HUDZAIFAH IBNU YAMAN (SETERU KEMUNAFIKAN, KAWAN KETERBUKAAN )

Penduduk kota Madinah berduyun-duyun keluar untuk menyambut kedatangan wali negeri mereka yang baru diangkat serta dipilih oleh Amirul Mu'minin Umar radhiyallah 'anhu.

Mereka pergi menyambutnya, karena lamalah sudah hati mereka rindu untuk bertemu muka dengan shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang mulia ini, yang telah banyak mereka dengar mengenai keshalihan dan ketaqwaannya . · ·,begitu pula tentang jasa-jasanya dalam membebaskan tanah Irak... ·

Ketika mereka sedang menunggu rombongan yang hendak datang, tiba-tiba muncullah di hadapan mereka seorang laki-laki dengan wajah berseri-seri. Ia mengendarai seekor keledai yang beralaskan kain usang, sedang kedua kakinya teruntai ke bawah, kedua tangannya memegang roti serta garam sedang mulutnya sedang mengunyah

Demi ia berada di tengah-tengah orang banyak dan mereka tahu bahwa orang itu tidak lain adalah Hudzaifah ibnul Yaman, maka mereka jadi bingung dan hampir-hampir tak percaya Tetapi apa yang akan diherankan ... ? Corak kepemimpinan bagaimana yang mereka nantikan sebagai pilihan Umar radhiyallah 'anhu, Hal itu dapat difahami, karena baik di masa keraiaan Persi yang terkenal itu atau sebelumnya, tak pernah diketahui adanya corak pemimpin semulia ini . · · ·!

Hudzaifah radhiyallahu 'anhu meneruskan perjalanan sedang orang-orang berkerumun dan mengelilinginya....

Dan ketika dilihat bahwa mereka menatapnya seolah-olah menunggu amanat, diperhatikannya air muka mereka, lalu katanya:"Jauhilah oleh kalian tempat-tempat fitnah ....!"

Ujar mereka: "Di manakah tempat-tempat fitnah itu wahai Abu Abdillah "

Ujarnya: "Pintu-rumah para pembesar ....! Seorang di antara kalian masuk menemui mereka dan mengiakan ucapan palsu serta memuji perbuatan baik yang tak pernah mereka lakukan ....!"

Suatu pernyataan yang luar biasa di samping sangat mena'jubkan ... .! Dari ucapan yang mereka dengar dari wali negeri yang baru ini, orang-orang segera beroleh kesimpulan bahwa tak ada yang lebih dibencinya tentang apa saja yang terdapat di dunia ini, begitu pun yang lebih hina dalam pandangan matanya daripada kemunafikan .... Dan pernyataan ini sekaligus merupakan ungkapan yang paling tepat terhadap kepribadian wali negeri baru ini, serta sistem yang akan ditempuhnya dalam pemerintahan ....

Hudzaifah ibnu Yaman radhiyallahu 'anhu memasuki arena kehidupan ini dengan bekal tabi'at istimewa. antara ciri-cirinya ialah anti kemunafikan, dan mampu melihat jejak dan gejalanya walau tersembunyi di tempat-tempat yang jauh sekali pun ....

Semenjak ia bersama saudaranya, Shafwan, menemani bapaknya menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan ketiganya memeluk Islam, sementara Islam menyebabkan wataknya bertambah terang dan cemerlang ..., maka sungguh, ia menganutnya itu secara teguh dan suci, serta lurus dan gagah berani, dan dipandangnya sifat pengecut, bohong dan kemunafikan sebagai sifat yang rendah dan hina....

Ia terdidik di tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan kalbu terbuka tak ubah bagai cahaya shubuh, hingga tak suatu pun dari persoalan hidupnya yang tersembunyi. Tak ada rahasia terpendam dalam lubuk hatinya ..., seorang yang benar dan jujur, mencintai orang-orang yang teguh membela kebenaran, sebaliknya mengutuk orang-orang yang berbelit-belit dan riya, orang-orang culas bermuka dua ... .!

