HARGA DIRI REFLEKSI HIJRAH TAHUN BARU 1436 H

Unknown | 11/01/2014 | 0 komentar

Tulisan ini merupakan salah satu tulisan ulama besar Islam Sayyid Sabiq dalam bukunya Anashirul Quwwah fil Islam (Unsur-Unsur Kekuatan Islam; Dasar terciptanya kemuliaan hidup & kokohnya kepemimpinan Umat). Saya pikir sangat bagus kalau tulisan ini disebarkan ke teman-teman generasi masa depan, sebagai refleksi dari tahun baru hijriah 1436 h. dari hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah.


Islam mengajarkan bahwa “harga diri” itu merupakan suatu hal yang paling utama dan paling baik. Hargadiri adalah hal terpentung dalam memperoleh kebajikan, dalam menyingkirkan kejahatan, dalam berpegang pada sifat –sifat mulia, dan dalam menelaah masalah-masalah yang bernilai tinggi, dlam menjauhi hawa nafsu, dalam membersihkan diri dari keinginannburuk dan perbuatan-perbuatan keji, dan dalam menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak benar (bohong) serta akhlak yang rendah.


Sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat utama yang patut dimiliki seseorang. Apabila sifat tersebut tidak dimilikinya, jatuhlah nilai-nilai kemanusiaan seseorang dan menurunlah derajat manusia yang tinggi itu.

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa ingin menjadi orang yang paling mulia, hendaklah ia bertakwa kepada Allah. Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang paling takwa hendaklah ia bertawakal kepada Allah. Barangsiapa ingin menjadi ornag yang kaya, haruslah ia merasa bahwa harta yang dimiliki Allah lebih besar daripada harta yang ada padanya.”

Betapa mulia dan agungnya jiwa seseorang yang berusaha memperoleh keutamaan dan menjauhi perbuatan hina. Allah menykai hambanya yang mulia dengan perbuatan yang agung dan utama.

Rasulullah bersabda, “Allah menyukai hal-hal yang agung dan mulia dan membenci hal-hal yang sebaliknya (hina).”

Sebagaimanifestasi harga diri seseorang, dapat kita lihat pada kerelaan memperjuangkan kebenaran dan memberantas kezaliman serta marah apabila dihina dan melawannya dengan jalan yang wajar serta rasional. Keberanian merupakan tameng “harga diri” yang mulia yang menjaga setiap penghinan yang dilontarkan kepada seseorang. Juga sebagai tanda-tanda kepribadian yang kuat ialah berani menentang kezaliman dan ketidakadilan, sekalipun untuk itu ia ditimpa bencana.

Imam Syafi’i merasa dirinya mulia dan bangga dengan keberniannya. Ia tidak peduli dengan apa ia akan mempertahankan kemuliaan itu. Ia melukiskan perasaannya itu dalam sebuah syair:

Di waktu hidup, aku tidak akan kehilangan kekuatan dan diwaktu mati, aku tidak akan kehilangan kuburan.
Cita-citaku bagaikan cita-cita para raja, diriku adalah merdeka, melihat kehinaan seperti keingkaran.

Rasulullah saw melihat seorang yang menerima dan rela direndahkan begitu saja oleh orang lain, yang dalam Islam dilarang, kemudian Rasulullah bersabda, “Seseorang yang cita-citanya itu tidak ada nilainya di sisi Allah. Barangsiapa tidak mementingkan kepentingan kaum Muslim, ia tidak tergolong dalam ornag-orang Islam. Barangsiapa rela dirinya direndahkan orang lain tanpa merasa kesal sedikit pun, ia bukan umatku.”

Islma mendidik seseorang menjadi berani, berani bertarung, sekalipun maut mengancamnya. Dalam suatu hadis disebutkan, “Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah. Kemudian ia bertanya, “Wahai Rasulullah bagaimana kalau ada seseorang yang akan mengambil (merampas) hartaku?, Rasulullah menjawab, “Jangan kamu berikan. Laki-laki itu bertanya lagi, “Bagaimana kalu ia akan membunuhku? Rasulullah menjawab, “Lawanlah dia. Laki-laki itu bertanya kemabali, bagaimana kalau aku terbunuh?, Rasulullah menjawab, “Engakau masuk surga. Namun bagaimana kalau ia terbunuh? Rasulullah menjawab, “Ia masuk neraka.”

Sesuatu yang paling hina yang terdapat pada seseorang adalah sifat pengecut. Sifat ini dapat menggoyahkan sendi-sendi kehormatan seseorang dan dapat mengakibatkan sempitnya sumber kihidupan. Dalam sebuah syair dikatakan:

Bila seseorang diperlakukan tidak adil, hal itu merupakan penghinaan, aib hidup.
Ia akan terbenam hancur porak-poranda menjadi keping-keping yang tak seorang pun mau mempedulikannya.

