PAHALA YANG TIDAK AKAN TERPUTUS
Amal yang tidak akan
terputus..............
Dunia merupakan sebuah
tempat persinggahan dan kehidupan yang sementara. Manusia sebagai salah satu
makhluk Allah telah dipastikan akan menemui tuhannya (mati). Dalam konsepsi
Islam, mati bukanlah akhir dari segalanya, tapi justru mati itu merupakan awal
kehidupan yang panjang, yaitu kehidupan akhirat dan setiap kita pasti
mengiginkan kebahagiaan di akhirat, karenanya di dalam berdo'a tak pernah kita
melupakan membaca:
"Rabbanaa aatina
fiddunyaa hasanah wafil aakhirati hasanah, waaaqinaa 'azaabannaar".
Berdo'a saja tidaklah
cukup, kebahagiaan di akhirat juga harus dicapai dengan bekal pahala yang
banyak dan untuk memperoleh pehalanya yang banyak berarti harus beramal shaleh
yang sebanyak-banyaknya. Meskipun begitu, ada perbuatan yang pahalanya akan
terus diraih oleh orang yang beramal, mekipun ia sudah meninggal dunia. Dalam
hal ini Rasulullah menunjukkan empat perkara sebagaimana sabdanya yang berbunyi
:
"Ada empat perkara
yang mengalir pahalanya setelah pelakunya meninggal dunia, yaitu, orang yang
meninggal selagi giat-giatnya berjuang di jalan Allah, orang yang mengajarkan
ilmunya, senantiasa mengalir pahala baginya, orang yang memberikan sadaqah akan mengalir shadaqah di mana saja shadaqah
itu terletak dan orang yang meninggalkan anak yang shaleh dan anak tersebut
selalu berdo'a untuk kebahagiaan." (Hr. Ahmad dan Thabrani).
Dari hadis di atas, empat
perkara yang dimaksud adalah:
1. Mati syahid
Mati syahid adalah kematian
yang dicapai tatkala seseorang tengah berjuang menegakan kalimat Allah. Begitu
mulianya mati syahid sehingga seorang mu'min yang sebenar-benarnya, di manapun
ia berada selalu mendambakannya. Para syuhada di dalam akhirat mendapatkan
kenikmatan yang luar biasa, mereka pasti meraih syurga yang dijanjikan Allah,
sebagaimana firman-Nya yang berbunyi:
"Sesungguhnya Allah
telah membeli dari orang-orang mu'min diri dan harta mereka dengan memberikan
syurga untuk mereka, mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau
terbunuh, itu telah menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil
dan Al Qur'an". (QS At-Taubah ayat 111).
Oleh sebab itu setiap kita
seharusnya tidak segan-segan berjuang di jalan Allah untuk menegakkan
kalimat-Nya. Manakala seorang punya kedudukan, kesempatan dan kemampuan
seharusnya dimanfaatkannya untuk itu.
2. Mengajar Ilmu
Ilmu adalah salah satu
kunci dan bekal seseorang untuk mencapai kebenaran serta kebahagiaan di dunia
dan akhirat. Oleh sebab itu setiap muslim diwajibkan menuntut ilmu untuk
selanjutnya ilmu itu diamalkan demi tegaknya Al Haq (kebenaran). Salah satu
cara mengamalkan ilmu adalah dengan mengajarkannya pada orang lain sehingga
orang lain dengan memahami dan mengamalkan yang kita peroleh. Nabi SAW
bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah
orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Muslim)
Ilmu itu hendaklah seperti
air, ia selalu mengalir dan membersihkan yang kotor serta menyuburkan tanah
yang tandus. Dengan mengajarkan ilmu diharapkan orang yang diajarkannya dapat
menghilangkan sifat-sifat yang buruk dan menumbuhkan sifat-sifat yang baik.
Oleh sebab itu belajar dan mengajar dalam ajaran Islam mendapat keutamaan
sendiri. Tapi bila seseorang tidak memanfaatkan ilmunya untuk kebaikan, maka
Allah menyediakan siksa untuknya. Nabi SAW, bersabda;
"Seberat-berat siksaan
atas manusia pada hari kiamat adalah orang alim yang tidak mengajarkan
ilmunya." (HR Thabrani).
3. Bershadaqah
Memperbanyak harta
merupakan salah satu kesenangan manusia, Allah memang mempersilahkan manusia
untuk mencari harta sebanyak mungkin, tapi
dari sekian banyak harta yang didapatkan, sebagai muslim kita
berkewajiban mengeluarkan sebagian kecilnya untuk kepentingan Islam serta
ummatnya. Kasadaran ini harus terus dipupuk karena pembangunan Islam dan
ummatnya tidak lepas dari keterikatan pada dana yang didapat dari kesadaran bershadaqah.
Oleh sebab itu setiap muslim diwajibkan untuk mewujudkan kesadaran bershadaqah
manakala ingin meraih kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. Tapi bila
tetap bermegah-megahan dengan harta dan tidak mau menshadaqahkannya, maka azab
Allah menanti, sebagaimana firman-Nya:
"Kecelakaanlah bagi
setiap pengumpat dan pencela. Yang mengumpulkan harta dan menhitung-hitung. Dia
mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak !
Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan kedalam huthomah, Dan tahukah
kamu apa huthomah itu, (yaitu) api (yang disediakan) Allah, yang dinyalakan.
Yang (naik) sampai ke hati." (QS al Humazah: 1 - 7)
Bila shadaqoh telah
dikeluarkan, baik dalam bentuk uang maupun barang, maka orang yang
mengeluarkannya manakala betul-betul ikhlas akan meraih pahala, sebab uang
serta barangnya itu terus berguna bagi kepentingan Islam dan ummatnya.
4. Anak Yang Shaleh
Tiap orang yang menikah,
pasti mengiginkan punya anak, dan tiap orang tua yang muslim, pasti ingin agar
anaknya menjadi anak yang shaleh. Karena itu pagi siang, sore dan malam kita selalu berdo'a
agar Allah menganugerahi keturunan yang shaleh. Namun dalam konsepsi Islam,
anak yang shaleh itu bukan sekedar didambakan dan meraihnya hanya dengan do'a.
Tapi RasuluLlah pernah menegaskan:
“Didiklah anak-anakmu dan
perbagus adab mereka" (HR. Ibnu Majah)
Dengan begitu, orang tua
yang ingin anaknya shaleh, seharusnya dialah yang mendidiknya secara langsung.
Kalau kemudian ada lembaga pendidikan Islam. guru ngaji dan sebagainya yang
ikut serta mendidik sang anak, itu hanyalah pelengkap, maka orang tua tidak
boleh merasa kewajibannya mendidik anak telah gugur karena telah menyekolahkan
anaknya di sekolah Islam atau memanggil guru ngaji ke rumah. Ini perlu
dipertegas mengingat banyak orang tua yang berprinsip demikian.
Category: Artikel Islam, MUHASABAH
0 komentar