Ia bergaul dengan Rasullulah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sungguh, tak ada lagi tempat baik di mana bakat Hudzaifah ini tumbuh subur dan berkembang sebagai halnya di arena ini, yakni dalam pangkuan Agama Islam, di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan di tengah-tengah golongan besar Kaum perintis dari shahabat-shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.....

Bakatnya ini benar-benar tumbuh menurut kenyataan ....hingga ia berhasil mencapai keahlian dalam membaca tabi'at dan airmuka seseorang. Dalam waktu selintas kilas, ia dapat menebak airmuka dan tanpa susah payah akan mampu menyelidiki rahasia-rahasia yang tersembunyi serta simpanan yang terpendam ....

Kemampuannya dalam hal ini telah sampai kepada apa yang diinginkannya, hingga Amirul Mu'minin Umar radhiyallah 'anhu yang dikenal sebagai orang yang penuh dengan inspirasi seorang yang cerdas dan ahli, sering juga mengandalkan pendapat Hudzaifah radhiyallahu 'anhu, begitu pula ketajaman pandangannya dalam memilih tokoh dan mengenali mereka.

Sungguh Hudzaifah radhiyallahu 'anhu telah dikaruniai fikiran jernih, menyebabkannya sampai pada suatu kesimpulan, bahwa dalam kehidupan ini sesuatu yang baik itu adalah yang jelas dan gamblang, yakni bagi orang yang betul-betul menginginkannya. Sebaliknya yang jelek ialah yang gelap atau samar-samar, dan karena itu orang yang bijaksana hendaklah mempelajari sumber-sumber kejahatan ini dan kemungkinan-kemungkinannya ....

Demikianlah Hudzaifah radhiyallah 'anhu terus-menerus mempelajari kejahatan dan orang-orang jahat, kemunafikan dan orang-orang munafiq. Berkatalah ia:

"Orang-orang menanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang kebaikan, tetapi saya menanyakan kepadanya tentang kejahatan, karena takut akan terlibat di dalamnya.

Pernah kubertanya:"Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dulu kita berada dalam kejahiliyahan dan diliputi kejahatan, lalu Allah mendatangkan kepada kita kebaikan ini..., apakah di balik kebaikan ini ada kejahatan ...?""Ada .." ujar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. "Kemudian apakah setelah kejahatan masih ada lagi-kebaikan ...?': tanyaku pula. "M lemang, tetapi kabur dan bahaya ...". "Apa bahaya itu ....?" "Yaitu segolongan ummat mengikuti sunnah bukan sunnahku, dan mengikuti petunjuk bukan petunjukku. Kenalilah mereka olehmu dan laranglah ...': "Kemudian setelah kebaikan tersebut masihkah ada lagi kejahatan ....?': tanyaku pula.

"Masih': ujar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "yakni para tukang seru di pintu neraka. Barangsiapa menyambut seruan mereka, akan mereka lemparkan ke dalam neraka...!"

Lalu kutanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Ya Rasulallah, apa yang harus saya perbuat bila saya menghadapi hal demikian .. ..?" Ujar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: 'Senantiasa mengikuti jama'ah Kaum Muslimin dan pemimpin mereka .. .!"

"Bagaimana kalau mereka tidak punya jama'ah dan tidak pula pemimpin ....?" "Hendaklah kamu tinggalkan golongan itu semua, walaupun kamu akan tinggal di rumpun kayu sampai kamu menemui ajal dalam keadaan demikian ...!"

Nah, tidakkah anda perhatikan ucapannya: "Orang-orang menanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang kebaikan, tetapi saya menanyakan kepadanya tentang kejahatan , karena takut akan terlibat di dalamnya...!"?

Hudzaifah ibnu Yaman radhiyallahu 'anhu menempuh kehidupan ini dengan mata terbuka dan hati waspada terhadap sumber-sumber fitnah dan liku-likunya demi menjaga diri dan memperingatkan manusia terhadap bahayanya. Dengan demikian ia menganalisa kehidupan dunia ini dan mengkaji pribadi orang serta meraba situasi ...

Semua masalah itu diolah dan digodok dalam akal pikirannya lalu dituangkan dalam ungkapan seorang filosof yang 'arif dan bijaksana.

