Hubungan Antara Kalender Hijriah dan Kalender Jawa
Kalender Hijriah dan Kalender Jawa
Sistem Kalender
Jawa berbeda dengan Kalender Hijriyah, meski keduanya memiliki kemiripan. Pada
abad ke-1, di Jawa diperkenalkan sistem penanggalan Kalender Saka (berbasis
Matahari) yang berasal dari India. Sistem penanggalan ini digunakan hingga pada
tahun 1625
Masehi (bertepatan dengan tahun 1547 Saka), Sultan Agung mengubah sistem
Kalender Jawa dengan mengadopsi Sistem Kalender Hijriah, seperti nama-nama
hari, bulan, serta berbasis lunar (komariyah). Namun demikian, demi
kesinambungan, angka tahun saka diteruskan, dari 1547 Saka Kalender Jawa tetap
meneruskan bilangan tahun dari 1547 Saka ke 1547 Jawa.
Berbeda dengan
Kalender Hijriah yang murni menggunakan visibilitas Bulan (moon visibility)
pada penentuan awal bulan (first month), Penanggalan Jawa telah
menetapkan jumlah hari dalam setiap bulannya.
Kalender
Jawa adalah sebuah kalender yang istimewa karena merupakan
perpaduan antara budaya Islam, budaya Hindu-Buddha Jawa dan bahkan juga sedikit
budaya Barat. Dalam sistem kalender Jawa, siklus hari yang dipakai ada dua:
siklus mingguan yang terdiri dari 7 hari seperti yang kita kenal sekarang, dan
siklus pekan pancawara yang terdiri dari 5 hari pasaran. Pada tahun 1625
Masehi, Sultan Agung yang berusaha keras menyebarkan agama Islam di pulau Jawa
dalam kerangka negara Mataram mengeluarkan dekrit untuk mengubah penanggalan
Saka. Sejak saat itu kalender Jawa versi Mataram menggunakan sistem kalender
kamariah atau lunar, namun tidak menggunakan angka dari tahun Hijriyah (saat
itu tahun 1035 H). Angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan. Hal ini
dilakukan demi asas kesinambungan. Sehingga tahun saat itu yang adalah tahun
1547 Saka, diteruskan menjadi tahun 1547 Jawa.
Dekrit
Sultan Agung berlaku di seluruh wilayah kerajaan Mataram II: seluruh pulau Jawa
dan Madura kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi (=Balambangan). Ketiga daerah
terakhir ini tidak termasuk wilayah kekuasaan Sultan Agung. Pulau Bali dan Palembang
yang mendapatkan pengaruh budaya Jawa, juga tidak ikut mengambil alih kalender
karangan Sultan Agung ini.
Di bawah ini disajikan nama-nama bulan
Jawa Islam. Sebagian nama bulan diambil dari Kalender Hijriyah, dengan
nama-nama Arab, namun beberapa di antaranya menggunakan nama dalam bahasa
Sanskerta seperti Pasa, Sela dan kemungkinan juga Sura. Sedangkan nama Apit dan
Besar berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Nama-nama ini adalah nama
bulan kamariah atau candra (lunar). Penamaan bulan sebagian berkaitan dengan
hari-hari besar yang ada dalam bulan hijriah, misalnya Pasa berkaitan dengan
puasa Ramadhan, Mulud berkaitan dengan Maulid Nabi pada bulan Rabi'ul Awal, dan
Ruwah berkaitan dengan Nisfu Sya'ban dimana dianggap amalan dari ruh selama
setahun dicatat.
No
|
Penanggalan Jawa
|
Lama Hari
|
1
|
Sura
|
30
|
2
|
Sapar
|
29
|
3
|
Mulud
|
30
|
4
|
Bakda Mulud
|
29
|
5
|
Jumadilawal
|
30
|
6
|
Jumadilakir
|
29
|
7
|
Rejeb
|
30
|
8
|
Ruwah (Arwah, Saban)
|
29
|
9
|
Pasa (Puwasa, Siyam, Ramelan)
|
30
|
10
|
Sawal
|
29
|
11
|
Sela (Dulkangidah, Apit) *
|
30
|
12
|
Besar (Dulkahijjah)
|
29
|
Total
|
354
|
Keterangan
Nama alternatif bulan Dulkangidah
adalah Sela atau Apit. Nama-nama ini merupakan peninggalan nama-nama Jawa Kuno
untuk nama musim ke-11 yang disebut sebagai Hapit Lemah. Sela berarti batu
yang berhubungan dengan lemah yang artinya adalah “tanah”. Lihat juga di bawah
ini.
Pembagian Pekan
Orang Jawa pada masa pra Islam mengenal
pekan yang lamanya tidak hanya tujuh hari saja, namun dari 2 sampai 10 hari.
Pekan-pekan ini disebut dengan nama-nama dwiwara, triwara, caturwara, pañcawara
(pancawara), sadwara, saptawara, astawara dan sangawara. Zaman sekarang hanya
pekan yang terdiri atas lima hari dan tujuh hari saja yang dipakai, namun di
pulau Bali dan di Tengger, pekan-pekan yang lain ini masih dipakai.
Pekan yang terdiri atas lima hari ini
disebut sebagai pasar oleh orang Jawa dan terdiri dari hari-hari:
1.
Legi
2.
Pahing
3.
Pon
4.
Wage
5.
Kliwon
Kemudian sebuah pekan yang terdiri atas
tujuh hari ini, yaitu yang juga dikenal di budaya-budaya lainnya, memiliki
sebuah siklus yang terdiri atas 30 pekan. Setiap pekan disebut satu wuku dan
setelah 30 wuku maka muncul siklus baru lagi. Siklus ini yang secara total
berjumlah 210 hari adalah semua kemungkinannya hari dari pekan yang terdiri
atas 7, 6 dan 5 hari berpapasan. (Sumber)
Category: Artikel Islam, Tarikh Islam