SA’AD BIN ABI WAQQASH SINGA YANG MENYEMBUNYIKAN KUKUNYA. BAG(1)
SA’AD
BIN ABI WAQQASH
SINGA
YANG MENYEMBUNYIKAN KUKUNYA.
Berita
yang datang secara beruntun menyatakan serangan licik yang dilancarkan oleh
angkatan bersenjata Persi terhadap Kaum Muslimin, amat menggelisahkan hati
Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab …. Disusul kemudian dengan berita tentang
pertempuran Jembatan, di mana empat ribu orang pihak-Kaum Muslimin gugur
sebagai syuhada dalam waktu sehari, begitu pun pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh orang-orang Irak terhadap perjanjian-perjanjian yang mereka
perbuat, Berta ikrar Yang telah mereka akui . . . , menyebabkan khalifah
mengambil keputusan untuk pergi dan memimpin sendiri tentara Islam dalam
perjuangan bersenjata yang menentukan, melawan Persi.
Bersama
beberapa orang shahabat dan dengan menunggang kendaraan, berangkatlah ia dengan
meninggalkan Ali karamallahu wajhah di Madinah sebagai wakilnya. Tetapi belum
berapa jauh dari kota, sebagian anggota rombongan berpendapat dan mengusulkan
agar ia kembali dan memilih salah seorang di antara Para shahabat untuk
melakukan tugas tersebut.
Usul
ini diprakarsai oleh Abdurrahman bin ‘Auf yang menyatakan bahwa menyia-nyiakan
nyawa Amirul Mu’minin dengan cara seperti ini, sementara. Islam sedang
menghadapi hari-harinya Yang menentukan, adalah perbuatan yang keliru.
Umar
pun menyuruh Kaum Muslimin berkumpul untuk bermusyawarah dan diserukanlah
“Asshalata jami’ah “; sementara Ali dipanggil datang, yang bersama beberapa
orang penduduk
Madinah
berangkat menuju tempat perhentian Amirul Mu’minin. Akhirnya tercapailah
persetujuan sesuai dengan apa yang diusulkan oleh Abdurrahman bin ‘Auf, dan
peserta musyawarah memutuskan agar Umar kembali ke Madinah dan memilih seorang
panglima lain yang akan memimpin peperangan menghadapi Persi.
Amirul
Mu’minin tunduk pada keputusan ini, lalu menanyakan kepada para shahabat,
siapa kiranya orang yang akan dikirim ke Irak itu. Mereka sama tertegun dan
berfikir. Tiba-tiba berserulah Abdurrahman bin ‘Auf: “Saya telah menemukannya
…!””Siapa dia?” tanya Umar.
Ujar
Abdurrahman: “Singa yang menyembunyikan kukunya, yaitu Saad bin Malik
az-Zuhri!”
Pendapat
ini disokong sepenuhnya oleh Kaum Muslimin, dan Amirul Mu’minin meminta datang
Sa’ad bin Malik az-Zuhri yang tiada lain Sa’ad bin Abi Waqqash. Lalu
diangkatnya sebagai Amir atau gubernur militer di Irak yang bertugas mengatur
pemerintahan dan sebagai panglima tentara.
Nah,
siapakah dia singa yang menyembunyikan kukunya itu, dan siapakah dia yang bila
datang kepada Rasulullah ketika berada di antara shahabat-shahabatnya, akan
disambutnya dengan ucapan selamat datang sambil bergurau, sabdanya: “Ini dia
pamanku … ! Siapa orang yang punya paman seperti pamanku ini … ?” Itulah dia
Sa’ad bin Abi Waqqash! Kakeknya ialah Uhaib, putera dari Manaf yang menjadi
paman dari Aminah ibunda dari Rasulullah saw.
Sa’ad
masuk Islam selagi berusia 17 tahun, dan keislamannya termasuk yang terdahulu
di antara para shahabat. Hal ini pernah diceritakannya sendiri, katanya: “Pada
suatu saat saya beroleh kesempatan termasuk tiga orang pertama yang masuk
Islam”. Maksudnya bahwa ia adalah salah seorang di antara tiga orang yang
paling dahulu masuk Islam.
Maka
pada hari-hari pertama Rasulullah menjelaskan tentang Allah Yang Esa dan tentang
Agama baru yang dibawanya, dan sebelum beliau mengambil rumah al-Arqam untuk
tempat pertemuan dengan shahabat-shahabatnya yang telah mulai beriman, Sa’ad
bin Abi Waqqash telah mengulurkan tangan kanannya untuk bai’at kepada
Rasulullah saw.
