GOLONGAN MANUSIA YANG DIMURKAI ALLAH
Setiap muslim pasti menghendaki agar diridhai, disenangi
atau dicintai Allah Swt. Karena itu, sebagai muslim kita dituntut untuk
melakukan hal-hal yang membuat Allah cinta dan ridha kepada kita, bukan hal-hal
yang membuat Allah murka kepada hamba-hamba-Nya.
Di dalam Al-Qur’an dan hadits, banyak dalil yang menyebutkan
perbuatan-perbuatan yang bila dilakukan manusia, maka Allah murka kepadanya.
Diantara perbuatan manusia yang menyebabkan Allah murka kepadanya adalah
sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Rasulullah Saw:
Empat orang yang dimurkai Allah, yaitu: penjual yang suka
bersumpah, fakir yang sombong, orang tua yang berzina dan penguasa yang lalim
(HR. Nasa’i dan Baihaqi).
Dari hadits di atas, ada empat kelompok manusia yang
dimurkai Allah Swt, ini perlu kita bahas agar kita bisa menjauhi perbuatan
tersebut sehingga kita tidak termasuk ke dalam kelompok orang yang dimurkai
Allah Swt.
1. Pedagang Yang
Bersumpah.
Dalam dunia perdagangan, sudah lumrah kalau pedagang ingin
mendapatkan keuntungan yang besar dengan memberikan harga yang tinggi kepada
pembeli, sementara pembeli juga ingin mendapatkan harga yang murah sehingga
mengajukan tawaran yang rendah. Untung memang boleh diraih, penawaran harga
yang murah memang boleh dilakukan, namun kejujuran antara pedagang dan pembeli
haruslah diutamakan.
Tapi dalam dunia perdagangan sekarang, sangat sedikit
--kalau tidak boleh kita sebut tidak ada-- pedagang dan pembeli yang jujur. Bahkan
ketidakjujuran itu dibingkai juga dengan sumpah palsu dalam rangka memuji
barang dagangannya yang membuatnya dianggap pantas dengan harga yang mahal
sehingga pembeli menjadi yakin bahwa barang yang mahal itu menjadi terasa murah
murah, ini membuat pembeli menjadi tambah tertarik dan membelinya. Pedagang
seperti ini amat dimurkai oleh Allah Swt sebagaimana hadits di atas dan sumpah
palsu memang akan membawa kebencian dari Allah Swt sehingga Dia tidak
segan-segan untuk mengazabnya, Allah berfirman yang artinya: Dan janganlah kamu
jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu diantaramu, yang menyebabkan
tergelincir kaki (mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di
dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang
besar (QS 16:94).
2. Orang Miskin
Yang Sombong.
Kesombongan merupakan sesuatu yang dibenci Allah Swt, orang
kaya yang sombong dengan sebab kekayaannya saja Allah benci, apalagi kalau
orang miskin menyombongkan diri dalam soal harta sehingga dia menampakkan
dirinya seperti orang kaya dengan penuh kesombongan. Kebencian Allah kepada
orang kaya yang sombong itu dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya:
Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap
mereka, Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang
kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.
(Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu
bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan
diri" (QS 28:76).
Maka dengan sebab kesombongan Karun yang kaya itulah, Allah
Swt betul-betul mengazabnya di dunia ini sebagaimana firman-Nya yang artinya:
Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya
suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia
termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).
Kalau Karun yang kaya raya tapi sombong dibenci dan diazab
Allah Swt, apalagi orang miskin yang amat tidak pantas menyombongkan diri, maka
bila ada orang miskin sombong, bisa jadi Allah lebih murka lagi. Tegasnya, tak
ada tempat di sisi Allah buat siapapun yang menyombongkan diri, Allah berfirman
yang artinya: Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang
mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong (QS 16:23).
Meskipun demikian, orang yang miskin bukan berarti harus
minder, tapi dia juga harus tawadhu atau rendah hati. Miskin dan kaya bukanlah
ukuran ketaqwaan kepada Allah, namun keduanya bisa membawa manusia pada
ketaqwaan tapi juga bisa membawa manusia pada kemurkaan.
3. Orang Tua Yang
Berzina.
Zina merupakan perbuatan yang sangat tercela, karena itu di
dalam Islam, hukuman untuk orang yang berzina itu sangat berat, Allah berfirman
yang artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman (QS 24:2).
Tercelanya perbuatan zina pada dasarnya berlaku untuk semua
kalangan manusia, baik laki-laki maupun wanita, tua maupun muda. Namun bagi
orang yang tua, dengan usianya yang panjang dan sudah dapat dipastikan semakin
dekatnya pada kematian, semestinya dia menjadi orang yang semakin dekat kepada
Allah Swt, bertaubat kepada-Nya dari segala dosa yang dilakukan serta menjauhi
segala bentuk kemaksiatan.
Oleh karena itu, amat wajar kalau Allah Swt lebih murka
kepada orang tua yang berzina ketimbang kepada orang muda yang berzina, karena
peluang bertaubat kepada yang muda lebih besar ketimbang kepada yang tua. Kalau
orang sudah tua tapi masih saja melakukan perzinahan, mau kemana lagi arah
hidup yang hendak ditempuhnya. Karena itu Allah murka kepada orang muda yang
berzina tapi lebih murka lagi bila ada orang tua yang berzina.
4. Penguasa Yang Lalim.
Hadits di atas juga menyebutkan penguasa yang lalim termasuk
manusia yang dimurkai Allah Swt, hal ini karena penguasa semestinya menjadi
pelayan bagi masyarakat, bukan malah sebaliknya. Dalam perjalanan kehidupan
umat manusia, amat banyak penguasa yang maunya dilayani oleh masyarakat bahkan
cenderung menyakiti rakyatnya.
Oleh karena itu, manakala ada penguasa yang zalim, cepat
atau lambat, dia akan tumbang dari kekuasaannya dengan berbagai cara dan sebab.
Begitulah memang yang telah terjadi pada Fir’aun yang ditumbangkan oleh anak
angkatnya sendiri, yakni Musa AS, Namrut yang ditumbangkan oleh Ibrahim AS, Abu
Jahal dan Abu Lahab yang ditumbangkan oleh keponakannya sendiri Nabi Muhammad
saw dan penguasa-penguasa yang zalim lainnya.
Di dalam Islam, kepemimpinan atau kekuasaan merupakan amanah
yang tidak boleh disia-siakan. Bagi seorang muslim, kesempatan memimpin akan
selalu digunakan untuk syiar dan penegakan nilai-nilai Islam, apapun kedudukan
atau jabatan yang dipegangnya. Itu sebabnya, kepemimpinan bukan peluang untuk
meraih keuntungan pribadi yang sebesar-besarnya, apalagi hal itu akan dimintai
pertanggung-jawaban oleh Allah Swt.
Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa, kemurkaan dan
kecintaan Allah Swt kepada manusia sangat tergantung kepada manusia itu
sendiri. Apabila manusia melakukan hal-hal yang Allah senang, maka Allah akan
mencintainya dan bila manusia melakukan hal-hal yang Allah benci, maka Allah
akan murka kepada-Nya. Walahu ‘alam
Category: Artikel Islam, MUHASABAH
0 komentar