Dalam suatu bangsa, kalau banyak yang pengecut, berarti Allah telah menimpakan sesuatu yang hina pada bangsa itu sebagai akibat yang nyata dari tingkah laku mereka yang tercela. Perasaan hina dan lemah adalah jalan menuju perbudakan, bahakan dapat mendatangkan maut dan kehancuran. Allah berfirman:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌ حَذَرَ الْمَوْتِ فَقَالَ لَهُمُ اللَّهُ مُوتُوا ثُمَّ أَحْيَاهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاس لا يَشْكُرُونَ (٢٤٣)
Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; Maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu"[154], [1]kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. QS. Al-Baqarah [2] : 243

Maut yang dimaksud adalah suatu bangsa telah kehilangan keagungan, kebesaran, dan kemerdekaan. Mereka telah menjadi bangsa terbelakang dan bahkan mudah ditimpa bencana kelaparan serta selalu kecut menghadapi sesuatu. Kemudian, Allah membangkitkan kekuatan dan kebesarn mereka dengan menjadikan anak-anak (keturunan) para pengecut tersebut sebagai pendobrak pintu keadilan dan pemberantas sifat-sifat hina.  Dengan begitu, mereka menghendaki menjadi bangsa yang mulia. Mereka bangkit terus berjuang, tidak mempedulikan apa yang telah diperbuat oleh nenek moyang mereka yang menjadikan hina itu. Yang penting mereka dapat menghidupkan bangsanya dengan mereka dan menjadikannya mulia dan besar.

Allah menceritakan kepada kita tentang kisah kaum Nabi Musa as ketika Nabi Musa minta kaumnya memasuki tanah suci. Mereka enggan masuk karena takut dan merasa lemah. Alhasil, Allah menghukum mereka dengan siksaan, lagi pula tersesat selama empat puluh tahun. Allah mengkategorikan mereka sebagai kaum fasik yang keluar dari agama Allah. Allh berfirman:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا وَآتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ (٢٠)يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الأرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (٢١)قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ (٢٢)قَالَ رَجُلانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٢٣)قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلا إِنَّا هَا هُنَا (٢٤)قَالَ رَبِّ إِنِّي لا أَمْلِكُ إِلا نَفْسِي وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (٢٥)قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الأرْضِ فَلا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (٢٦)
Artinya:
20. dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat Nabi Nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain".
21. Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu[2], dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), Maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.
22. mereka berkata: "Hai Musa, Sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, Sesungguhnya Kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. jika mereka ke luar daripadanya, pasti Kami akan memasukinya".
23. berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".
24. mereka berkata: "Hai Musa, Kami sekali sekali tidak akan memasuki nya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, Sesungguhnya Kami hanya duduk menanti disini saja".
25. berkata Musa: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. sebab itu pisahkanlah antara Kami dengan orang-orang yang Fasik itu".
26. Allah berfirman: "(Jika demikian), Maka Sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang Fasik itu." QS. Al-Maidah [5] : 20-26.

Rasulullah saw menilai, kehidupan umatnya bagaikan taruhan keagungan dan keberaniannya. Apabila sifat-sifat mulia yang dimiliki itu telah digrogoti, Allah akan menghancurkan dan mencabut semua kebesaran yang mereka miliki.

Rasulullah bersabda, “Apabila umatku tidak mau lagi mengatakan kepada orang yang berbuat zalim, ‘Hai, engkau berbuat zalim!’ aku ucapkan selamat tinggal padamu.”

Hadis tersebut memberikan pengertian bahwa umat Muhammad bila tidak berani lagi mengecam atau mengoreksi orang yang berbuat zalim, patutlah mereka ditinggalkan.

Merajalelanya kezaliman itu sama dengan terlepas daripasangan agama dan berkurangnya unsur kemerdekaan. Ini berarti kesesatan dan penyimpangan dari jalan yang ditentukan Allah. Sedangkan rela dengan berkurangnnya kemerdakaan dan kemuliaan itu berarti rela menerima penghinaan dan perbudakan.

Memilih jalan sesat dan perbudakan adlah dibenci oleh Allah dan terlarang dalam Islam. Oleh karena itu, Islam mengharuskan perlawanan apabila seseorang dipaksa meninggalkan prinsip-prinsip ajaran agama dan kemerdekaan, kalau ia tidak mampu mengadakan perlawanan, ia diharuskan pindah ke tempat lain yang aman baginya untuk menjalankan agamanya dan mempertahankan kemerdekaanya. Allah berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ (١٠)
Artinya: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. QS. Az-Zumar [39] : 10.

