Amal yang tidak akan
terputus..............
Dunia merupakan sebuah
tempat persinggahan dan kehidupan yang sementara. Manusia sebagai salah satu
makhluk Allah telah dipastikan akan menemui tuhannya (mati). Dalam konsepsi
Islam, mati bukanlah akhir dari segalanya, tapi justru mati itu merupakan awal
kehidupan yang panjang, yaitu kehidupan akhirat dan setiap kita pasti
mengiginkan kebahagiaan di akhirat, karenanya di dalam berdo'a tak pernah kita
melupakan membaca:
"Rabbanaa aatina
fiddunyaa hasanah wafil aakhirati hasanah, waaaqinaa 'azaabannaar".
Berdo'a saja tidaklah
cukup, kebahagiaan di akhirat juga harus dicapai dengan bekal pahala yang
banyak dan untuk memperoleh pehalanya yang banyak berarti harus beramal shaleh
yang sebanyak-banyaknya. Meskipun begitu, ada perbuatan yang pahalanya akan
terus diraih oleh orang yang beramal, mekipun ia sudah meninggal dunia. Dalam
hal ini Rasulullah menunjukkan empat perkara sebagaimana sabdanya yang berbunyi
:
"Ada empat perkara
yang mengalir pahalanya setelah pelakunya meninggal dunia, yaitu, orang yang
meninggal selagi giat-giatnya berjuang di jalan Allah, orang yang mengajarkan
ilmunya, senantiasa mengalir pahala baginya, orang yang memberikan sadaqah akan mengalir shadaqah di mana saja shadaqah
itu terletak dan orang yang meninggalkan anak yang shaleh dan anak tersebut
selalu berdo'a untuk kebahagiaan." (Hr. Ahmad dan Thabrani).
Dari hadis di atas, empat
perkara yang dimaksud adalah:
1. Mati syahid
Mati syahid adalah kematian
yang dicapai tatkala seseorang tengah berjuang menegakan kalimat Allah. Begitu
mulianya mati syahid sehingga seorang mu'min yang sebenar-benarnya, di manapun
ia berada selalu mendambakannya. Para syuhada di dalam akhirat mendapatkan
kenikmatan yang luar biasa, mereka pasti meraih syurga yang dijanjikan Allah,
sebagaimana firman-Nya yang berbunyi:
"Sesungguhnya Allah
telah membeli dari orang-orang mu'min diri dan harta mereka dengan memberikan
syurga untuk mereka, mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau
terbunuh, itu telah menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil
dan Al Qur'an". (QS At-Taubah ayat 111).
Oleh sebab itu setiap kita
seharusnya tidak segan-segan berjuang di jalan Allah untuk menegakkan
kalimat-Nya. Manakala seorang punya kedudukan, kesempatan dan kemampuan
seharusnya dimanfaatkannya untuk itu.
2. Mengajar Ilmu
Ilmu adalah salah satu
kunci dan bekal seseorang untuk mencapai kebenaran serta kebahagiaan di dunia
dan akhirat. Oleh sebab itu setiap muslim diwajibkan menuntut ilmu untuk
selanjutnya ilmu itu diamalkan demi tegaknya Al Haq (kebenaran). Salah satu
cara mengamalkan ilmu adalah dengan mengajarkannya pada orang lain sehingga
orang lain dengan memahami dan mengamalkan yang kita peroleh. Nabi SAW
bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah
orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Muslim)
Ilmu itu hendaklah seperti
air, ia selalu mengalir dan membersihkan yang kotor serta menyuburkan tanah
yang tandus. Dengan mengajarkan ilmu diharapkan orang yang diajarkannya dapat
menghilangkan sifat-sifat yang buruk dan menumbuhkan sifat-sifat yang baik.
Oleh sebab itu belajar dan mengajar dalam ajaran Islam mendapat keutamaan
sendiri. Tapi bila seseorang tidak memanfaatkan ilmunya untuk kebaikan, maka
Allah menyediakan siksa untuknya. Nabi SAW, bersabda;
"Seberat-berat siksaan
atas manusia pada hari kiamat adalah orang alim yang tidak mengajarkan
ilmunya." (HR Thabrani).