Berkatalah ia:

"Sesungguhnya Allah Ta'ala telah membangkitkan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka diserunya manusia dari kesesatan kepada kebenaran, dari kekafiran kepada keimanan. Lalu yang menerima mengamalkannyalah, hingga dengan kebenaran itu yang mati menjadi hidup ...., dan dengan kebatilan yang hidup menjadi mati ... ! Kemudian masa kenabian berlalu, dan datang masa kekhalifahan menurut jejak beliau...., dan setelah itu tiba zaman kerajaan yang durjana. Di antara manusia ada yang menentang, baik dengan hati maupun dengan tangan serta lisannya.... maka merekalah yang benar-benar menerima yang haq ....

Dan di antara mereka ada yang menentang dengan hati dan lisannya tanpa mengikutsertakan tangannya, maka golongan ini telah meninggalkan suatu cabang dari yang haq .... Dan ada pula yang menentang dengan hatinya semata, tanpa mengikutsertakan tangan dan lisannya, maka golongan ini telah meninggalkan dua cabang dari yang haq .... Dan ada pula yang tidak menentang, baik dengan hati maupun dengan tangan serta lisannya, maka golongan ini adalah mayat-mayat bernyawa ....!"

Ia juga berbicara tentang hati, dan mengenai kehidupannya yang beroleh petunjuk dan yang sesat, katanya: "Hati itu ada empat macam:

Hati yang tertutup, itulah dia hati orang kafir ....

Hati yang dua muka, itulah dia hati orang munafiq ....

Hati yang suci bersih, di sana ada pelita yang menyala, itulah dia hati orang yang beriman

Dan hati yang berisi keimanan dan kemunafikan.

Perumpamaan keimanan itu adalah laksana sebatang kayu yang dihidupi air yang bersih, sedang kemunafikan itu tak ubahnya bagai bisul yang diairi darah dan nanah. Maka mana di antara keduanya yang lebih kuat, itulah yang menang....!"

Pengalaman Hudzaifah radhiyallahu 'anhu yang luas tentang kejahatan dan ketekunannya untuk melawan dan menentangnya, menyebabkan lidah dan kata-katanya menjadi tajam dan pedas. Hal ini diakuinya kepada kita secara ksatria, katanya:

"Saya datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kataku padanya:

Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lidahku agak tajam terhadap keluargaku, dan saya khawatir kalau-kalau hal itu akan menyebabkan saya masuk neraka .... Maka ujar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : Kenapa kamu tidak beristighfar ... Sungguh, saya beristighfar kepada Allah tiap hari seratus Kali...

Nah, inilah dia Hudzaifah radhiyallah 'anhu musuh kemunafikan dan shahabat keterbukaan ... · Dan tokoh semacam ini pastilah imannya teguh dan kecintaannya mendalam. Demikianlah pula halnya Hudzaifah radhiyallah 'anhu, dalam keimanan dan kecintaannya.... Disaksikannya bapaknya yang telah beragama Islam tewas di perang Uhud ..., dan di tangan srikandi Islam sendiri, yang melakukan kekhilafan karena menyangkanya sebagai orang musyrik... .!

Hudzaifah radhiyallah 'anhu melihat dari jauh pedang sedang dihunjamkan kepada ayahnya, ia berteriak: "ayahku ... ayahku ....jangan ia ayahku ".... Tetapi qadla Allah telah tiba...... Dan ketika Kaum Muslimin mengetahui hal itu, mereka pun diliputi suasana duka dan sama-sama membisu. Tetapi sambil memandangi mereka dengan sikap kasih sayang dan penuh pengampunan, katanya: "Semoga Allah mengampuni tuan-tuan, Ia adalah sebaik-baik Penyayang."

Kemudian dengan pedang terhunus ia maju ke daerah tempat berkecamuknya pertempuran dan membaktikan tenaga serta menunaikan tugas kewajibannya .... Akhirnya peperangan pun usailah dan berita tersebut sampai ke telinga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Maka disuruhnya membayar diyat atas terbunuhnya ayahanda Hudzaifah radhiyallah 'anhu (Husail bin Yabir) yang ternyata ditolak oleh Hudzaifah radhiyallah 'anhu ini dan disuruh membagikannya kepada Kaum Muslimin. Hal itu menambah sayang dan tingginya penilaian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terhadap dirinya ....

