Akhirnya, masjid paling besar di Eropah terbina di Rusia, lebih tepat lagi di Grozny, Chechnya.
Masjid Ahmad Kadyrov akhirnya terzahir selepas tertangguh sekian lama. Idea mendirikan masjid ini bermula pada akhir 1980 tetapi tertangguh lama lewat konflik dan peperangan yang berlaku. Jika kita meneliti sejarah, kita pasti teringat akan beberapa siri peperangan yang pernah mewarnai berita dunia suatu tika dulu.
Sewaktu kemuncak usaha menyiapkan masjid ini, saya sedang berada di Dagestan, selatan Rusia. Dagestan betul-betul terletak bersebelahan dengan Chechnya. Pada waktu itu masyarakat Dagestan telah pun membisikkan pada saya bahawa akan terbina masjid terbesar di Eropah tidak lama lagi di Chechnya.
Semenjak itu saya menanam hasrat untuk tiba di wilayah bergolak itu. Kenalan di Moscow baru-baru ini telah memberi lampu hijau untuk membawa saya ke Chechnya seperti impian saya dahulu.
Batasnya pastilah budget. Ada sesiapa yang hendak menawarkan bantuan? hehehe
Masjid Ahmad Kadyrov boleh memuatkan 10,000 jemaah pada sesuatu masa. Pada saya ia adalah lambang kepada keagungan dan usaha untuk memastikan Islam terus berada di puncak.
Rakyat Islam di Selatan Rusia wajar bersyukur atas keruntuhan rejim Soviet suatu masa dahulu.
Masjid dan Rusia bukanlah sesuatu yang janggal. Walaupun Islam merupakan agama minoriti di negara paling besar di dunia, masjid terus dibina atas dokongan kerajaan. Percayalah, sangat mudah untuk bersembahyang di masjid ketika di Moscow.
Masjid-masjid di Rusia juga dibina dalam skala yang besar, cantik dan unik. Masjid biru di St. Peterburg, Masjid Syuhada di kota Moscow mahupun masjid Jamek di Dagestan di bina dalam skala yang sangat besar.
Masjid Qul - Syariff pula bagi saya adalah masjid tercantik yang pernah dibina. Masjid Tatar, Masjid Nurulla, Masjid Acem, dan Masjid Iske Tash di Kazan bagi saya pula sangat unik. Nanti saya bercerita lebih panjang tentang keistimewaan masjid-masjid ini.
Kini masyarakat Islam Rusia wajar berbangga dan dalam masa yang sama mempersiapkan diri dengan cabaran yang pastinya akan hadir. Saya berharap benar untuk menjenguk selatan Rusia sekali lagi. Selain menghadirkan diri di Masjid Ahmad Kadyrov di Chechnya yang merupakan masjid terbesar di Eropah, saya juga perlu hadir di Masjid Abu Muslim di Derbent, Dagestan- masjid pertama yang dibina di Eropah!
Sudah siapkan masjid Jamek Nizhny Novgorod?
Islam
merupakan agama yang Syumuliyah, telah memberikan semua petunjuk kepada
umatnya. Dalam hal interaksi dengan sesama manusia Islam telah mengaturnya, salahsatunya
adalah dalam hadits Rasulullah yang terdapat pada hadits ke-15 dari hadits Arbain
an-Nawawiyah. Berikut ini haditsnya;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ
وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ [رواه البخاري ومسلم]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu,
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata
baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka
hendaklah ia memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya”. [Bukhari
no. 6018, Muslim no. 47].
Kalimat “barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat”, maksudnya adalah barang siapa beriman
dengan keimanan yang sempurna, yang (keimanannya itu) menyelamatkannya dari
adzab Allah dan membawanya mendapatkan ridha Allah, “maka hendaklah ia berkata
baik atau diam” karena orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya
tentu dia takut kepada ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh-sungguh
melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Yang terpenting dari
semuanya itu ialah mengendalikan gerak-gerik seluruh anggota badannya karena
kelak dia akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan semua anggota badannya,
sebagaimana tersebut pada firman Allah :
“Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan, dan hati semuanya kelak pasti akan dimintai tanggung jawabnya”. (QS. Al
Isra’ : 36) dan firman-Nya: “Apapun
kata yang terucap pasti disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid”. (QS. Qaff : 18).
Bahaya lisan itu sangat banyak. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam juga bersabda:
“Bukankah manusia terjerumus ke dalam neraka karena tidak dapat
mengendalikan lidahnya”.
Beliau juga bersabda :
“Tiap ucapan anak Adam menjadi tanggung jawabnya, kecuali
menyebut nama Allah, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran”.
Barang siapa memahami hal ini dan beriman kepada-Nya dengan
keimanan yang sungguh-sungguh, maka Allah akan memelihara lidahnya sehingga dia
tidak akan berkata kecuali perkataan yang baik atau diam.
