KISAH KILAB BIN UMAIYAH
Kisah Kilab Bin Umaiyah (Kisah Berbakti Kepada Kedua Orang Tua)
(Ilustrasi GAmbar: Seorang ayah yang sedang menunggu Kedatangan Anaknya) |
Seorang laki-laki bernama Kilab bin Umayyah bin Askar.
Dia memiliki ayah dan ibu yang sudah tua. Dia menyiapkan susu untuk keduanya
tiap pagi dan petang hari. Kemudian datanglah dua orang menemui Kilab, mereka
membujuknya untuk pergi berperang. Ternyata Kilab tertarik dengan ajakan
tersebut, lalu dia membeli seorang hamba sahaya untuk menggantikannya mengasuh
kedua orang tuanya. Setelah itu Kilab pun pergi berjihad.
Suatu malam, hamba sahaya tersebut datang dan membawa
gelas jatah susu petang hari kepada ibu dan bapak Kilab, ketika keduanya sedang
tidur. Dia menunggu sesaat dan tidak membangunkannya lalu pergi. Di tengah
malam keduanya terbangun dalam keadaan lapar, bapak Kilab berkata,
“Dua orang telah memohon kepada Kilab dengan kitabullah.
Keduanya telah bersalah dan merugi. Kamu meninggalkan bapakmu yang kedua
tangannya gemetar, dan ibumu tidak bisa minum dengan nikmat. Jika merpati itu
bersuara di lembah Waj karena telur-telurnya, kedunya mengingat Kilab. Dia
didatangi oleh dua orang yang membujuknya. Wahai hamba-hamba Allah, sungguh
keduanya telah durhaka dan merugi. Aku memanggilnya lalu dia berpaling dengan
menolak. Maka dia tidak berbuat yang benar. Sesungguhnya ketika kamu mencari
pahala selain dari berbakti kepadaku, hal itu seperti pencari air yang memburu
fatamorgana. Apakah ada kebaikan setelah menyia-nyiakan kedua orang tua? Demi
bapak Kilab, perbuatannya tidak dibenarkan.”
Jika ada orang luar Madinah yang datang ke kota Madinah,
Umar bin Khatab radhiallahu ‘anhu selalu menanyakan tentang
berita-berita dan keadaan mereka. Umar bertanya kepada salah seorang yang
datang, “Dari mana?” Orang itu menjawab, “Dari Thaif.” Umar bertanya, “Ada
berita apa?” Orang itu menjawab, “Aku melihat seorang laki-laki berkata
(laki-laki ini menyebut ucapan bapak Kilab di atas).” Umar menangis dan
berkata, “Sungguh Kilab mengambil langkah yang keliru.”
Kemudian bapak Kilab, Umaiyah bin Askar dengan
penuntunnya menemui Umar yang sedang di masjid. Dia mengatakan, “Aku dicela.
Kamu telah mencelaku tiada batas, dan kamu tidak tahu penderitaan yang
kurasakan. Jika kamu mencelaku, maka kembalikanlah Kilab manakala dia berangkat
ke Irak. Pemuda mulia dalam kesulitan dan kemudahan, kokoh dan tangguh pada
hari pertempuran. Tidak, demi bapakmu, cintaku kepadamu tidaklah usang. Begitu
pula harapanku dan kerinduanku kepadamu. Seandainya kerinduan yang mendalam
membelah hati, niscaya hatiku telah terbelah karena kerinduan kepadanya. Aku
akan mengadukan al-Faruq (maksudnya Umar bin Khattab) kepada Tuhannya yang
telah menggiring jamaah haji ke tanah berbatu hitam. Aku berdoa kepada Allah
dengan berharap pahala dari-Nya di lembah Akhsyabain sampai air hujan
mengalirinya. Sesungguhnya al-Faruq tidak memanggil Kilab untuk pulang kepada
dua orang tua yang sedang kebingungan.”
Umar menangis, lalu beliau menulis surat kepada Abu Musa
al-Asy’ari agar memulangkan Kilab ke Madinah. Abu Musa berkata kepada Kilab,
“Temuilah Amirul Mukminin Umarbin Khattab.” Kilab menjawab, “Aku tidak
melakukan kesalahan, tidak pula melindungi orang yang bersalah.” Abu Musa
berkata, “Pergilah!”
Kilab pulang ke Madinah. Ketika Umar bertemu dengannya,
beliau mengatakan, “Sejauh mana kamu berbuat baik kepada orang tuamu?” Kilab
menjawab, “Aku mementingkannya dengan mencukupi kebutuhannya. Jika aku hendak
memerah susu untuknya, maka aku memilih onta betina yang paling gemuk, paling
sehat dan paling banyak susunya. Aku mencuci puting susu onta itu, dan barulah
aku memerah susunya lalu menghidangkannya kepada mereka.”
Umar mengutus orang untuk menjemput bapaknya. Bapak Kilab
datang dengan tertatih-tatih dan menunduk. Umar bertanya kepadanya, “Apa
kabarmu, wahai Abu Kilab?” Dia menjawab, “Seperti yang Anda lihat wahai Amirul
Mukminin.” Umar bertanya, “Apakah kamu ada kepeluan?” Dia menjawab, “Aku ingin
melihat Kilab. Aku ingin mencium dan memeluknya sebelum aku mati.” Umar
menangis dan berkata, “Keinginanmu akan tercapai insya Allah.”
Kemudian Umar memerintahkan Kilab agar memerah susu onta
untuk bapaknya seperti yang biasa dia lakukan. Umar menyodorkan gelas susu itu
kepada bapak Kilab sambil berkata, “Minumlah ini, wahai bapak Kilab.” Ketika
bapak Kilab mendekatkan gelas ke mulutnya, dia berkata, “Demi Allah, aku
mencium bau kedua tangan Kilab.” Umar mengatakan, “Ini Kilab, dia ada di sini.
Kami yang menyuruhnya pulang.” Bapak Kilab menangis dan Umar bersama
orang-orang yang hadir juga menangis. Mereka berkata, “Wahai Kilab, temani
kedua orang tuamu.” Maka Kilab tidak pernah lagi meninggalkan mereka sampai
wafat. Wallahu ‘Allam (sumber)
Category: Artikel Islam, Tarikh Islam
0 komentar