Keimanan dan kecintaan Hudzaifah radhiyallah 'anhu tidak kenal lelah dan lemah .... bahkan juga tidak kenal mustahil .... Sewaktu perang Khandaq ...,yakni setelah merayapnya kegelisahan dalam barisan kafir Quraisy dan sekutu-sekutu mereka dari golongan yahudi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bermaksud hendak mengetahui perkembangan terakhir di lingkungan perkemahan musuh-musuhnya ....

Ketika itu malam gelap gulita dan menakutkan ...,sementara angin topan dan badai meraung dan menderu-deru, seolah-olah hendak mencabut dan menggulingkan gunung-gunung sahara yang berdiri tegak di tempatnya ....Dan suasana di kala itu mencekam hingga menimbulkan kebimbangan dan kegelisahan, mengundang kekecewaan dan kecemasan, sementara kelaparan telah mencapai saat-saat yang gawat di kalangan para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam....

Maka siapakah ketika itu yang memiliki kekuatan apa pun kekuatan itu yang berani berjalan ke tengah-tengah perkemahan musuh di tengah-tengah bahaya besar yang sedang mengancam, menghantui dan memburunya, untuk secara diam-diam menyelinap ke dalam, yakni untuk menyelidiki dan mengetahui keadaan mereka...?

Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memilih di antara para shahabatnya, orang yang akan melaksanakan tugas yang amat sulit ini! Dan tahukah anda, siapa kiranya pahlawan yang dipilihnya itu ...? Itulah dia Hudzaifah ibnu Yaman radhiyallah 'anhu ..!

Ia dipanggil oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk melakukan tugas, dan dengan patuh dipenuhinya.... Dan sebagai bukti kejujurannya, ketika ia mengisahkan peristiwa tersebut dinyatakannya bahwa ia mau tak mau harus menerimanya ....Hal itu menjadi petunjuk, bahwa sebenarnya ia takut menghadapi tugas yang dipikulkan atas pundaknya serta khawatir akan akibatnya.

Apalagi bila diingat bahwa ia harus melakukannya dalam keadaan lapar dan timpaan hujan es, serta keadaan jasmaniah yang amat lemah, sebagai akibat pengepungan orang-orang musyrik selama satu bulan atau lebih .. .!

Dan sungguh, peristiwa yang dialami oleh Hudzaifah radhiyallah 'anhu malam itu, amat mena'jubkan sekali! Ia telah menempuh jarak yang terbentang di antara kedua perkemahan dan berhasil menembus kepungan ..., lalu secara diam-diam menyelinap ke perkemahan musuh .... Ketika itu angin kencang telah memadamkan alat-alat penerangan pihak lawan hingga mereka berada dalam gelap gulita, sementara Hudzaifah radhiyallah 'anhu telah mengambil tempat di tengah-tengah prajurit musuh itu...

Abu Sufyan, yakni panglima besar Quraisy, takut kalau-kalau kegelapan malam itu dimanfaatkan oleh mata-mata Kaum Muslimin untuk menyusup ke perkemahan mereka. Maka ia pun berdirilah untuk memperingatkan anak buahnya.... Seruan yang diucapkan dengan keras kedengaran oleh Hudzaifah radhiyallah 'anhu dan bunyinya sebagai berikut:

"Hai segenap golongan Quraisy, hendaklah masing-masing kalian memperhatikan kawan duduknya dan memegang tangan serta mengetahui siapa namanya·!"

Kata Hudzaifah radhiyallah 'anhu: "Maka segeralah saya menjabat tangan laki-laki yang duduk di dekatku, kataku kepadanya: "Siapa kamu ini ...?" Ujarnya: "Si Anu anak si Anu ..."

Demikianlah Hudzaifah radhiyallah 'anhu mengamankan kehadirannya di kalangan tentara musuh itu hingga selamat.

