EMPAT PERKARA YANG TIDAK MERUGIKAN
Setiap orang, apalagi sebagai muslim, pasti menginginkan
keberuntungan dalam hidupnya. Karenanya, manusia biasanya selalu berusaha untuk
meraih keberuntungan itu, baik berupa materi, kepercayaan dari orang lain yang
kemudian membawa keberuntungan, jabatan yang tinggi, popularitas yang tidak
tertandingi , keturunan yang menyenangkan dan sebagainya. Namun tidak semua
keinginan duniawi manusia bisa diraihnya. Ada banyak orang yang berambisi untuk
mendapatkan banyak hal dari kenikmatan duniawi tapi dia tidak memperolehnya.
Bagi
seorang muslim, manakala keinginan duniawinya tidak tercapai, dia tidak akan
menganggap hidupnya menjadi sia-sia, apalagi sampai putus asa. Masih ada
harapan yang lebih mulia untuk diraihnya, yakni keridhaan Allah dan syurga yang
penuh dengan kenikmatan. Karenanya bila kenikamatan duniawi itu tidak
diraihnya, dia tidak merasa hal itu sebagai suatu kerugian besar, karena yang
rugi bukanlah orang yang tidak memperoleh kenikmatan duniawi, Allah berfirman
yang artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian, kecuali yang beriman dan beramal shaleh, nasihat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi keshabaran (QS
103:1-3).
Oleh
karena itu, ada satu hadits Nabi Muhammad Saw yang memberikan resep kepada kita
untuk merasa tidak rugi dalam menjalani kehidupan di dunia ini hanya karena
tidak memperoleh kenikmatan duniawi. Rasulullah Saw bersabda:
Empat perkara, apabila keempatnya ada padamu, maka tidak
merugikan engkau dari apa yang tidak engkau peroleh dari dunia, yaitu: benar
dalam berbicara, menjaga amanat, akhlak yang baik dan tidak serakah dalam
makanan (HR. Ahmad, Thabrani, Hakim dan Baihaqi).
EMPAT RESEP.
Dari
hadits di atas, terdapat empat resep dari Rasulullah Saw agar seandainya kita
tidak memperoleh apapun dari kenikmatan duniawi, kita tidak menganggapnya sebagai
kerugian yang besar, sebab masih ada keberuntungan yang lebih besar lagi dan
justeru hal itu memberikan kenikmatan tersendiri dalam hidup ini.
1. Benar Dalam Berbicara.
Bicara
yang benar merupakan salah satu dari ciri orang yang beriman. Karena itu, bila
seseorang benar dalam berbicara, maka dia telah memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh jaminan syurga. Rasulullah
Saw bersabda:
Barangsiapa yang memberi jaminan kepadaku untuk memelihara
diantara rahangnya (mulutnya) dan
diantara kedua pahanya (kemaluan) niscaya aku menjamin baginya syurga (HR.
Bukhari).
Orang yang
kaya, cantik atau gandeng, populer, tinggi kedudukannya bahkan dianggap terhhormat
di dalam masyarakat, tapi kalau sudah tidak benar dalam berbicara, maka dia
akan menjadi manusia yang sangat hina dihadapan Allah dan rendah kedudukannya
dihadapan sesama manusia. Oleh karena itu, sebagai muslim kita punya keharusan
yang sangat untuk menjaga bahaya lidah.
Untuk itu,
setiap muslim memiliki tanggung jawab untuk berusaha selalu benar dalam
berbicara, baik benar dalam masalah yang dibicarakan maupun benar penggunaan
bahasanya. Itu pula sebab, mengapa salah satu satu tanda orang munafik adalah
dusta atau bohong dalam pembicaraannya. Al-Qur’an sendiri menegaskan bahwa
setiap pembicaraan ada pertanggung-jawabannya dihadapan Allah Swt, karenanya
ucapan kita itu dicatat oleh Malaikat yang selalu menyertai manusia di kanan
dan kirinya, Allah berfirman yang artinya: Tiada suatu ucapanpun yang
diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir (QS
50:18).
