BAGAIMANA SHADAQOHNYA ORANG MISKIN?
Manusia
mempunyai taqdir hidup yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Di dalam
kehidupan masyarakat misalnya ada yang kaya ada yang miskin dan sebagainya. Tentu
kondisi tersebut sudah diperhitungkan oleh Allah sebagi sanng pencipta alam
semesta ini, harus ada keseimbangan dengan saling melengkapi antara satu dengan
yang lainnya. Namun terkadang kita sebagai manusia biasa juga merasa iri hati
dengan yang kaya kemudian dermawan menginfakan harta bendanya untuk sodaqoh [ini
merupakan iri yang diperbolehkan oleh Rasulullah]. Lalu bagi orang-orang yang
tidak memiliki kekayaan maka apa ibadah sodaqohnya, apa yang akan disodaqohkan
(gak ada).
Begitupun
dengan para sahabat Nabi, mereka bertanya hal tersebut kepada Rasulullah. Maka,
Rasulullah saw memberikan jawaban akan permasalahan tersebut, sebagaimana yang
tertuang dalam hadit beliau dalam kitab al-Arba’in an-Nawawiyyah hadits ke-25. Mari
kita simak bersama jawaban Rasulullah tersebut:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ نَاساً مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ
اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالُوا
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ
الدُّثُوْرِ بِاْلأُجُوْرِ يُصَلُّوْنَ كَمَا نُصَلِّي، وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا
نَصُوْمُ، وَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ أَمْوَالِهِمْ قَالَ : أَوَ لَيْسَ قَدْ
جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا يَتَصَدَّقُوْنَ : إِنَّ لَكُمْ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ
صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ
تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٍ بِالْمَعْرُوْفِ صَدَقَةً وَنَهْيٍ عَن مُنْكَرٍ
صَدَقَةً وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةً قَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيَأْتِي أَحَدُنَا
شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ : أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا
فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ
كَانَ لَهُ أَجْرٌ . [رواه مسلم]
Dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, ia berkata: Sesungguhnya sebagian dari para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam : “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat
pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana
kami berpuasa, dan mereka bershadaqah dengan kelebihan harta mereka”. Nabi
bersabda : “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershadaqah
? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shadaqah, tiap-tiap tahmid adalah
shadaqah, tiap-tiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan adalah
shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah dan persetubuhan salah seorang
di antara kamu (dengan istrinya) adalah shadaqah “. Mereka bertanya : “ Wahai
Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia
mendapat pahala?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Tahukah
engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa,
demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat
pahala”. [Muslim no. 1006]
Penjelasan
Hadits
Hadits
ini menerangkan keutamaan tasbih dan semua macam dzikir, amar ma’ruf nahi
mungkar, berniat karena Allah dalam hal-hal mubah, karena semua perbuatan
dinilai sebagai ibadah bila dengan niat yang ikhlas. Hadits ini juga
menunjukkan dibenarkannya seseorang bertanya tentang sesuatu yang tidak
diketahuinya kepada orang yang berilmu, bila ia mengetahui bahwa orang yang
ditanya itu menunjukkan sikap senang terhadap permasalahan yang ditanyakan dan
tidak dilakukan dengan cara yang buruk, dan orang yang berilmu akan menerangkan
kepadanya apa yang tidak diketahuinya itu.
Sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah,
mencegah kemungkaran adalah shadaqah” menyatakan pengakuan bahwa setiap orang
yan melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar dipandang melakukan shadaqah, yang
hal ini akan memperjelas makna tasbih dan hal-hal yang disebut sebelumnya,
karena amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah fardhu kifayah, sekalipun bisa juga
menjadi fardhu ‘ain. Berbeda halnya dengan dzikir yang merupakan perbuatan
sunnah, pahala atas perbuatan wajib lebih banyak daripada perbuatan sunnah,
seperti yang disebutkan dalam sebuah Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh
Bukhari, Allah berfirman : “Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan
perbuatan yang Aku cintai yang Aku wajibkan kepadanya”.
Sebagian
ulama berkata : “Pahala atas perbuatan wajib tujuh puluh derajat di atas
perbuatan sunnah, berdasarkan suatu Hadits”.
Sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “persetubuhan salah seorang di antara kamu
(dengan istrinya) adalah shadaqah “. Telah disebutkan di atas bahwa
perbuatan-perbuatan mubah yang dilakukan dengan niat menaati aturan Allah
adalah shadaqah. Jadi, persetubuhan dinilai sebagai ibadah apabila diniatkan
oleh seseorang untuk memenuhi hak dan kewajiban suami istri secara ma’ruf atau
untuk mendapatkan anak yang shalih atau menjauhkan diri dari zina atau untuk
tujuan-tujuan baik lainnya.
Pertanyaan
shahabat : “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami
memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam menjawab : “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang
haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang
halal, ia mendapat pahala” mengandung isyarat dibenarkannya melakukan qiyas
dalam hukum. Demikianlah pendapat para ulama pada umumnya kecuali aliran
Zhahiri.
Tentang
riwayat yang diperoleh dari para tabi’in dan lain-lain mengenai celaan terhadap
qiyas dalam hukum, maka yang dimaksud bukanlah qiyas yang populer dikenal oleh
para ahli fiqih mujtahid. Qiyas yang dimaksud adalah qiyasul ‘aksi (qiyas
sebaliknya, atau mafhum mukhalafah). Para ahli ushul berbeda pendapat dalam
mempraktekkan qiyas ini, tetapi Hadits di atas mendukung pendapat yang
menjadikan qiyas ini sebagai satu cara menetapkan hukum.
Pelajaran
yang dapat diambil
1.
Sikap bijak dalam menanggapi berbagai kondisi serta mendatangkan kabar gembira
bagi jiwa serta menenangkan perasaan.
2. Para
shahabat berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan.
3.
Luasnya keutamaan Allah ta’ala serta banyaknya pintu-pintu kebaikan yang dibuka
bagi hamba-Nya.
4.
Semua bentuk zikir sesungguhnya merupakan shodaqoh yang dikeluarkan seseorang
untuk dirinya.
5.
Kebiasaan-kebiasaan mubah dan penyaluran syahwat yang disyariatkan dapat
menjadi ketaatan dan ibadah jika diiringi dengan niat shalih.
6.
Anjuran untuk meminta sesuatu yang dapat bermanfaat bagi seorang muslim dan
yang dapat meningkatkan dirinya ke derajat yang lebih sempurna.
7.
Didalam hadits ini terdapat keutamaan orang kaya yang bersyukur dan orang fakir
yang bersabar.
*******
Wallahu ‘Alam [....]
Category: Recent Post, Syarah Arba'in Nawawi
0 komentar