Abu Sufyan mengulangi lagi seruan kepada tentaranya, katanya: "Hai orang-orang Quraisy, kekuatan kalian sudah tidak utuh lagi .... Kuda-kuda kita telah binasa...,demikian juga halnya unta. Bani Quraidhah telah pula mengkhianati kita hingga kita mengalami akibat yang tidak kita inginkan. Dan sebagaimana kalian saksikan sendiri, kita telah mengalami bencana angin badai: periuk-periuk berpelantingan, api menjadi padam dan kemah-kemah berantakan Maka berangkatlah kalian sayapun akan berangkat"

Lalu ia naik ke punggung untanya dan mulai berangkat, diikuti dari belakang oleh tentaranya.

Kata Hudzaifah radhiyallah 'anhu: "Kalau tidaklah pesan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada saya agar saya tidak mengambil sesuatu tindakan sebelum menemuinya lebih dulu, tentulah saya bunuh Abu Sufyan itu dengan anak panah ...."

Hudzaifah radhiyallah 'anhu kembali kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan menceritakan keadaan musuh, serta menyampaikan berita gembira itu ....

Barangsiapa yang pernah bertemu muka dengan Hudzaifah radhiyallah 'anhu, dan merenungkan buah fikiran dan hasil filsafatnya serta ketekunannya untuk mencapai ma'rifat, tak mungkin akan mengharapkan daripadanya sesuatu kepahlawanan di medan perang at;au pertempuran ....

Tetapi anehnya dalam bidang ini pun Hudzaifah radhiyallah 'anhu melenyapkan segala dugaan itu ....

Laki-laki santri yang teguh beribadat dan pemikir ini, akan menunjukkan kepahlawanan yang luar biasa di kala ia menggenggam pedang menghadapi tentara berhala dan pembela kesesatan ....

Cukuplah sebagai bukti bahwa ia merupakan orang ketiga atau kelima dalam deretan tokoh-tokoh terpenting pada pembebasan seluruh wilayah Irak... .! Kota-k·ota Hamdan, Rai dan Dainawar, selesai pembebasannya di bawah komando Hudzaifah radhiyallah 'anhu ....

Dan dalam pertempuran besar Nahawand, di mana orang-orang Persi berhasil menghimpun 150 ribu tentara.., Amirul Mu'minin Umar memilih sebagai panglima Islam Nu'man bin Muqarrin, sedang kepada Hudzaifah radhiyallah 'anhu dikirimnya surat agar ia menuju tempat itu sebagai komandan dari tentara Kufah ....

Kepada para pejuang itu Umar mengirimkan surat, katanya:"Jika Kaum Muslimin telah berkumpul, maka masing-masing panglima hendaklah mengepalai anak buahnya, sedang yang akan menjadi panglima besar ialah Nu'man bin Muqarrin ...!

Dan seandainya Nu'man tewas, maka panji-panji komando hendaklah dipegang oleh Hudzaifah radhiyallah 'anhu ..., dan kalau ia tewas pula maka oleh Jarir bin Abdillah ...!"

Amirul Mu'minin masih menyebutkan beberapa nama lagi, ada tujub orang banyaknya yang akan memegang pimpinan tentara secara berurutan.

Dan kedua pasukan pun berhadapanlah ....Pasukan Persi dengan 150 ribu tentara, sedang Kaum Muslimin dengan 30 ribu orang pejuang, tidak lebih ....Perang berkobar, suatu pertempuran yang tak ada tolak bandingnya, perang terdahsyat dan paling sengit dikenal oleh sejarah ...!