Sebagian ulama berkata: “Seluruh adab yang baik itu
bersumber pada empat Hadits, antara lain adalah Hadits “barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau
diam”. Sebagian ulama memaknakan Hadits ini dengan pengertian; “Apabila
seseorang ingin berkata, maka jika yang ia katakan itu baik lagi benar, dia
diberi pahala. Oleh karena itu, ia mengatakan hal yang baik itu. Jika tidak,
hendaklah dia menahan diri, baik perkataan itu hukumnya haram, makruh, atau
mubah”. Dalam hal ini maka perkataan yang mubah diperintahkan untuk
ditinggalkan atau dianjurkan untuk dijauhi Karena takut terjerumus kepada yang
haram atau makruh dan seringkali hal semacam inilah yang banyak terjadi pada
manusia.
Allah berfirman :
Allah berfirman :
“Apapun kata yang terucapkan pasti disaksikan oleh Raqib dan
‘Atid”. (QS.Qaaf : 18).
Para ulama berbeda
pendapat, apakah semua yang diucapkan manusia itu dicatat oleh malaikat,
sekalipun hal itu mubah, ataukah tidak dicatat kecuali perkataan yang akan
memperoleh pahala atau siksa. Ibnu ‘Abbas dan lain-lain mengikuti
pendapat yang kedua. Menurut pendapat ini maka ayat di atas berlaku khusus,
yaitu pada setiap perkataan yang diucapkan seseorang yang berakibat orang
tersebut mendapat pembalasan.
Kalimat “hendaklah ia memuliakan tetangganya…….., maka
hendaklah ia memuliakan tamunya” , menyatakan adanya hak tetangga dan tamu,
keharusan berlaku baik kepada mereka dan menjauhi perilaku yang tidak baik
terhadap mereka. Allah telah menetapkan di dalam Al Qur’an keharusan berbuat
baik kepada tetangga dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Jibril selalu menasehati diriku tentang urusan tetangga, sampai-sampai aku beranggapan bahwa tetangga itu dapat mewarisi harta tetangganya”.
Bertamu itu merupakan ajaran Islam, kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Sebagian ulama mewajibkan menghormati tamu tetapi sebagian besar dari mereka berpendapat hanya merupakan bagian dari akhlaq yang terpuji
“Jibril selalu menasehati diriku tentang urusan tetangga, sampai-sampai aku beranggapan bahwa tetangga itu dapat mewarisi harta tetangganya”.
Bertamu itu merupakan ajaran Islam, kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Sebagian ulama mewajibkan menghormati tamu tetapi sebagian besar dari mereka berpendapat hanya merupakan bagian dari akhlaq yang terpuji
Pengarang kitab Al Ifshah mengatakan : “Hadits ini mengandung hukum, hendaklah kita berkeyakinan bahwa menghormati tamu itu suatu ibadah yang tidak boleh dikurangi nilai ibadahnya, apakah tamunya itu orang kaya atau yang lain. Juga anjuran untuk menjamu tamunya dengan apa saja yang ada pada dirinya walaupun sedikit. Menghormati tamu itu dilakukan dengan cara segera menyambutnya dengan wajah senang, perkataan yang baik, dan menghidangkan makanan. Hendaklah ia segera memberi pelayanan yang mudah dilakukannya tanpa memaksakan diri”. Pengarang juga menyebutkan perkataan dalam menyambut tamu.
Selanjutnya ia berkata : Adapun sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” , menunjukkan
bahwa perkatan yang baik itu lebih utama daripada diam, dan diam itu lebih
utama daripada berkata buruk. Demikian itu karena Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya menggunakan kata-kata “hendaklah untuk berkata
benar” didahulukan dari perkataan “diam”. Berkata baik dalam Hadits ini
mencakup menyampaikan ajaran Allah dan rasul-Nya dan memberikan pengajaran
kepada kaum muslim, amar ma’ruf dan nahi mungkar berdasarkan ilmu, mendamaikan
orang yang berselisih, berkata yang baik kepada orang lain. Dan yang terbaik
dari semuanya itu adalah menyampaikan perkataan yang benar di hadapan orang
yang ditakuti kekejamannya atau diharapkan pemberiannya.
1. Iman
terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari.
2. Islam menyerukan kepada sesuatu yang dapat menumbuhkan
rasa cinta dan kasih sayang dikalangan individu masyarakat muslim.
3.
Termasuk kesempurnaan iman adalah perkataan yang baik dan diam dari selainnya.
4.Berlebih-lebihan
dalam pembicaraan dapat menyebabkan kehancuran, sedangkan menjaga pembicaraan
merupakan jalan keselamatan.
5.
Islam sangat menjaga agar seorang muslim berbicara apa yang bermanfaat dan
mencegah perkataan yang diharamkan dalam setiap kondisi.
6.
Tidak memperbanyak pembicaraan yang diperbolehkan, karena hal tersebut dapat
menyeret kepada perbuatan yang diharamkan atau yang makruh.
7.Termasuk
kesempurnaan iman adalah menghormati tetangganya dan memperhatikanya serta
tidak menyakitinya.
8.Wajib
berbicara saat dibutuhkan, khususnya jika bertujuan menerangkan yang haq dan
beramar ma’ruf nahi munkar.
