BUKTI, SAKSI DAN SUMPAH DALAM PERADILAN
Islam
telah mengatur masalah peradilan, bagaimana kedudukan seseorang yang mengadukan
sebuah perkara kepada pihak peradilan dan bagaimana kedudukan seorang terdakwa
apabila mendapat tuduhan dari seseorang. Maka, Rasulullah saw telah bersabda
mengenai hal tersebut dalam sabdanya dibawah ini;
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم : لَوْ
يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ، لاَدَّعَى رِجَالٌ أَمْوَالَ قَوْمٍ
وَدِمَاءَهُمْ، لَكِنَّ الْبَيِّنَةَ عَلَى الْمُدَّعِيْ وَالْيَمِيْنَ عَلَى مَنْ
أَنْكَرَ. [حديث حسن رواه البيهقي وغيره هكذا، وبعضه في الصحيحين]
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma, sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Sekiranya setiap tuntutan
orang dikabulkan begitu saja, niscaya orang-orang akan menuntut darah orang
lain atau hartanya. Akan tetapi, haruslah ada bukti atau saksi bagi yang menuntut
dan bersumpah bagi yang mengingkari (dakwaan)”.
(HR. Baihaqi, hadits Hasan, sebagian lafazhnya ada pada
riwayat Bukhari dan Muslim). [Baihaqi (Sunan Baihaqi 10/252), dan yang lain,
juga sebagian lafaznya ada di shahih Bukhari dan Muslim]
Penjelasan
Hadits Arba’in No. 33
Hadits
ini pada riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Ibnu Abu Mulaikah
mengatakan :
“Ibnu ‘Abbas menulis bahwa sesungguhnya Nabi Shallallahu
'alaihi wa Sallam telah menetapkan sumpah untuk orang yang menyangkal dakwaan”.
Pada
riwayat lain disebutkan sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam
bersabda :
“Sekiranya manusia dikabulkan apa saja yang menjadi
pengakuannya, niscaya orang-orang akan mudah menuntut darah orang lain, harta
orang lain. Akan tetapi, sumpah itu untuk orang yang menyangkal dakwaan”.
Penulis
kitab Al Arbain berkata :
“Hadits ini
diriwayatkan Bukhari dan Muslim dalam Kitab Shahihnya dengan sanad bersambung
dari riwayat Ibnu ‘Abbas. Begitu pula riwayat para penyusun Kitab Sunnan dan
lain-lainnya”.
Ushaili
berkata :
“Bila marfu’nya Hadits ini dengan kesaksian Imam Bukhari
dan Imam Muslim, maka tidaklah ada artinya anggapan bahwa Hadits ini mauquf”.
Penilain
semacam itu tidak berarti berlawanan dan tidak juga menyalahi.
Hadits
ini merupakan salah satu pokok hukum Islam dan sumber pegangan yang terpenting
di kala terjadi perselisihan dan permusuhan antara orang-orang yang
bersengketa. Suatu perkara tidak boleh diputuskan semata-mata berdasarkan
pengakuan atau tuntutan dari seseorang.
Sabda
beliau “niscaya orang-orang akan menuntut darah orang lain atau hartanya”
dipakai oleh sebagian orang sebagai dasar untuk membatalkan pendapat Imam
Malik, yang mengatakan perlunya mendengarkan pengaduan korban yang mengatakan
bahwa seseorang telah melukai saya atau saya mempunyai tuntutan darah kepada
seseorang. Sebab, jika orang yang sedang sakit mengadu “Seseorang mempunyai
pinjaman kepadaku satu dinar atau satu dirham” Tidak boleh diperhatikan,
maka pengaduan korban “Saya mempunyai tuntutan darah kepada orang lain”
lebih patut untuk tidak diperhatikan.
Dengan
demikian, alasan tersebut tidak benar untuk membantah pendapat Imam Malik dalam
masalah ini karena Imam Malik tidak mendasarkan pelaksaan qishash atau denda
hanya pada perkataan penggugat atau sumpah korban, tetapi menjadikan pengakuan
korban “Saya mempunyai tuntutan darah kepada sseorang” sebagai keterangan
tambahan yang menguatkan bukti penggugat, sampai orang yang digugat berani
bersumpah ketika ia mengingkarinya, sebagaimana yang berlaku pada berbagai
macam keterangan tambahan.
Sabda
beliau : “Akan tetapi, sumpah itu untuk orang yang menyangkal (dakwaan)”
menjadi kesepakatan para ulama untuk menyumpah penyangkalan orang yang didakwa
dalam urusan harta. Akan tetapi, dalam urusan lain mereka masih berbeda
pendapat. Sebagian ulama menyatakan hal ini wajib berlaku kepada setiap orang
yang menyangkal dakwaan di dalam sesuatu hak, dalam thalaq, dalam pernikahan,
atau dalam pembebasan budak berdasarkan pada keumuman Hadits ini. Jika orang
yang didakwa tidak mau bersumpah, maka tuduhannya dipenuhi.
Abu
Hanifah berkata :
“Sumpah itu diberlakukan dalam kasus thalaq, nikah, dan
pembebasan budak. Jika tidak mau bersumpah, maka tuduhannya dipenuhi”. Dan dia berkata : “Dalam
kasus pidana tidak boleh digunakan sumpah (sebagai alat bukti)”.
Pelajaran
Hadits Arba’in No. 33
1.
Seorang hakim harus meminta dari kedua orang yang bersengketa sesuatu yang
dapat menguatkan pengakuan mereka.
2.
Seorang hakim tidak boleh memutuskan sebuah perkara dengan menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal.
3.
Pada dasarnya seseorang bebas dari tuduhan hingga terbukti perbuatan jahatnya.
4.
Seorang hakim harus berusaha keras untuk mengetahui permasalahan sebenarnya dan
menjelaskan hukumnya berdasarkan apa yang tampak baginya.
5.
Bersumpah hanya diperbolehkan atas nama Allah.
Demikian
Penjelasan Hadits Arba’in an-Nawawiyyah No.33 semoga bermanfaat.
*******
SYARH HADITS ARBA’IN AN-NAWAWIYYAH
NO.33
Wallahu ‘Alam [Syarh Hadits Arba’in]
Category: Recent Post, Syarah Arba'in Nawawi
0 komentar