7 (TUJUH) CIRI MANUSIA 'SOK TAHU' DALAM QS. AL-A'LAQ (1)
7 (TUJUH) CIRI MANUSIA 'SOK TAHU' DALAM QS. Al-A’LAQ (1)
'Sok tahu' pada dasarnya adalah "merasa sudah cukup
berpengetahuan" padahal sebenarnya kurang tahu. Masalahnya, orang yang sok
tahu biasanya tidak menyadarinya. Lantas, bagaimana kita tahu bahwa kita 'sok
tahu'? Mari kita mengambil hikmah dari Al-Qur'an. Ada beberapa ciri 'sok tahu'
yang bisa kita dapatkan bila kita menggunakan perspektif surat al-'Alaq.
Ilustrasi Gambar : belajarnulisideologis.files |
1. Enggan Membaca
Ketika disuruh malaikat Jibril, "Bacalah!", Rasulullah Saw.
menjawab, "Aku tidak bisa membaca." Lalu malaikat Jibril menyampaikan
lima ayat pertama yang memotivasi beliau untuk optimis. Adapun orang yang 'sok
tahu' pesimis akan kemampuannya. Sebelum berusaha semaksimal mungkin, ia lebih
dulu berdalih, "Ngapain baca-baca teori. Mahamin aja sulitnya minta ampun.
Yang penting prakteknya 'kan?" Padahal, Allah pencipta kita itu Maha
Pemurah. Ia mengajarkan kepada kita apa saja yang tidak kita ketahui.
Disisi lain, ada pula orang Islam yang terlalu optimis dengan
pengetahuannya, sehingga enggan memperdalam. Katanya, misalnya, "Ngapain
baca-baca Qur'an lagi. Toh udah khatam 7 kali. Mending buat kegiatan lain
aja." Padahal, Al-Qur'an adalah sumber dari segala sumber ilmu, sumber
'cahaya' yang tiada habis-habisnya menerangi kehidupan dunia. Katanya, misalnya
lagi, "Ngapain belajar ilmu agama lagi, toh sejak SD hingga tamat kuliah
udah diajarin terus." Padahal, 'ilmu agama' adalah ilmu kehidupan
dunia-akhirat.
2. Enggan Menulis
Orang yang sok tahu terlalu mengandalkan kemampuannya dalam mengingat-ingat
dan menghafal pengetahuan atau ilmu yang diperolehnya. Ia enggan mencatat.
"Ngerepotin," katanya. Seolah-olah, otaknya adalah almari baja yang
isinya takkan hilang. Padahal, sifat lupa merupakan bagian dari ciri manusia.
Orang yang sok tahu enggan mencatat setiap membaca, menyimak khutbah, kuliah,
ceramah, dan sebagainya. Padahal, Allah telah mengajarkan penggunaan pena
kepada manusia.
Di sisi lain, ada pula orang yang kurang mampu menghafal dan
mengingat-ingat pengetahuan yang diperolehnya, tapi ia merasa terlalu bodoh
untuk mampu menulis. "Susah," katanya. Padahal, merasa terlalu bodoh
itu jangan-jangan pertanda kemalasan. Emang sih, kalo nulis buat orang lain,
kita perlu ketrampilan tersendiri. Tapi, bila nulis buat diri sendiri, bukankah
kita gak bakal kesulitan nulis 'sesuka hati'? Apa susahnya nulis di buku
harian, misalnya, "Tentang ciri sok tahu, lihat al-'Alaq!"?
3. Membanggakan Keluasan Pengetahuan
Orang yang sok tahu membanggakan kepintarannya dengan memamerkan betapa ia
banyak membaca, banyak menulis, banyak mendengar, banyak berceramah, dan
sebagainya tanpa menyadari bahwa pengetahuan yang ia peroleh itu semuanya
berasal dari Allah. Ia mengira, prestasi yang berupa luasnya pengetahuannya ia
peroleh berkat kerja kerasnya saja. Padahal, terwujudnya pengetahuan itu pun semuanya
atas kehendak-Allah.
Mungkin ia suka meminjam atau membeli buku sebanyak-banyaknya, tetapi
membacanya hanya sepintas lalu atau malah hanya memajangnya. Ia merasa punya
cukup banyak wawasan tentang banyak hal. Ia tidak merasa terdorong untuk
menjadi ahli di bidang tertentu. Kalau ia menjadi muballigh 'tukang fatwa',
semua pertanyaan ia jawab sendiri langsung walau di luar keahliannya. Ia
mungkin bisa menulis atau berbicara sebanyak-banyaknya di banyak bidang, tetapi
kurang memperhitungkan kualitasnya. NEXT
Category: Artikel Islam