3. Bershadaqah
Memperbanyak harta
merupakan salah satu kesenangan manusia, Allah memang mempersilahkan manusia
untuk mencari harta sebanyak mungkin, tapi
dari sekian banyak harta yang didapatkan, sebagai muslim kita
berkewajiban mengeluarkan sebagian kecilnya untuk kepentingan Islam serta
ummatnya. Kasadaran ini harus terus dipupuk karena pembangunan Islam dan
ummatnya tidak lepas dari keterikatan pada dana yang didapat dari kesadaran bershadaqah.
Oleh sebab itu setiap muslim diwajibkan untuk mewujudkan kesadaran bershadaqah
manakala ingin meraih kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. Tapi bila
tetap bermegah-megahan dengan harta dan tidak mau menshadaqahkannya, maka azab
Allah menanti, sebagaimana firman-Nya:
"Kecelakaanlah bagi
setiap pengumpat dan pencela. Yang mengumpulkan harta dan menhitung-hitung. Dia
mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak !
Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan kedalam huthomah, Dan tahukah
kamu apa huthomah itu, (yaitu) api (yang disediakan) Allah, yang dinyalakan.
Yang (naik) sampai ke hati." (QS al Humazah: 1 - 7)
Bila shadaqoh telah
dikeluarkan, baik dalam bentuk uang maupun barang, maka orang yang
mengeluarkannya manakala betul-betul ikhlas akan meraih pahala, sebab uang
serta barangnya itu terus berguna bagi kepentingan Islam dan ummatnya.
4. Anak Yang Shaleh
Tiap orang yang menikah,
pasti mengiginkan punya anak, dan tiap orang tua yang muslim, pasti ingin agar
anaknya menjadi anak yang shaleh. Karena itu pagi siang, sore dan malam kita selalu berdo'a
agar Allah menganugerahi keturunan yang shaleh. Namun dalam konsepsi Islam,
anak yang shaleh itu bukan sekedar didambakan dan meraihnya hanya dengan do'a.
Tapi RasuluLlah pernah menegaskan:
“Didiklah anak-anakmu dan
perbagus adab mereka" (HR. Ibnu Majah)
Dengan begitu, orang tua
yang ingin anaknya shaleh, seharusnya dialah yang mendidiknya secara langsung.
Kalau kemudian ada lembaga pendidikan Islam. guru ngaji dan sebagainya yang
ikut serta mendidik sang anak, itu hanyalah pelengkap, maka orang tua tidak
boleh merasa kewajibannya mendidik anak telah gugur karena telah menyekolahkan
anaknya di sekolah Islam atau memanggil guru ngaji ke rumah. Ini perlu
dipertegas mengingat banyak orang tua yang berprinsip demikian.
KURIKULUM PENDIDIKAN PADA
MASA DAULAH BANI UMAYYAH
A. Sejarah Dinasti Umayyah
Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah)
atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa
Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan
sekitarnya; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini
dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama
Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan
Muawiyah I, nama lengkapnya ialah Muawwiyah bin Abi Harb bin Umayyah bin Abdi Syam
bin Manaf.
Masa ke-Khilafahan Bani
Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin
Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian
orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan
jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka
mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah
yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang
Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah, dan terakhir
terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.
Pada masa Muawiyah bin Abu
Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan
Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia,
kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke
sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Sedangkan angkatan lautnya telah
mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel.
Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa
khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara
menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara,
Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan
menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara
besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan
al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa
hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh
tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah
barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko
dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya
menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa,
dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal
Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi
sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat
dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan
Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba.
Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari
rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Di zaman Umar bin
Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan
ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang
Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam
peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya
mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas,
pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan
Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan
ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam
masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi
Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia
Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan,
Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
Disamping ekspansi
kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai
bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu
dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.
Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada
masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi
tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan
mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang
dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan
memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga
berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715
M) meningkatkan pembangunan, diantaranya membangun panti-panti untuk orang
cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun
jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya,
pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Meskipun keberhasilan
banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat
dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan
bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai
diperkenalkan, dimana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan
setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan
dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium, istilah
khalifah tetap digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan
interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut dimana khalifah Allah dalam
pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah.