9.Memuliakan
tamu termasuk diantara kemuliaan akhlak dan pertanda komitmennya terhadap
syariat Islam.
10.
Anjuran untuk mempergauli orang lain dengan baik. Wallahu ‘Alam
Demikian
sedikit penjelasan tentang hadits ke-15 dari hadits arbai’in an-nawawiyyah ini,
semoga kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang disampaikan dalam hadits
tersebut, Aamin....
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarokaatuh,,, Pada majlis tasbih Jum’at
28-Maret-2014 ini alhamdulillah pelaksanaanya sudah di gedung C Universitas
Djuanda Bogor yang baru direnovasi. Narasumber pada Majlis Tasbih Jum’at pagi
ini adalah Ustadz H. Hasan Basri Tanjung, MA.[1]
Materi yang beliau
sampaikan adalah klasifikasi manusia dalam keilmuannya. Beliau menjelaskan apa
yang sudah disampaikan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin yang
mengutip perkataan Al-Khalil bin Ahmad, beliau berkata; Manusia itu ada empat
macam, yaitu:
1. Rojulun Yadri wa
Yadri Annahu Yadri (orang yang tahu dan mengetahui bahwa ia tahu). Itulah orang
‘Alim, Ikutilah Dia.
Inilah jenis manusia yang paling
baik, manusia yang mempunyai pengetahuan yang luas dan dia tahu kalau dirinya itu berilmu, maka kemudian ia
menggunakan ilmunya sebaik mungkin untuk kepentingan dan kemanfaatan manusia. Manusia
jenis ini adalah manusia unggul. Manusia yang sukses dunia dan akhirat. Maka seharusnya
kita mendeatinya dan belajar kepadanya.
2. Rojulun Yadri wa Laa
Yadri Annahu Yadri (orang yang tahu, tetapi tidak mengatahui bahwa ia tahu),
ia bagaikan orang yang sedang tidur, maka bangunkanlah!.
Setiap manusia pasi telah
dibekali potensi yang berbeda-beda oleh Allah swt, oleh karena itu selayaknya
kita tidak merendahkan atau menghina seseorang. Namun memang kebanyakan manusia
terkadang tidak mengetahui apa yang menjadi potensi terbesar hidupnya, maka
kewajiban orang yang mengetahui untuk memberikan dan menyalurkan potensi yang
dimiliki oleh jenis manusia itu. Bangunkanlah dia, maka insya allah dia akan
menjadi orang yang memiliki potensi yang luarbiasa.
3. Rojulun Laa Yadri wa
Yadri Annahu Laa Yadri (orang yang tidak tahu dan mengetahui bahwa ia tidak
tahu), orang ini adalah orang yang sedang mencari petunjuk, maka tunjukilah
ia!.
Manusia jenis ini merupakan
seorang pelajar yang sedang mencari ilmu pengetahuan. Dia tahu bahwa dia belum
mempunyai pengetahun oleh karena itu dia mencari ilmu peda orang yang mempunyai
pengetahuan, jenis manusia yang
bisa menyadari kekurangannnya. Ia bisa mengintropeksi dirinya dan bisa
menempatkan dirinya di tempat yang sepantasnya. Karena dia tahu dirinya tidak
berilmu, maka dia belajar. Dengan belajar itu, sangat diharapkan suatu saat dia
bisa berilmu dan tahu kalau dirinya berilmu.
4. Rojulun Laa Yadri wa
Laa Yadri Annahu Laa Yadri (orang yang tidak tahu dan tidak mengetahui
bahwa ia tidak tahu), itulah orang bodoh, jauhilah dia!.[2]
inilah adalah jenis manusia yang paling buruk. Ini jenis
manusia yang selalu merasa mengerti, sok tahu, selalu merasa memiliki ilmu, padahal ia tidak tahu
apa-apa. susahyanya
manusia jenis seperti ini susah disadarkan, kalau diingatkan ia akan membantah
sebaba ia merasa tahu atau merasa lebih tahu. Jenis manusia seperti ini, paling
susah dicari kebaikannya. “manusia yang tidak sukses di dunia, juga merugi di
akhirat, didalam istilah
sunda orang semacam ini disebut “Bodo katotoloyo”. Na’udzubillahi min
dzalik.
Oleh karena itu, marilah kita sama-sama intropeksi diri kita masing-masing, berada di kelompak manakah kita berada. Semoga Allah selalu membimbing kita dalam menjalankan
kehidupan di dunia ini, dan semoga kita termasuk kedalam golong manusia yang
mengetahui=berilmu bahwa ia mengetahui, Aamin ya Rabbal Alamin....
[1] Beliau merupakan salah satu Dosen
Manajemen Pendidikan Islam-FKIP- UNIDA dan juga ketua umum yayasan Dinamika
Umat Telaga Kahuripan Parung.
[2] Prof. Dr. KH. Safuan Alfandi. Ihya ‘Ulumuddin
Imam an-Nawawi; Filsafat Ilmu dan Kesucian Hati di Bidang Insan dan Lisan. Solo:
Sendang Ilmu. h. 195.