Sementara
itu buku-buku tarikh dan riwayat menceritakan kepada kita bahwa ia termasuk
salah seorang yang masuk Islam bersama dan atas hasil usaha Abu Bakar. Boleh
jadi ia menyatakan keislamannya secara terang-terangan bersama orang-orang
yang dapat diyakinkan oleh Abu Bakar, yaitu Utsman bin ‘Affan, Zubair bin
Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf dan Thalhah bin ‘Ubaidillah. Dan ini tidak menutup
kemungkinan bahwa ia lebih dulu masuk Islam secara sembunyi-sembunyi.
Banyak
sekali keistimewaan yang dimiliki oleh Sa’ad ini, yang dapat ditonjolkan dan
dibanggakannya. Tetapi di antara semua itu dua hal penting yang selalu menjadi
dendang dan senandungnya. Pertama: bahwa dialah yang mula-mula melepaskan anak
panah dalam membela Agama Allah, dan juga orang yang mula-mula terkena anak
panah. Dan kedua: bahwa dia merupakan satu-satunya orang yang dijamin oleh
Rasulullah dengan jaminan kedua orang tua beliau. Bersabdalah Rasulullah saw.
di waktu perang Uhud:
“Panahlah
hai Sa’ad! Ibu bapakku menjadi jaminan bagimu. . ..!”
Memang!
Kedua ni’mat besar ini selalu menjadi dendangan Sa’ad buah syukurnya kepada
Allah, katanya: “Demi Allah, sayalah orang pertama yang melepaskan anak panah
di jalan Allah … !” Dan berkata pula Ali bin Abi Thalib: “Tidak pernah saya
dengar Rasulullah menyediakan ibu bapaknya sebagai jaminan seseorang, kecuali
bagi Sa’ad . . . Saya dengar beliau bersabda waktu Perang Uhud:
“Panahlah,
hai Sa’ad! Ibu bapakku menjadi jaminan
bagimu. . ..”
Sa’ad
termasuk seorang kesatria berkuda Arab dan Muslimin yang paling berani. la
mempunyai dua macam senjata yang amat ampuh: panahnya dan do’anya. Jika ia
memanah musuh dalam peperangan, pastilah akan mengenai sasarannya . . . , dan
jika ia menyampaikan suatu permohonan
kepada Allah pastilah dikabulkan-Nya . . .! Menurut Sa’ad sendiri dan juga
pars shahabatnya, hal itu adalah disebabkan do’a Rasulullah juga bagi
pribadinya. Pada suatu hari ketika Rasulullah menyaksikan dari Sa’ad sesuatu
yang menyenangkan dan berkenan di hati beliau, diajukannyalah do’a yang maqbul
ini:
“Ya
Allah, tepatkanlah bidikan panahnya dan kabulkanlah do’anya … ! “
Demikianlah
ia terkenal di kalangan saudara-saudara dan handai tolannya bahwa do’anya tak
ubah bagai pedang yang tajam. Hal ini juga disadari sepenuhnya oleh Sa’ad
sendiri, hingga ia tak hendak berdo’a bagi kerugian seseorang, kecuali dengan
menyerahkan urusannya kepada Allah Ta’ala. Sebagai contoh ialah peristiwa yang
diriwayatkan oleh ‘Amir bin Sa’ad:
“Sa’ad
mendengar seorang laki-laki memaki ‘Ali, Thalhah dan Zubair. Ketika
dilarangnya, orang itu tak hendak menurut, maka katanya: Walau begitu saya
do’akan kamu kepada Allah “. Ujar laki-laki itu: “Rupanya kamu hendak
menakut-nakuti aku, seolah-olah kamu seorang Nabi . . . ‘Maka Sa’ad pun pergi
wudlu dan shalat dua raka’at. Lalu diangkatlah kedua tangannya, katanya: ‘Ya
Allah, kiranya menurut ilmu-Mu laki-laki ini telah memaki segolongan orang yang
telah beroleh kebaikan dari-Mu, dan tindakan mereka itu mengundang amarah
murka-Mu, maka mohon dijadikan hal itu sebagai pertanda dan suatu pelajaran … !
” Tidak lama kemudian, tiba-tiba dari salah satu pekarangan rumah, muncul
seekor unta liar dan tanpa dapat dibendung masuk ke dalam lingkungan orang
banyak seolah-olah ada yang dicarinya. Lalu diterjangnya laki-laki tadi dan
dibawanya ke bawah kakinya, serta beberapa lama menjadi bulan-bulanan injakan
dan sepakannya hingga akhirnya tewas menemui ajalnya … ! “
Kenyataan
ini pertama kali mengungkapkan kebeningan jiwa, kebenaran iman dan
keikhlasannya yang mendalam. Begitu pula Sa’ad, jiwanya adalah jiwa merdeka,
keyakinannya keras membaja serta keikhlasannya dalam dan tidak bernoda. Dan
untuk menopang ketaqwaannya ia selalu memakan yang halal, dan menolak dengan
keras setiap dirham yang mengandung syubhat.