Dan kemudian Muawiyah bin
Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan bin Ali
ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian
kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan
anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya
gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang
saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Ketika Yazid bin Muawiyah
naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia
kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah,
memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara
ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan
Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum Syi'ah (pengikut
Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan
kembali, dan menghasut Husain bin Ali melakukan perlawanan.
Husain bin Ali sendiri juga
dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah
mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun
terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran
Karbala[1], Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke
Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah.
Kelompok Syi'ah sendiri
bahkan terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan diantaranya adalah yang
dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar (yang pada
akhirnya mengaku sebagai nabi) mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum
Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan
lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua.
Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang
menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali
terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi'ah secara
keseluruhan.
Abdullah bin Zubair membina
kekuatannya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin
Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinah dan Mekkah. Dua
pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini
terhenti karena taklama kemudian Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani
Umayyah kembali ke Damaskus.
Perlawanan Abdullah bin
Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan,
yang kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang dipimpin oleh
Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada
tahun 73 H/692 M.
Setelah itu gerakan-gerakan
lain yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi'ah juga dapat diredakan.
Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai dapat
diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi
kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan
membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjuytnya hubungan
pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar
bin Abdul-Aziz (717-720 M), dimana sewaktu diangkat sebagai khalifah,
menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam
wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, dimana
pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat,
kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab. Meskipun masa pemerintahannya
sangat singkat, namun berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi
kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan
dan kepercayaannya.
Periode Dinasti Umayyah
pada bidang pendidikan, adalah menekankan ciri ilmiah pada Mesjid sehingga
menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan tinggi dalam masyarakat Islam. Dengan penekanan ini di Mesjid diajarkan
beberapa macam ilmu, diantaranya syair, sastra dan ilmu lainnya. Dengan demikian periode antara permulaan abad
ke dua hijrah sampai akhir abad ketiga hijrah merupakan zaman pendidikan Mesjid
yang paling cemerlang.
Nampaknya pendidikan Islam
pada masa periode Dinasti Umayyah ini hampir sama dengan pendidikan pada masa
Khulafa ar Rasyiddin. Hanya saja memang
ada sisi perbedaan perkembangannya.
Perhatian para Khulafa dibidang pendidikan agaknya kurang memperhatikan
perkembangannya sehingga kurang maksimal, pendidikan berjalan tidak diatur oleh
pemerintah, tetapi oleh para ulama yang memiliki pengetahuan yang
mendalam. Kebijakan-kebijakan pendidikan
yang dikeluarkan oleh pemerintah hampir tidak ditemukan. Jadi sistem pendidikan Islam ketika itu masih
berjalan secara alamiah karena kondisi ketika itu diwarnai oleh kepentingan
politis dan golonga.
Walaupun demikian pada
periode Dinasti Umayyah ini dapat disaksikan adanya gerakan penerjemahan
ilmu-ilmu dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab, tetapi penerjemahan itu
terbatas pada ilmu-ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu kimia,
kedokteran, ilmu tata laksana dan seni bangunan. Pada umumnya gerakan penerjemahan ini
terbatas keadaan orang-orang tertentu dan atas usaha sendiri, bukan atas
dorongan negara dan tidak dilembagakan.
Menurut Franz Rosenthal orang yang pertama kali melakukan penerjemahan
ini adalah Khalid ibn Yazid cucu dari Muawwiyah.
Pada tahun 750 M, Daulah
Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani
Hasyim itu sendiri, dimana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah,
walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap
dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya
kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah
Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.
B. Pengertian Kurikulum
Secara umum kurikulum
diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Pengertian ini
dianggap masih tradisional dan masih banyak dianut sampai sekarang. Dalam
perkembangan kurikulum sebagai suatu kegiatan pendidikan, timbul berbagai
difenisi lain. Seperti yang diungkapkan oleh Saylor dan Alexander sebagaimana
dikutip M. Ahmad kurikulum sebagai “the total effort of the school to going
about desired outcomes in school and out-of-school situation.
