
5. Kewajiban Kemaluan
Allah subhanahu wata’ala
mewajibkan kemaluan agar tidak disalurkan kepada yang diharam kan Allah
atasnya. Dia berfirman tentang orang-orang mukmin, di antara ciri mereka
adalah,
"Dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya," (QS. al-Mu’minun:5)
Dia juga berfirman,
artinya,
"Kamu sekali-kali
tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengar an, penglihatan dan kulitmu
terhadap mu." (QS.Fushshilat:22)
Yang dimaksudkan dengan
kulit adalah kemaluan dan paha, dan itulah kewajiabn yang ditetapkan Allah
subhanahu wata’ala atas kemaluan yakni menjaganya dari segala sesuatu yang
tidak halal untuknya.
6. Kewajiban Dua Tangan
Kewajiaban yang ditetapkan
oleh Allah subhanahu wata’ala terhadap dua tangan adalah agar tidak melakukan
hal-hal yang diharamkan. Dan sebaliknya harus mengerjakan apa yang
diperintahkan Allah seperti shadaqah, silaturrahim, jihad fi sabilillah,
bersuci, shalat dan sebagainya. Allah subhanahu wata’alaberfirman, artinya,
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku," (QS. al-Maidah:6). Dan hingga akhir ayat
ini.
Allah subhanahu wata’ala
juga berfirman, artinya,
“Apabila kamu bertemu
dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka.
Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah
itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang
berhenti." (QS.Muhammad:4)
Hal itu disebabkan karena
memukul (menyerang) musuh, berperang, silatur rahim dan shadaqah merupakan obat
bagi penyakit (yang dilakukan) tangan.
7. Kewajiban Dua Kaki
Allah subhanahu
wata’alamewajibkan dua kaki agar tidak berjalan menuju hal-hal yang
diharamkan-Nya. Di antara kewajiban kaki adalah sebagaimana disebutkan di dalam
firman-Nya, artinya,
"Dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali
tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi
gunung." (QS. al-Isra':37)
8. Kewajiban Wajah
Allah subhanahu wata’ala
menetapkan kewajiban terhadap wajah untuk bersujud kepada-Nya baik di kala
siang maupun malam, terutama dalam waktu-waktu shalat yang sudah ditetapkan.
Firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Hai orang-orang yang
beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah
kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS. al-Hajj :77)
Dalam firman yang lain,
artinya,
“Dan sesungguhnya
masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah
seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. 72:18)
Yang dimaksudkan dengan
masajid adalah tempat sujud baik bermakna masjid atau anggota badan yang
digunakan untuk bersujud berupa dahi/kening dan selainnya.
Demikianlah di antara
kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh Allahsubhanahu wata’ala kepada anggota
badan manusia, sebagaimana yang disampaikan oleh al-Imam asy-Syafi'i.
Mudah-mudahan Allah subhanahu wata’ala memasukkan kita semua ke dalam golongan
orang-orang yang beriman dengan benar serta mereali sasikan keimanan itu dengan
segenap anggota badan kita, amin ya Rabbal 'alamin.
Diterjemah dengan bebas
dari kitab, “Ushuluddin ‘indal aimmah al-Arba’ah Wahidah,” DR. Nashir bin Abdullah
al-Qifari, hal 92-94. (Khalif)
Category: Artikel Islam, MUHASABAH
0 komentar