Panglima besar Kaum Muslimin gugur sebagai syahid Nu'man bin Muqarrin tewaslah sudah ..... Tetapi sebelum bendera Kaum Muslimin menyentuh tanah, panglima yang baru telah menyambutnya dengan tangan kanannya, dan angin kemenangan pun meniup dan menggiring tentara maju ke muka dengan semangat penuh dan keberanian luar biasa.... Dan panglima yang baru itu tiada lain adalah Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallah 'anhu Bendera segera disambutnya, dan dipesankannya agar k:ematian Nu'man tidak disiarkan, sebelum peperangan berketentuan. Lalu dipanggilnya Na'im bin Muqarrin dan ditempatkan pada kedudukan saudaranya Nu'man, sebagai penghormatan kepadanya .... Dan semua itu dilaksanakannya dengan kecekatan, bertindak dalam waktu hanya beberapa saat, sedang roda peperangan berputar cepat, kemudian bagai angin puting beliung ia maju menerjang barisan Persi sambil menyerukan:

"Allahu Akbar, Ia telah menepati janji-Nya. Allah Akbar, telah dibela-Nya tentara-Nya" Lalu diputarlah kekang kudanya ke arab anak buahnya, dan berseru: "Hai ummat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, pintu-pintu surga telah terbuka lebar, siap sedia menyambut kedatangan tuan-tuan ..., jangan biarkan ia menunggu lebih lama ....! Ayuhlah wahai pahlawan-pahlawan Badar....! Majulah pejuang-pejuang Uhud, Khandaq dan Tabuk....!"

Dengan ucapan-ucapannya itu Hudzaifah radhiyallah 'anhu telah memelihara semangat tempur dan ketahanan anak buahnya, jika tak dapat dikatakan telah menambah dan melipatgandakannya ....

Dan kesudahannya perang berakhir dengan kekalahan pahit bagi orang-orang Persi, suatu kekalahan yang jarang ditemukan bandingannya

Dialah seorang pahlawan di bidang hikmat, ketika sedang tenggelam dalam renungan .... Seorang pahlawan di medan juang, ketika berada di medan laga .... Pendeknya ia seorang tokoh, dalam urusan apa juga yang dipikulkan atas pundaknya, dalam setiap persoalan yang membutuhkan pertimbangannya.

Maka tatkala Kaum Muslimin di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallah 'anhu hendak pindah dari Madain ke Kufah dan bermukim di sana, yakni setelah keadaan iklim kota Madain membawa akibat buruk terhadap Kaum Muslimin dari golongan Arab, menyebabkan Umar menitahkan Sa'ad segera meninggalkan kota itu setelah menyelidiki suatu daerah yang paling cocok sebagai tempat pemukiman Kaum Muslimin ..., maka siapakah dia yang diserahi tugas untuk memilih tempat dan daerah tersebut .... ? Itulah dia Hudzaifah ibnul Yaman ibnul Yaman radhiyallah 'anhu, yang pergi bersama Salman bin Ziad guna menyelidiki lokasi yang tepat bagi pemukiman baru itu .... Tatkala mereka sampai di Kufah, yang ternyata merupakan tanah kosong yang berpasir dan berbatu-batu, pernafasan Hudzaifah radhiyallah 'anhu menghirup udara segar, maka ia berkata kepada shahabatnya: "Di sinilah tempat pemukiman itu insya Allah"

Demikianlah diatur rencana pembangunan kota Kufah, yang oleh ahli bangunan diwujudkan menjadi sebuah kota yang permai .... Dan baru saja Kaum Muslimin pindah ke sana, maka yang sakit segera sembuh, yang lemah menjadi kuat, dan urat-urat mereka berdenyutan menyebarkan arus kesehatan ....!

Sungguh, Hudzaifah adalah seorang yang berfikiran cerdas dan berpengalaman luas, kepada Kaum Muslimin selalu dipesankannya: "Tidaklah termasuk yang terbaik di antara kalian yang meninggalkan dunia untuk kepentingan akhirat, dan tidak pula yang meninggalkan akhirat untuk kepentingan dunia .... tetapi hanyalah yang mengambil bagian dari kedua-duanya.. .!"

Pada suatu hari di antara hari-hari yang datang silih berganti dalam tahun 36 Hijriah, Hudzaifah radhiyallah 'anhu mendapat panggilan menghadap Ilahi .... Dan tatkala ia sedang berkemas-kemas untuk berangkat melakukan perjalanannya yang terakhir, masuklah beberapa orang shahabatnya. Maka ditanyakannya kepada mereka : "Apakah tuan-tuan membawa kain kafan ...?"