Dari pengertian diatas
kurikulum tidak hanya sekedar mata pelajaran, tetapi segala usaha sekolah untuk
mencapai tujuan yang diinginkan, baik situasi di dalam sekolah maupun di luar
sekolah.
Menurut Herman H. Horne (An
idealistic philosophy of education 1962: 158) Kurikulum secara etimologi
berasal dari bahasa latin, a little receourse (suatu jarak yang harus ditempuh
dalam pertandingan olahraga), yang kemudian dialihkan kedalam pengertian
pendidikan menjadi circle of instruction yaitu suatu lingkaran pengajaran,
dimana guru dan murid terlibat didalamnya .
Istilah kurikulum semula
berasal dari istilah dari dunia atletik yaitu currere yang berarti berlari.
Istilah tersebut erat hubungannya dengan kata curier yang berarti penghubung
seseorang untuk menyampaikan sesuatu kepada orang atau tempat lain. Seorang kurir
harus menempuh suatu perjalanan untuk mencapai tujuan, maka istilah kurikulum
kemudian diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh. Dari istilah atletik, kurikulum mengalami
pergeseran arti ke dunia pendidikan, misalnya pengertian kurikulum yang tercantum
dalam Webster’s International Dictionary “curriculum: course a specified fixed
course of study, as in a school or college, as one leading to a degree”.
Kuikulum diartikan sebagai
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dan dikuasai untuk mencapai suatu
tingkat tertentu atau ijazah. Disamping itu, kurikulum juga diartikan sebagai
suatu rencana yang sengaja dirancang untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan.
Itulah sebabnya, pada masa klasik kurikulum disebut dengan istilah rencana
pelajaran.
Konsep kurikulum berkembang
sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan dan banyak pakar
pendidikan yang mendefinisikan kurikulum sesuai dengan aliran atau teori
pendidikan yang dianutnya. Berikut ini adalah definisi kurikulum menurut para ahli
pendidikan, yaitu:
Menurut John Dewey
kurikulum merupakan suatu rekonstruksi berkelanjutan yang mamaparkan pengalaman
belajar anak didik melalui suatu susunan pengetahuan yang terorganisasikan
dengan baik.
Menurut Raph Tyler
kurikulum adalah seluruh pengalaman belajar yang direncanakan dan diarahkan
oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Hilda Taba kurikulum
adalah pernyataan tentang tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat umum dan
khusus dan materinya dipilih dan diorganisasikan berdasarkan suatu pola
tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar.
Menurut Robert Gagne
kurikulum adalah suatu rangkaian unit materi belajar yang direncanakan
sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mempelajarinya berdasarkam kemampuan
awal yang dimilliki/dikuasainya.
Dari definisi diatas, dapat
disimpulkan bahwa kurikulum itu berisi bahan yang disajikan (materi pelajaran),
pengalaman belajar, tujuan yang ingin dicapai, kegiatan pengajaran dan rencana
yang terorganisir.
C. Bentuk-Bentuk Kurikulum
Para pendidik berbeda
pendapat tentang pola pengembangan kurikulum dan pola penyusunan materi
pelajaran. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pendapat mereka tentang tujuan,
makna dan metode pendidikan. Dalam pengembangan kurikulum dan penyusunan materi
pelajaran ada beberapa bentuk kurikulum, yaitu: Separate-Subject Curriculum,
Correlated Curriculum Dan Integrated Curriculum.
1. Separate-Subject
Curriculum
Kurikulum yang disusun
dalam bentuk ini menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk subjek-subjek atau
mata pelajaran tertentu. Tiap mata pelajaran tersebut satu dengan yang lain
bersifat terpisah-pisah dan tidak dikaitkan. Dalam kurikulum ini setiap materi
pelajaran mempunyai eksistensi sendiri dengan perangkat pengetahuan yang
benar-benar terpisah dari materi dan pengetahuan yang lain.
Kurikulum yang disusun
dalam bentuk terpisah-pisah itu lebih bersifat subject-centered, berpusat pada
bahan pelajaran dan mengabaikan minat dan keinginan siswa. Kurikulum ini
disusun berdasarkan teori habitus, yang beranggapan bahwa keperibadian siswa
itu dapat terbentuk berdasarkan potongan-potongan pengetahuan. Berdasarkan
pandangan tersebut, kepribadian yang utuh dapat dibentuk berdasarkan sejumlah
pengetahuan yang diperoleh secara terpisah.
