MEWASPADAI JAHILIAH
Banyak orang yang mengira bahwa masa jahiliyah telah
berakhir bersamaan dengan datangnya ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah
Saw. Bahkan bisa jadi, mereka menduga bahwa kejahiliyahan itu hanya terdapat
pada masyarakat Arab sebelum Islam. Padahal sebenarnya kejahilyahan itu ada
pada setiap masyarakat, tempat dan masa. Dengan kata lain, kejahiliyahan itu
bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dalam situasi serta kondisi yang bagaimanapun juga.
Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk memahami apa itu jahiliyah yang
sebenarnya.
Menurut
Ibnu Taimiyah, seperti yang dikutip oleh Muhammad Qutb, jahl itu bermakna
“tidak memiliki atau tidak mengikuti ilmu” Karena itu, orang yang tidak
memiliki pengetahuan tentang yang haq (benar) adalah jahil, apalagi kalau tidak
mengikuti yang haq itu. Atau tahu yang haq tapi prilakunya bertentangan dengan
yang haq, meskipun dia sadar atau paham bahwa apa yang dilakukannya memang
bertentangan dengan yang haq itu sendiri.
JAHILIYAH DALAM AL-QUR’AN.
Di dalam
Al-Qur’an, Allah Swt berfirman tentang jahiliyah yang penggunaannya untuk tiga
hal. Hal ini menjadi penting untuk kita pahami agar dengan demikian kita
menyadari bahwa jahiliyah itu tidaklah semata-mata bodoh dalam arti tidak punya
ilmu, apalagi sekedar bodoh secara intelektual.
1. Jahiliyah
Dalam Ketuhanan.
Kata jahiliyah digunakan untuk menggambarkan kebodohan
manusia terhadap konsep ketuhanan yang benar. Manusia yang tidak mengetahui
hakikat uluhiyah merupakan manusia yang jahil. Tuhan dalam Islam adalah sesuatu
yang tidak bisa dibuat, tidak bisa dilihat dengan pandangan mata, tidak ada
sesuatu yang bisa menyamainya, bahkan tuhan itu justeru yang mencipta segala
sesuatu, bukan dicipta oleh sesuatu. Dalam kaitan ini Allah Swt berfirman yang
artinya: Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah
mereka sampai kepada satu kaum yang tetap menyembah berhala mereka. Bani Israil
berkata: Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka
mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu ini
adalah kaum yang tidak mengetahui/jahil” (QS 7:138).
Ayat lain
yang terkait dengan masalah ini adalah firman Allah yang artinya: Dan ingatlah
ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan
kami buah ejekan?”. Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak
menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil” (QS 2:67).
Dalam
Islam, Ketuhanan merupakan masalah yang paling mendasar, bila pada masalah ini
manusia sudah menyimpang dari nilai-nilai Islam, maka tidak akan mungkin
terwujud kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Karena itu, menjelaskan bahwa
Allah Swt adalah Tuhan yang benar yang harus disembah dan diabdi oleh setiap
manusia adalah menjadi misi yang diemban oleh semua Nabi. Karena itu, bila
manusia mengabaikan misi para Rasul ini, kehancuran hidup dunia dan akhirat
tidak bisa dielakkan lagi sebagaimana sejarah telah mencatatnya, Allah
berfirman yang artinya: Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut
itu”, maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk ada ada orang
yang sudah pasti kesesatan baginya. Maka berjanlanlah kamu di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul) (QS
16:36).
2. Jahiliyah
Dalam Akhlak.
Kata Jahiliyah juga digunakan oleh Allah Swt untuk menamakan
akhlak atau prilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilai yang datang dari-Nya,
misalnya saja penampilan seorang wanita yang tidak islami, sikap sombong,
pembicaraan yang tidak bermanfaat, perzinahan dll. Allah Swt berfirman dalam
kaitan menceritakan kasus yang terjadi pada Nabi Yusuf yang artinya:
Yusuf berkata: Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi
ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya
mereka, tentu akan akan cenderung (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku
termasuk orang-orang yang bodoh (QS 12:33).
