AMAL ITU TERGANTUNG NIATNYA
Setiap manusia pasti
mempunyai tujuan dalam hidupnya, begitupun Islam memandang Niat sebagai sebuah
kekuatan dan keharusan yang akan membimbing hidup manusia kemana arah
perjalanannya, sebaagimana Rasulullah juga menyamapikan dalam haditsnya yang tetuang
dalam Kitab Hadits Arbai’in An-Nawawiyyah No.1 Pertama. Mari kita simak
Haditsnya.
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى
الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا
لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ
فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا
يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ [رواه إماما المحدثين
أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو
الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح
الكتب المصنفة]
"Dari Amirul Mukminin
Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung
niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa
yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan
Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena
seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang
ditujunya”.
[Diriwayatkan oleh dua
orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin
Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al
Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling
shahih di antara semua kitab hadits. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907]
Penjelasan Hadits:
Hadits ini adalah Hadits
shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian derajatnya dan
didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pada
beberapa bab pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim telah meriwayatkan hadits
ini pada akhir bab Jihad.
Hadits ini salah satu pokok
penting ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata : “Hadits tentang
niat ini mencakup sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu
karena perbuatan manusia terdiri dari niat didalam hati, ucapan dan tindakan.
Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga bagian itu. Diriwayatkan dari
Imam Syafi’i, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab fiqih”, sejumlah Ulama’
mengatakan hadits ini mencakup sepertiga ajaran islam.
Para ulama gemar memulai
karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai
dengan hadits ini pada kitabnya adalah Imam Bukhari. Abdurrahman bin Mahdi
berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits
ini, untuk mengingatkan para pembacanya agar meluruskan niatnya”.
Hadits ini dibanding
hadits-hadits yang lain adalah hadits yang sangat terkenal, tetapi dilihat dari
sumber sanadnya, hadits ini adalah hadits ahad, karena hanya diriwayatkan oleh
Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan
oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, kemudian hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin
Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al
Anshari, kemudian barulah menjadi terkenal pada perawi selanjutnya. Lebih dari
200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka
adalah para Imam.
Pertama : Kata “Innamaa”
bermakna “hanya/pengecualian” , yaitu menetapkan sesuatu yang disebut dan
mengingkari selain yang disebut itu. Kata “hanya” tersebut terkadang dimaksudkan
sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang dimaksudkan sebagai
pengecualian yang terbatas. Untuk membedakan antara dua pengertian ini dapat
diketahui dari susunan kalimatnya.
Misalnya, kalimat pada
firman Allah : “Innamaa anta mundzirun” (Engkau (Muhammad) hanyalah seorang
penyampai ancaman). (QS. Ar-Ra’d : 7)
Kalimat ini secara sepintas
menyatakan bahwa tugas Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam hanyalah menyampaikan
ancaman dari Allah, tidak mempunyai tugas-tugas lain. Padahal sebenarnya beliau
mempunyai banyak sekali tugas, seperti menyampaikan kabar gembira dan lain
sebagainya. Begitu juga kalimat pada firman Allah : “Innamal hayatud dunyaa
la’ibun walahwun” à “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan dan permainan”.
(QS. Muhammad : 36)
Kalimat ini (wallahu a’lam)
menunjukkan pembatasan berkenaan dengan akibat atau dampaknya, apabila
dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka kehidupan dapat menjadi wahana
berbuat kebaikan. Dengan demikian apabila disebutkan kata “hanya” dalam suatu kalimat,
hendaklah diperhatikan betul pengertian yang dimaksudkan.
Pada Hadits ini, kalimat
“Segala amal hanya menurut niatnya” yang dimaksud dengan amal disini adalah
semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan
syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam. Tentang
sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat
para ulama tentang maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai
syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat
sebagai penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat.
Kedua : Kalimat “Dan setiap
orang hanya mendapatkan sesuai niatnya” oleh Khathabi dijelaskan bahwa kalimat
ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan sah
tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin An-Nawawi
menerangkan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang
meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya, walahu a’lam
Ketiga : Kalimat “Dan
Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah
dan Rosul-Nya” menurut penetapan ahli bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan
jawabnya, begitu pula mubtada’ (subyek) dan khabar (predikatnya) haruslah
berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat bermakna niat
atau maksud baik secara bahasa atau syari’at, maksudnya barangsiapa berhijrah
dengan niat karena Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya
kepada Allah dan Rosul-Nya.
Hadits ini memang muncul
karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke Madinah untuk
mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk mendapatkan
pahala hijrah karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais.
Pelajaran yang terdapat dalam
Hadits Ke-1
1. Niat merupakan syarat
layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan
mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
2. Waktu pelaksanaan niat
dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
3. Ikhlas dan membebaskan
niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shalih dan
ibadah.
4. Seorang mu’min akan
diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
5. Semua perbuatan yang
bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah
maka dia akan bernilai ibadah.
6. Yang membedakan antara
ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
7. Hadits di atas
menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan
pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah
membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan. wallahu a'lam
Category: MUHASABAH, Syarah Arba'in Nawawi
0 komentar