2. Correlated Curriculum
Bentuk kurikulum ini dibuat
bedasarkan sebuah pandangan psikologis yang menggantikan teori sebelumnya dan
munculllah teori asosiasi. Menurut teori asosiasi bahwa akal manusia tersusun
dari interkorelasi dan interaksi antar-berbagai pengetahuan, dan pengetahuan
yang baru pasti bertalian dengan pengalaman dan pengetahuan terdahulu. Kurikulum dengan bentuk ini menyajikan
berbagai materi pelajaran seakan-akan merupakan mata rantai yang saling
terkait.setiap mata rantai darinya harus bertalian dengan yang sebelumnya atau dibangaun
atas suatu rantai yang sebelumnya. Oleh sebab itu dalam setiap pengajaran
terlebih dahulu harus dimulai dengan mengingat kembali pelajaran-pelajaran yang
telah lalu.
3. Integrated Curriculum
Berbeda halnya dengan
kurikulum bentuk correlated subject yang hanya menghubungkan antara beberapa
mata pelajaran yang masing-masing masih mempertahnkan efisiensinya, kurikulum
bentuk intregated ini benar-benar menghilangkan batas-batas di antara berbagai
mata pelajaran ini. Mata pelajaran itu dilebur menjadi satu keseluruhan dan
disajikan dalam bentuk unit. Misalnya mata pelajaran ekonomi, sosiologi,
antropologi, geografi, sejarah dilebur menjadi satu mata pelajaran yaitu
pelajaran ilmu pengetahuan sosial.
D. Kurikulum Pendidikan
Islam pada Masa Bani Umayyah
Runtuhnya kerajaan Romawi
pada abad ke-5 M merupakan awal dari “zaman pertengahan yang gelap”, yaitu
ketika Eropa mengalami kemunduran peradaban. Sementara di timur (negeri-negeri
Islam) peradaban mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sehingga Islam selama
kurang lebih 5 abad menjadi mercusuar dunia dalam segala aspek.
Di antara penyebab kemajuan
tersebut adalah adanya asimilasi budaya antar bangsa. Fanatisme ke-arab-an yang
melekat pada zaman sebelum bani Umayyah mulai ditinggalkan dan diganti dengan
prinsip egaliterisme dalam segala aspek dengan diperkuat dasar-dasar agama
sebagai sendi Negara.
Pada masa dinasti Umayyah
pola pendidikan bersifat desentrasi,. Kajian ilmu yang ada pada periode ini
berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota
lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam),
Fistat (Mesir). Pada masa bani Umayyah, pakar pendidikan Islam menggunakan kata
Al-Maddah untuk pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih
identik dengan serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam
tingkat tertentu.
Sejalan dengan perjalanan
waktu pengertian kurikulum mulai berkembang dan cakupannya lebih luas, yaitu
mencakup segala aspek yang mempengaruhi pribadi siswa. Kurikulum dalam
pengertian yang modern ini mencakup tujuan, mata pelajaran, proses belajar dan
mengajar serta evaluasi. Berikut ini adalah macam-macam kurikulum yang
berkembang pada masa bani Umayyah:
a. Kurikulum Pendidikan
Rendah
Terdapat kesukaran ketika
ingin membatasi mata pelajaran-mata pelajaran yang membentuk kurikulum untuk
semua tingkat pendidikan yang bermacam-macam. Pertama, karena tidak adanya
kurikulum yang terbatas, baik untuk tingkat rendah maupun untuk tingkat
penghabisan, kecuali Alquran yang terdapat pada kurikulum. Kedua, kesukaran
diantara membedakan fase-fase pendidikan dan lamanya belajar karena tidak ada
masa tertentu yang mengikat murid-murid untuk belajar pada setiap lembaga
pendidikan.
Sebelum berdirinya
madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan Islam, tetapi tidak hanya satu
tingkat yang bermula di kuttab dan berakhir di diskusi halaqah. Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh
seluruh umat Islam. Dilembaga kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis
disamping Alquran. Kadang diajarkan bahasa, nahwu, dan arudh.