2. Menjaga Amanat.
Kehidupan
di dunia ini tak lepas dari amanat. Jasmani yang sehat, harta yang banyak, ilmu
yang luas, kedudukan yang tinggi merupakan amanat yang diberikan Allah Swt
kepada kita. Belum lagi kepercayaan yang diberikan orang lain kepada kita dalam
berbagai hal. Semua amanat itu harus dijaga, dan digunakan dengan
sebaik-baiknya. Karena itu, manakala seseorang tidak memiliki sifat amanat,
keimanan dianggap tidak ada pada dirinya dan manakala dia selalu mengkhianati
amanat yang diberikan kepadanya, maka dia dianggap tidak memiliki agama,
meskipun dia penganut agama. Rasulullah Saw bersabda:
Tidak beriman orang yang tidak memegang amanat, dan tidak
ada agama bagi orang yang tidak menepati (HR. Ahmad).
Dengan
demikian, manakala kita memiliki harta, menunaikan amanatnya adalah dalam
bentuk membelanjakannya untuk kebaikan, jasmani yang sehat untuk mengabdi
kepada Allah dan berjuang di jalan-Nya, ilmu yang luas untuk meningkatkan
matabat kehidupan manusia, sedangkan kedudukan yang tinggi untuk menegakkan
kebenaran. Oleh karena itu, manakala kita ingin memberikan amanah kepada seseorang,
berikanlah kepada orang yang ahli agar bisa dihindari kehancurannya. Manakala
seseorang selalu menunaikan amanat yang diberikan kepadanya, maka dia akan
menjadi manusia yang istimewa, meskipun tidak memperoleh kenikmatan duniawi.
3. Akhlak Yang Baik.
Akhlak
yang baik merupakan kekayaan yang paling mahal harganya bagi seorang muslim.
Karena itu, Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak manusia. Itu pula
sebabnya, manakala orang tua telah mendidik akhlak anaknya dengan baik, itu menjadi
pemberian yang paling berharga ketimbang pemberian materi yang paling mahal
sekalipun. Rasulullah Saw bersabda:
Tidak ada pemberian yang diberikan oleh orang tua kepada
anaknya yang lebih baik dari pendidikan adab (akhlak) yang baik (HR. Tirmidzi).
Meskipun
seseorang, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara telah mencapai kemajuan dan
kemakmuran yang besar, hal itu dapat kita rasakan sebagai sesuatu yang tidak
ada artinya kalau masyarakat memiliki akhlak yang mulia. Karena itu, seorang ulama
yang bernama Syauqi Bey berkata: Suatu akan tegak apabila baik akhlaknya, bila
akhlak hancur, maka hancurlah bangsa itu.
4. Tidak Serakah.
Tamak atau
serakah merupakan salah satu sifat tercela. Meskipun seseorang telah memperoleh
materi yang banyak, tapi kalau dia tidak bersyukur dan tidak ada puasnya, maka
dia menjadi orang yang terasa miskin. Keserakahan ternyata bukan hanya membuat
seseorang tidak pandai bersyukur, tapi juga untuk memperoleh kenikmatan yang
lebih banyak dia akan menempuh cara-cara yang tidak halal dan merampas hak-hak
orang lain, meskipun mereka orang yang dirampas hak-haknya itu tergolong
miskin.
Rasa
syukur kepada Allah Swt membuat seseorang memperoleh keberuntungan yang besar,
karena memang sudah janji Allah untuk menambah nikmat-Nya kepada siapa saja
yang bersyukur, Allah berfirman yang artinya: Dan ingatlah tatkala Tuhanmu
memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih” (QS 14:7).
Sementara
orang yang tamak akan mengalami kerugian bagi dirinya sendiri dan merugikan
orang lain, dia tidak memiliki rasa optimis terhadap hari-hari mendatang,
selalu curiga terhadap kemajuan yang dicapai orang lain dan pada akhirnya dia
tidak disukai oleh Allah Swt dan sesama manusia. Ketika seorang sahabat datang
kepada Rasulullah Saw guna menanyakan tentang amalan yang akan membuat manusia
dicintai Allah dan manusia, Rasulullah Saw menjawab: Hiduplah di dunia dengan
zuhud (bersahaja), maka kamu akan dicintai Allah, dan janganlah tamak terhadap
apa yang di tangan manusia, niscaya kamu akan disenangi manusia (HR. Ibnu
Majah).
Akhirnya,
semakin kita sadari kalau keberuntungan dalam hidup di dunia tidak bisa
semata-mata kita ukur dengan tinjauan materi. Karena itu, seandainya seseorang
tidak memperoleh kenikmatan materi sekalipun, dia masih tergolong orang yang
beruntung manakala menjalani kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Category: Artikel Islam, Motivasi, MUHASABAH
0 komentar