Sistem kalender Pra-Islam di Arab
Sistem kalender
pra-Islam di Arab
Dalam
sejarah dan perjalanan kalender dunia, sistem penjadwalan waktu pada masa pra
Islam –bahkan era Islam– pernah mengalami pergeseran sebagai akibat praktik
interkalasi (an-nasî’) yang dilakukan bangsa Arab. Dalam perjalanannya
pergeseran itu pernah menjadikan bulan Muharram tidak berada pada posisi
sesungguhnya secara astronomis. Ada beberapa motivasi (tujuan) praktik an-nasî’
(interkalasi) ini dikalangan bangsa Arab, antara lain :
1. Kebutuhan akan perang, diantaranya dengan
mengundur bulan Muharam kepada bulan Safar,
2. Untuk menyesuaikan selisih 11 hari antara
tahun bulan dan tahun matahari, diantara konsekuensinya adalah dengan mengundur
ibadah haji dari waktu sebenarnya,
3. Untuk kepentingan perjalanan dan perdagangan,
yaitu dengan menyesuaikan dengan musim panen dan perubahan musim.
Secara etimologi, an-nasî’ (interkalasi)
bermakna “ta’khîr”, “ziyâdah” dan “ta’jîl” yaitu mengundur, menambah, dan menangguh.
Pada penerapan awalnya bangsa Arab silam menerapkan sistem interkalasi
(an-nasî’) sebagai upaya menyesuaikan dua sistem kalender yaitu kalender bulan
(qamary) dan kalender matahari (syamsy). Konon, Mesir kuno adalah yang pertama
menerapkan sistem interkalasi ini.
Diantara praktik interkalasi yang dipraktikkan
bangsa Arab adalah menggabungkan selisih tahun bulan dan tahun matahari yang
berjumlah sekitar 11 hari, dimana dalam masa 3 tahun terakumulasi menjadi 33
hari atau satu bulan lebih. Dalam praktiknya sisa 33 hari ini dijadikan sebagai
bulan tersendiri selain 12 bulan yang sudah ada, artinya bilangan bulan pada
waktu (tahun) itu berjumlah 13 bulan, bukan 12 bulan. Konsekuensi dari
interkalasi ini adalah bulan Muharam yang sejatinya menempati posisi asalnya
berubah menempati posisi bulan Zulhijah, konsekuensinya lagi tradisi ibadah
haji pada waktu itu dilakukan pada bulan Muharam. Selain itu, bulan Safar yang
sejatinya menempati urutan bulan kedua, secara yuridis dijadikan sebagai awal
tahun. Dan masih ada banyak lagi konsekuensi logis dari praktik interkalasi (an-nasî’)
ini pada zaman dahulu.
Menurut sumber-sumber sejarah, pada dasarnya
bangsa Arab tidak menyukai berperang pada bulan Muharam, namun ketika situasi
sosio-politik berubah, tuntutan dan tradisi perang tidak dapat dihindari.
Sebagai jalan keluar agar peperangan tidak dilakukan pada ‘bulan-bulan haram’,
adalah dengan memanipulasi (mengganti) bulan-bulan haram (khususnya Muharam)
dengan bulan Safar. Dengan demikian secara sepakat mereka dapat melakukan
peperangan pada bulan itu. Praktik manipulasi (baca: interkalasi) ini kerap
mereka lakukan setiap tahun, bahkan praktik ini masih terjadi hingga era Islam.
Seperti dituturkan al-Qurthubi (w. 671 H) dalam tafsirnya “Al-Jami’ li Ahkam
al-Qur’an”, bahwa sahabat Abu Bakar Sihddiq ra pada tahun 9 H melaksanakan
ibadah haji pada bulan Zulkaidah, bukan bulan Zulhijah, dimana pada tahun ini
Nabi saw tidak melaksanakan haji.
Lantas pada tahun berikutnya (tahun 10 H) Nabi
saw menunaikan ibadah haji yang merupakan haji wadak (haji perpisahan). Pada
tahun itu (tahun 10 H) Nabi saw melaksanakan haji tepat pada bulan Zulhijah dan
berdasarkan penampakan hilal. Seperti diriwayatkan dalam sebuah hadis, dalam
khutbahnya Nabi saw mengkritisi sekaligus merekonstruksi praktik interkalasi
(an-nasî’) yang sudah mentradisi dikalangan bangsa Arab. Nabi saw juga melarang
dan menghentikan praktik interkalasi. Pelarangan ini secara tegas disebutkan
dalam QS. 09: 37.
Selain itu, dalam QS. 09: 36 juga ditegaskan bahwa bilangan bulan di sisi Allah
adalah berjumlah 12 bulan, dimana diantaranya terdapat empat bulan Haram:
Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab. Penegasan ayat ini sekali lagi
menegaskan pelarangan praktik interkalasi (an-nasi’) dan dimulainya era baru
sistem kalender. Dengan demikian sejak saat itu, dan hingga kini, sistem
penjadwalan waktu (kalender) telah teratur, yaitu berdasarkan peredaran faktual
bulan dan atau matahari sesungguhnya. Dengan demikian pula, ritual ibadah haji
(yang dalam beberapa waktu pernah dilakukan tidak pada bulan sesungguhnya)
kembali dilakukan pada bulan sesungguhnya yaitu bulan Zulhijah. Nabi saw
bersabda : “Sesungguhnya masa telah berputar seperti keadaannya sebagaimana
pada hari Allah Swt menciptakan langit dan bumi”[ Sumber].
Category: Artikel Islam, Tarikh Islam