Umumnya pelajaran diberikan
guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik di Kuttab atau di Masjid
pada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam
satu halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama. Ilmu-ilmu yang diajarkan
pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu: belajar
membaca dan menulis, membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, belajar pokok-pokok agama
Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya. Ilmu-ilmu yang
diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari: Al-Qur’an dan
tafsirannya, hadis dan mengumpulkannya, serta
fiqih (tasri’).
b. Kurikulum Pendidikan Tinggi
Kurikulum pendidikan tinggi
(halaqah) bervariasi tergantung pada syaikh yang mau mengajar. Para mahasiswa
tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru
tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa
bebas untuk mengikuti pelajaran di sebuah halaqah dan berpindah dari sebuah
halaqah ke halaqah yang lain, bahkan dari satu kota ke kota lain. Menurut
Rahman, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan
kepada orang banyak yang tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka
mengenai Alquran dan agama. Kurikulum
pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama
(al-ulum al-naqliyah) dan jurusan ilmu pengetahuan (al-ulum al-aqliyah).
Kedua macam kurikulum ini sejalan
dengan dua masa transisi penting dalam perkembangan pemikiran Islam. Kurikulum
pertama adalah sejalan dengan fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk
mendalami agama, menyiarkan dan mempertahankannya. Namun perhatian pada agama
ini tidaklah terbatas pada ilmu agama an sich, tetrapi dilengkapi juga dengan
ilmu-ilmu bahasa, ilmu sejarah, hadits dan tafsir. Menurut Mahmud Yunus,
kurikulum jurusan ini adalah tafsir Alquran, hadits, fiqih dan ushul fiqih,
nahwu saraf, balaghah, bahasa dan sastranya.
Kurikulum kedua, yaitu
kurikulum ilmu pengetahuan. Ia merupakan cirri khas fase kedua perkembangan
pemikiran umat Islam, yaitu ketika umat Islam mulai bersentuhan dengan
pemikiran Yunani, Persia dan India. Menurut Mahmud Yunus, kurikulum untuk
pendidikan jenis ini mantiq, ilmu alam dan kimia, music, ilmu-ilmu pasti,
ilmu-ilmu ukur, ilmu-ilmu falak, ketuhanan, ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan
dan kedokteran. Ikhwan Al-Shafa mengklasifikasikan ilmu-ilmu umum kepada:
a. Disiplin-disiplin umum: tulis-baca, arti
kata dan gramatika, ilmu hitung, sastra (sajak dan puisi) ilmu tentang
tanda-tanda dan isyarat, ilmu sihir dan jimat, kimia, sulap, dagang, dan
keterampilan tangan, jual beli, komersial, pertanian dan perternakan, serta
biografi dan kisah.
b. Ilmu-ilmu Filosofis: matematika, logika, ilmu
angka-angka, geometri, astronomi, music, aritmatika, dan hokum-hukum geometri,
ilmu-ilmu alam dan antropologi zat, bentuk, ruang, waktu dan gerakan kosmologi
produksi, peleburan, dan elemen-elemen meterologi dan minerologi, esensi alam
dan manifestasinya, botani, zoology, anatomi dan antropologi, persepsi
inderawi, embriologi, manusia sebagai mikro kosmos, perkembangan jiwa (evolusi
psikologis), tubuh dan jiwa, perbedaan bahasa-bahasa (filologi), psikologi, teologi-doktrin
esoteris Islam, susunan dan spiritual, serta ilmu-ilmu alam ghaib.
Masuknya ilmu-ilmu asing
yang berasal dri tradisi Hellenistik ke dalam kurikulum pendidikan Islam bukan
merupakan bagian dari pendidikan yang ditawarkan dimasjid, tetapi dilakukan di
halaqah-halaqah pribadi atau juga di perpustakaan-perpustakaan, seperti Dar
al-Hikmah, dan Bait al-Hikmah.
"disajikan pada mata
Kuliah Pendidikan Masa Daulah Umayan - Jurusan Kependididikan Islam-
Universitas Djuanda Bogor"