Dalam
kehidupan akhirnya Sa’ad termasuk Kaum Muslimin yang kaya dan berharta. Waktu
wafat, ia meninggalkan kekayaan yang tidak sedikit. Tapi kalau biasanya harta
banyak dan harta halal jarang sekali dapat terhimpun, maka di tangan Sa’ad hal
itu telah terjadi. Ia dilimpahi harta yang banyak, yang baik dan yang halal
sekaligus.
Di
samping itu ia dapat dijadikan seorang mahaguru pula dalam coal membersihkan
harta. Dan kemampuannya dalam mengumpulkan harta dari barang bersih lagi halal,
diimbangi — bahkan mungkin diatasi — oleh kesanggupan menafqahkannya di jalan
Allah.
Ketika
Hajji Wada’, Sa’ad ikut bersama Rasulullah saw. Kebetulan ia jatuh sakit, maka
Rasulullah datang menengoknya.
Tanya
Sa’ad: “Wahai Rasulullah, saya punya harta dan ahli warisku hanya seorang
puteri saja. Bolehkah saya shadaqahkan dua pertiga hartaku?” “Tidak “jawab
Nabi. “Kalau begitu, separohnya?”tanya Sa’ad pula. “Jangan”, ujar Nabi. “Jadi,
sepertiganya?” “Benar” ujar Nabi; dan sepertiga itu pun sudah banyak . .. ,
lebih baik anda meninggalkan ahli waris dalam keadaan mampu daripada
membiarkannya dalam keadaan miskin dan menadahkan tangannya kepada orang lain.
Dan setiap nafqah yang anda keluarkan dengan mengharap keridlaan Allah,
pastilah akan diberi ganjaran,bahkan walau sesuap makanan yang ands taruh di
mulut isteri ands!”.
Beberapa
lama Sa’ad hanya mempunyai seorang puteri. Tetapi setelah peristiwa di atas, ia
beroleh lagi beberapa orang putera. Karena takutnya kepada Allah, Sa’ad sering
menangis. Jika didengarnya Rasulullah berpidato dan menasihati ummat, air
matanya bercucuran hingga membasahi haribaannya. la adalah seorang shahabat
yang diberi ni’mat taufiq dan diterima ‘ibadahnya.
Pada
suatu hari ketika Rasulullah sedang duduk-duduk bersama para shahabat,
tiba-tiba beliau menatap dan menajamkan pandangannya ke arah ufuk bagai
seseorang yang sedang menunggu bisikan atau kata-kata rahasia. Kemudian beliau
menoleh kepada para shahabat, sabdanya:
“Sekarang
akan muncul di hadapan tuan-tuan seorang lakilaki penduduk surga “.
Para
shahabat pun nengok kiri kanan dan ke setiap arah untuk melihat siapakah
kiranya orang berbahagia yang beruntung beroleh taufiq dan karunia itu. Dan
tidak lama antaranya muncullah di hadapan mereka Sa’ad bin Abi Waqqash ….
Selang
beberapa lama, Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash datang kepadanya meminta jasa baiknya
dan mendesak agar menunjukkan kepadanya jenis ibadat dan amalan untuk
mendekatkan diri kepada Allah, yang menyebabkannya berhak menerima ganjaran
tersebut yang telah diberitakan sehingga menjadi daya tarik untuk
mengerjakannya:
Maka ujar Sa’ad: “Tak lebih dari amal ibadat yang biasa
kita kerjakan, hanya saja saya tak pernah menaruh dendam atau niat jahat
terhadap seorang pun di antara Kaum Muslimin!”
Nah,
itulah dia “singa yang selalu menyembunyikan kukunya” yang diungkapkan oleh
Abdurrahman bin ‘Auf.
Dan
inilah tokoh yang dipilih Umar untuk memimpin pertempuran Qadisiyah yang
dahsyat itu! Kenapa memilihnya untuk melaksanakan tugas yang paling rumit yang
sedang dihadapi Islam dan Kaum Muslimin, karena keistimewaannya terpampang
jelas di hadapan Amirul Mu’minin:
— Ia adalah
orang yang maqbul do’anya … ; jika ia memohon diberi kemenangan oleh Allah,
pastilah akan dikabulkan-Nya!