Apabila seseorang rela ditekan dalam menjalankan agama dan menggunakan kemerdakaannya, berarti ia mempertontonkan berbagai macam siksa dan bencana yang paling hebat dan paling keras.  Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (٩٧)إِلا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلا يَهْتَدُونَ سَبِيلا (٩٨)فَأُولَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا (٩٩)
Artinya:
97. Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam Keadaan Menganiaya diri sendiri[3], (kepada mereka) Malaikat bertanya : "Dalam Keadaan bagaimana kamu ini?". mereka menjawab: "Adalah Kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para Malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali,
98. kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah),
99. mereka itu, Mudah-mudahan Allah memaafkannya. dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. QS. An-Nisa [4] : 97-99.

Hijrah para Nabi, para Rasul dan orang-orang saleh disebabkan mereka menolak untuk meninggalkan prinsip dan pendapat mereka. Mereka disiksa dan ditelantarkan karena tetap mempertahankan keyakinan, kehormatan dan kemerdekaannya. Islam menghimbau hal ini menyeru-kannya meskipun untuk itu akan mengakibatkan maut.

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa terbunuh karena membela agamanya, ia mati sahid, barangsiapa terbunuh karena mempertahankan kehormatannya, ia mati syahid dan barangsiapa terbunuh karena karena membela hartanya, ia mati syahid.

Jiwa yang mulia terletak di antara dua sifat, yaitu kesombongan dan kehinaan. Yang pertama, rasa tinggi hati sementara yang kedua rasa rendah diri. Keduanya tercela dan dilarang.

Rasulullah bersabda, “Tidak masuk surga orang yang sombong, sekalipun kesombongan itu sebesar biji sawi dan tersembunyi dalam hatinya.” Lalu, berkata seorang laki-laki, “Sesungguhnya aku ini menykai baju bagus dan sandal bagus, apakah hal inj merupakan kesombongan?’ Rasulullah menjawab, “Tidak, sesungguhnya Allah itu indah. Ia suka pada yang indah. Kesombongan adalah mengingkari keberatan serta mendustai manusia.”

Ali bin Abdil Aziz berkata, “Mereka berkata kepadaku, ‘Engkau adalah orang yang menjauhkan diri dari kemewahan tapi sebenarnya mereka melihat seseorang yang enggan kepada kerendahan (kehinaan).”

Aku melihat seseorang yang berteman dengan mereka itu hina, tapi orang yang mulia itu tetap mulia.

Aku tidak tahu persis, mengapa demikian nampak hasratnya denganku, tidak setiap kilat yang melintas di hadapanku itu menakutkan bagiku dan tidak pula setiap orang yang aku jumpai menyenangkan bagiku.

Apabila diberitahukan di sini ada mata air, aku jawab, “Aku tahu, namun setiap yang bebas itu pasti menjumpai kehausan.”

Kami kekang sebagian kebebasan jiwa kami supaya tidak menjadi memburuk demi untuk menjaga celaan musuh yang datang dari segala penjuru.

Tidak ada malu dalam hatiku demi ilmu. Aku mengabdi kepada siapa saja yang kujumpai dalam hal itu.

Apakah tanaman ilmuku itu membuat aku berduka sehingga aku memetik kehinaan? Kalau begitu, justru orang-orang yang bodohlah yang lebih sempit (terbatas).

Seandainya para cendikiawan itu bisa memlihara ilmu mereka, niscaya ilmu itu akan tetap melekat dan dikuasainya dan andaikata mereka menghormatinya, niscaya mereka akan menjadi terhormat karenanya.

Namun, mereka menganggap remeh ilmu sehingga mereka menjadi rendah, dan mereka mengotori sumber-sumber ilmu itu dengan kerakusan akan harta sehingga mereka menjadi hina karenanya.”  

[Semoga kita bisa berhijrah ke perjalanan yang lebih baik. Amien]
Wallahu ‘Alam Bish-Shoab. [Kawani, 1 November 2014 m.- 8 Muharram 1436 h.- @ciawi]


[1] Sebahagian ahli tafsir (seperti Al-Thabari dan Ibnu Katsir) mengartikan mati di sini dengan mati yang sebenarnya; sedangkan sebahagian ahli tafsir yang lain mengartikannya dengan mati semangat.
[2] Maksudnya: tanah Palestina itu ditentukan Allah bagi kaum Yahudi selama mereka iman dan taat kepada Allah.
[3] Yang dimaksud dengan orang yang Menganiaya diri sendiri di sini, ialah orang-orang muslimin Mekah yang tidak mau hijrah bersama Nabi sedangkan mereka sanggup. mereka ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir ikut bersama mereka pergi ke perang Badar; akhirnya di antara mereka ada yang terbunuh dalam peperangan itu.

Category: , , ,

About wandibudiman.blogspot.com:
Blog ini merupakan blog yang dikelola oleh Wandi Budiman, seorang manusia lemah yang selalu mencari keridhaan dari Tuhannya (Allah swt). Terimaksih sudah berkunjung ke Blog ini Semoga apa yang sudah di posting di Blog ini menjadi Sesuatu yang bermanfaat.Amin..

0 komentar