Pada ayat lainnya, Allah juga berfirman yang artinya: Dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu
(QS 33:33). Terdapat juga firman lain yang artinya: Ketika orang-orang kafir
menanamkan ke dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyyah lalu
Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu’min (QS
48:26). Dan ayat yang menggambarkan kejahiliyahan dalam bentuk pembicaraan yang
tidak bermanfaat adalah firman Allah yang artinya: Dan apabila mereka mendengar
perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka
berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu, kesejahteraan
atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang yang jahil” (QS
28:55).
Kejahiliyahan dalam akhlak telah membawa dampak negatif yang sangat
besar sejak masa lalu hingga hari ini dan hari kiamat nanti. Terjadi kerusakan
dibidang perekonomian, kemanusiaan, kekeluargaan, kemasyarakatan hingga
lingkungan hidup yang didiami oleh manusia dan manusia mengalami akibat dari
semua itu, Allah berfirman yang artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar). (QS 30:41).
3. Jahiliyah
Dalam Hukum.
Dalam masalah hukum, Allah Swt juga menggunakan kata
jahiliyah untuk hukum-hukum selain dari hukum Allah atau hukum yang
bertentangan dengan hukum-Nya. Itu sebabnya seorang muslim jangan menggunakan
hukum yang lain kecuali hukum Allah atau jangan gunakan hukum yang bertentangan
dengan hukum-hukum Allah. Dalam pelaksanaan hukum, manusia sebenarnya mencari
keadilan dan manusia tidak akan memperoleh keadilan itu kecuali apabila
hukum-hukum Allah ditegakkan. Karena itu, amat aneh apabila manusia ingin
mendapatkan keadilan yang hakiki, tapi hukum-hukum lain, yakni hukum yang
bertentangan dengan hukum Allah diperjuangkan penegakkannya. Hukum yang datang
dari Allah memberikan keadilan bagi umat manusia, baik dalam masalah pribadi,
keluarga maupun masyarakat, negara dan bangsa. Allah berfirman yang artinya:
Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin (QS 5:50).
Sebagai
sebuah contoh, ketika beberapa orang sahabat datang kepada Rasulullah Saw untuk
meminta komentar atas terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan para pembesar
masyarakat tapi mereka dibiarkan saja dengan kesalahan dan dosa yang mereka
lakukan, maka Rasulullah menegaskan: “Seandainya anakku, Fatimah mencuri, akan
aku potong tangannya”. Disamping itu,
ketika Ali bin Abi Thalib mengajukan ke pengadilan seorang Yahudi yang mencuri
baju besinya kepada Khalifah Umar bin Khattab, maka di pengadilan itu, Umar
justeru membebaskan orang Yahudi dari segala tuduhan, karena kesalahan yang
dilakukannya tidak bisa dibuktikan secara hukum. Tegasnya amat banyak contoh
dalam sejarah yang menggambarkan betapa bila hukum-hukum Allah ditegakkan,
manusia akan mendapatkan keberuntungan, bahkan tidak hanya bagi kaum muslimin,
tapi juga mereka yang non muslim. Sementara ketika hukum-hukum jahiliyah yang
tegak, maka yang menderita bukan hanya mereka yang jahiliyah, kita yang taat
kepada Allah juga bisa merasakan akibat buruknya. Hanya persoalannya, begitu
banyak manusia yang “bodoh” sehingga tidak bisa membedakan mana yang haq dan
bathil dan akibatnya tidak bisa menjatuhkan pilihannya kepada kepada yang haq
itu.
Oleh karena itu, siapa saja yang tidak mau berhukum kepada
hukum Allah, ada dimasukkan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, Allah
berfirman yang artinya: Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS 5:44).
Dalam
kehidupan kita di dunia ini, tiga persoalan di atas merupakan sesuatu yang
tidak terpisah-pisah, yakni aqidah, syari’ah dan akhlak. Karena itu, apabila
pada tiga sisi ini tidak sejalan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya dalam
diri kita, itu berarti teterjadi kejahiliyahan pada diri kita yang tentu saja
harus kita jauhi, karena kejahiliyahan merupakan sesuatu yang tercela dan itu
sebabnya, Rasulullah Saw bertugas membebaskan manusia dari segala unsur
kejahiliyahan.
Category: Artikel Islam
0 komentar