— la seorang
yang hati-hati dalam makan, terpelihara lisan dan suci hatinya.
— Salah seorang
anggota pasukan berkuda di perang Badar, di perang Uhud, pendeknya di setiap
perjuangan bersenjata yang diikutinya bersama Rasulullah saw….
— Dan satu lagi
yang tak dapat dilupakan oleh Umar, suatu keistimewaan yang tak dapat diabaikan
harga, nilai dan kepentingannya, serta harus dimiliki oleh orang yang hendak
melakukan tugas penting, yaitu kekuatan dan ketebalan iman.
Umar
tidak lupa akan kisah Sa’ad dengan ibunya sewaktu ia masuk Islam dan mengikuti
Rasulullah ….Ketika itu segala usaha ibunya untuk membendung dan menghalangi
puteranya dari Agama Allah mengalami kegagalan. Maka ditempuhnya segala jalan
yang tak dapat tidak, pasti akan melemahkan semangat Sa’ad dan akan membawanya
kembali ke pangkuan agama berhala dan kepada kaum kerabatnya.
Wanita
itu menyatakan akan mogok makan dan minum, sampai Sa’ad bersedia kembali ke
agama nenek moyang dan kaumnya. Rencana itu dilaksanakannya dengan tekad yang
luar biasa, ia tak hendak menjamah makanan atau minuman hingga hampir menemui
ajalnya.
Tetapi
Sa’ad tidak terpengaruh oleh hal tersebut, bahkan ia tetap pada pendiriannya,
ia tak hendak menjual Agama dan keimanannya dengan sesuatu pun, bahkan walau
dengan nyawa ibunya sekalipun.
Ketika
keadaan ibunya telah demikian gawat, beberapa orang keluarganya membawa Sa’ad
kepadanya untuk menyaksikannya kali yang terakhir, dengan hadapan hatinya akan
menjadi lunak jika melihat ibunya dalam sekarat. Sesampainya di sana, Sa’ad
menyaksikan suatu pemandangan yang amat menghancurkan hatinya yang bagaikan
dapat menghancurkan baja dan meluluhkan batu karang ….
Tapi
keimanannya terhadap Allah dan Rasul mengatasi baja dan batu karang mana pun
juga. Didekatkan wajahnya ke wajah ibunya, dan dikatakannya dengan suara kerns
agar kedengaran olehnya:
“Demi Allah, ketahuilah wahai ibunda seandainya bunda
mempunyai seratus nyawa, lalu ia keluar satu per satu, tidaklah anakanda akan
meninggalkan Agama ini walau ditebus dengan apa pun juga . . .! Maka
terserahlah kepada bunda, apakah bunda akan makan atau tidak … !”
Akhirnya
ibunya mundur teratur, dan turunlah wahyu menyokong pendirian Sa’ad serta
mengucapkan selamat kepadanya, sebagai berikut:
Dan seandainya kedua orang tun memaksamu untuh mempersehutukan
Ahu, padahal itu tidak sesuai dengan pendapatmu, maka janganlah kamu mengikuti
kedua‑
(Q.S. 31 Luqman: 15)
Nah,
tidakkah ini betul-betul singa yang menyembunyikan kukunya … ?
Jika
demikian halnya, pantaslah Amirul Mu’minin dengan hati tenang memancangkan
panji-panji Qadisiyah di tangan kanannya, dan mengirimnya untuk menghalau
pasukan Persi yang tidak kuiang jumlahnya dari seratus ribu prajurit yang
terlatih dan diperlengkapi dengan senjata dan alat pertahanan yang paling
ditakuti dunia waktu itu, dipimpin oleh otak-otak perang yang paling jempol,
dan ahli-ahli siasatnya yang paling cerdik dan licik … !
