ISTIGFAR PUN PERLU ISTIGFAR.
ISTIGFAR
PUN PERLU ISTIGFAR.
Tabiat manusia
adalah tidak ma’sum (suci) dari berbuat dosa dan kesalahan. Disamping itu,
musuhnya pun banyak. Salah satunya, nafsu yang bertempat tinggal diantara dua
sisinya, yang menghiasi kejahatan sehingga terlihat baik dan memerintahkan
untuk melakukannya.
وَمَا
أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي
إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ (٥٣)
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang”. QS. Yusuf [12] : 53
Musuh manusia yang lain adalah setan. Setan adalah musuh
besar manusia yang selalu berusaha menggiring manusia menuju sumber kebinasaan.
Demikian juga dengan hawa nafsu yang selalu menghalangi manusia dari jalan
Allah. Serta, dunia dengan segala hal yang menipu dan keindahannya.
Sebenarnya orang yang terjaga dari dosa (ma’sum) adalah yang
dijaga oleh Allah. Dia melindungi diri kita dari kelalaian, futur (kendur) dari
ketaatan, serta sikap meremehkan dalam menunaikan kewajiban terhadap Allah. Karena
itu, Nabi SAW. Bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ
اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ
فَيَغْفِرُ لَهُم
“Dari Abu Horairoh, Rasulullah SAW bersabda: Demi Zat yang
jiwaku berada didalam gengaman-Nya, sekiranya kalian tidak berbuat doa tentu
Allah akan mematikan kalian, kemudian mendatangkan suatu kaum yang berbuat
dosa, lalu mereka memohon ampun kepada Allah sehingga Allah mengampuni mereka.” [HR. Muslim (4936), Kitabut Taubah.]
Beliau juga bersabda dalam hadis lain:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : " كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ
الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Dari Anas ra, Rasulullah SAW bersabda: Setiap anak Adam mempunyai
kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang yang berbuat kesalahan ialah
orang-orang yang bertaubat.” [HR.
At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan Ad Darimi]
Akan tetapi, ada sebuah masalah yang harus kita perhatikan,
yakni mayoritas orang meyakini istigfar itu hanya dengan lisan saja. [namu,
walaupun hanya dengan lisan saja pasti Allah akan memberikan ampunannya kalau
dilakukan dengan ikhlas]. Salah seorang dari mereka berucap “Astagfirullah
(Aku memohon ampun kepada Allah), namun kemudian tidak didapati dari kalimat ini
suatu pengaruh di dalam hatinya. Sebagaimana pula tidak terlihat pengaruh pada
anggota badannya. Istigfar semacam ini sebenarnya merupakan perbuatan para
pendusta.
Al Fudhail bin Iyadh berkata, “Beristigfar tanpa meninggalkan
perbuatan dosa ialah tobatnya para pendusta.”
Salah seorang saleh berkata, “Istigfar kami membutuhkan
Istigfar. Maknanya, siapa yang beristigfar kepada Allah namun tidak
meninggalkan kemaksiatan, maka istigfarnya itu perlu diistigfari.” Karena itu,
hendaknya meneliti kembali kebenaran istigfar kita, agar kita tidak termasuk
dalam golongan para pendusta yang beristigfar hanya dengan lisan saja,
sementara mereka tetap melakukan kemaksiatan. [Hasan bin Ahmad Hammam,
Terapi dengan Ibadah]
Wallahu ‘Alam Bish Shoab [Hidup Islami]
Category: Artikel Islam, Hidup Islami, MUHASABAH, Recent Post
0 komentar