Memang,
kepada tentara musuh yang menakutkan inilah Sa’ad datang dengan membawa
tigapuluh ribu mujahid, tidak lebih . . .; di tangan masing-masing tergenggam
panah dan tumbak. Hanya sernata-mata panah dan tombak . . . tetapi dalam dada
menyala kemauan dari Agama baru, yang membuktikan keimanan, kehangatan, serta
kerinduan yang luar biasa terhadap maut dan mati syahid …
Dan
kedua pasukan itu pun bertemulah. Tetapi
belum, mereka belum lagi bertempur. Di sana Sa’ad masih menunggu bimbingan dan
pengarahan dari Amirul Mu’minin Umar . . . . Di bawah ini tertera surat Umar
yang memerintahkannya segera berangkat ke Qadisiyah, yang merupakan pintu
gerbang memasuki Persi, ditancapkannya dalam hatinya kalimat berharga yang
semuanya merupakan petunjuk dan cahaya:
“Wahai Sa’ad bin Wuhaib! Janganlah anda terpedaya di
hadapan Allah, mentang-mentang dikatakan bahwa anda adalah paman dan shahabat
Rasulullah! Sungguh, tak ada hubungan keluarga antara seseorang dengan Allah
kecuali dengan mentaati-Nya! Semua manusia baik yang mulia maupun yang hina,
pada pandangan Allah serupa tidak berbeda . . . . Allah Tuhan mereka, sedang
mereka hambaNya . .. Mereka berlebih berkurang dalam kesehatan, dan akan
beroleh karunia yang tersedia di sisi Allah dengan ketaatan. Maka perhatikanlah
segala sesuatu yang pernah anda lihat pada Rasulullah saw. semenjak ia diutus
sampai meninggalkan kita dan pegang teguhlah, karena itulah yang harus diikuti
… ! “
Kemudian
katanya pula:
“Tulislah kepadaku segala hal ikhwal tuan-tuan bagaimana
kedudukan tuan-tuan, dan di mana pula posisi musuh terhadap tuan-tuan . .. ,
terangkan sejelas-jelasnya, hingga seolah-olah aku menyaksikan sendiri keadaan
tuan-tuan … ! “
Sa’ad
pun menulis surat kepada Amirul Mu’minin dan menuliskan segala sesuatu, hingga
hampir saja diterangkannya tempat dan posisi setiap prajurit secara terperinci.
Sa’ad
telah sampai di Qadisiyah, sementara seluruh tentara dan rakyat Persia
berhimpun, sesuatu hal yang tak pernah mereka lakukan selama ini. Kendali
pimpinannya dipegang oleh panglimanya yang ulung dan paling terkenal, yaitu
Rustum.
Sebagai
balasan surat dari Sa’ad yang baru dikirimnya, Amirul Mu’minin menulis:
“Sekali-kali janganlah anda gentar mendengar berita dan persiapan
mereka! Bermohonlah kepada Allah dan tawakkallah kepada-Nya! Dan kirimlah
sebagai utusan, orang-orang yang cerdas dan tabah untuk menyeru mereka ke jalan
Allah . . .! Dan tulislah surat kepadaku setiap hari … !”
Kembali
Sa’ad mengirim surat kepada Amirul Mu’minin, menyampaikan bahwa Rustum telah
menduduki Sabath dengan mengerahkan pasukan gajah dan berkudanya, dan mulai
bergerak menuju Kaum Muslimin . . . . Balasan dari Umar datang yang isinya
memberi petunjuk dan menabahkan hati Sa’ad.
Sa’ad
bin Abi Waqqash seorang anggota pasukan berkuda yang ulung dan gagah berani,
paman Rasulullah dan termasuk golongan yang mula pertama masuk Islam, pahlawan
dari berbagai perjuangan bersenjata, pancungan dan panahnya yang tak pernah
meleset, sekarang tampil mengepalai tentaranya dalam menghadapi salah satu
peperangan terbesar dalam sejarah, tak ubahnya bagi seorang prajurit biasa … ! Baik kekuatan maupun kedudukannya
sebagai pemimpin, tidak mampu mempengaruhi dan memperdayakan dirinya untuk
mengandalkan pendapatnya semata. Tetapi ia selalu menghubungi Amirul Mu’minin
di Madinah yang jaraknya demikian jauh, dengan mengirimnya sepucuk surat tiap
hari untuk bermusyawarah dan bertukar pendapat, padahal pertempuran besar itu
telah hampir berkecamuk ….
Sebabnya
tidak lain, ialah karena Sa’ad ma’lum bahwa di Madinah, Umar tidaklah
mengemukakan pendapatnya semata atau mengambil keputusan seorang diri . . . ,
tetapi tentulah ia akan bermusyawarah dengan orang-orang di sekelilingnya dan
dengan shahabat-shahabat utama Rasulullah. Dan bagaimana juga gawatnya suasana
perang, Sa’ad tak hendak kehilangan barqah dan manfa’atnya musyawarah, baik
bagi dirinya maupun bagi tentaranya, apalagi ia tabu benar bahwa di pusat
komando itu pimpinannya langsung dipegang Umar al-Faruk, pembangkit ilham atau
inspirasi agung ….
*******
ditukil dari Khalid Muh. Khalid,
Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah. Diponegoro Bandung
Baca
Selanjutnya. SA’AD BIN ABI WAQQASH SINGA YANG MENYEMBUNYIKAN KUKUNYA. BAG(2)
Category: Recent Post, SAHABAT NABI
0 komentar