"Ada", ujar mereka.

"Coba lihat", kata Hudzaifah radhiyallah 'anhu pula.

Maka tatkala dilihatnya kain kafan itu baru dan agak mewah, terlukislah pada kedua bibirnya senyuman terakhir bernada ketidaksenangan, lain katanya: "Kain kafan ini tidak cocok bagiku ...!

Cukuplah bagiku dua helai kain putih tanpa baju .. .!

Tidak lama aku akan berada dalam kubur, menunggu diganti dengan kain yang lebih baik atau dengan yang lebih jelek ...!

Kemudian ia menggumamkan beberapa kalimat dan sewaktu didengarkan oleh hadirin dengan mendekatkan telinga mereka, kedengaranlah ucapannya:

" Selamat datang, wahai maut... Kekasih tiba di waktu rindu .....Hati bahagia tak ada keluh atau sesalku.

Ketika itu naiklah membubung ke hadlirat Ilahi, ruh suci di antara arwah para shalihin, ruh yang cemerlang, taqwa, tunduk dan berbakti ....
SUHAIB BIN SINAN; ABU YAHYA PEDAGANG YANG SELALU MENDAPAT LABA

Ia dilahirkan dalam lingkungan kesenangan dan kemewahan .... Bapaknya menjadi hakim dan walikota "Ubuilah" sebagai pejabat yang diangkat oleh Kisra atau maharaja Persi. Mereka adalah orang-orang Arab yang pindah ke Irak, jauh sebelum datangnya Agama Islam. Dan di istananya yang terletak di pinggir sungai Efrat ke arah hilir "Jazirah" dan ''Mosul", anak itu hidup dalam keadaan senang dan bahagia ....

Pada suatu ketika, negeri itu menjadi sasaran orang-orang Romawi yang datang menyerbu dan menawan sejumlah penduduk, termasuk di antaranya Shuhaib bin Sinan .... Ia diperjualbelikan oleh saudagar-saudagar budak belian, dan perkelanaannya yang panjang berakhir di kota Mekah, yakni setelah menghabiskan masa kanak-kanak dan permulaan masa remajanya di negeri Romawi, hingga lidah dan dialeknya telah menjadi lidah dan dialek Romawi.

Majikannya tertarik akan kecerdasan, kerajinan dan kejujurannya, hingga Shuhaib dibebaskan dan dimerdekakannya, dan diberinya kesempatan untuk dapat berniaga bersamanya.

Maka pada suatu hari ..., yah, marilah kita dengarkan cerita kawannya yang bernama'Ammar bin Yasir, mengisahkan peristiwa yang terjadi pada hari itu:

''Saya berjumpa dengan Shuhaib bin Sinan di muka pintu rumah Arqam, yakni ketika Rasulullah saw. sedang berada di dalamnya.

Hendak ke mana kamu? tanya saya kepadanya.

Dan, kamu hendak ke mana? jawabnya.

Saya hendak menjumpai Muhammad saw. untuk mendengarkan ucapannya, kata saya.

Saya juga hendak menjumpainya, ujarnya pula.

Demikianlah kami masuk ke dalam, dan Rasulullah menjelaskan tentang aqidah Agama Islam kepada kami, setelah kami meresapi apa yang dikemukakannya kami pun menjadi pemeluknya. Kami tinggai di sana sampai petang hari. Lalu dengan sembunyi-sembunyi kami keluar meninggalkannya...

Jadi Shuhaib telah tahu jalan ke rumah Arqam ....Artinya ia telah mengetahui jalan menuju petunluk dan cahaya, juga ke arab pengorbanan berat dan tebusan besar ...

Maka melewati pintu kayu yang memisah bagian dalam rumah Arqam dari bagian luarnya, tidak hanya berarti melangkahi bandul pintu semata ..., tetapi hakikatnya adalah melangkahi batas-batas alam secara keseluruhan ...! Yakni alam lama dengan segala apa yang diwakilinya baik berupa keagamaan dan akhlaq, maupun berupa peraturan yang harus dilangkahinya menuju alam baru dengan segala aspek dan persoalannya ....

Melangkahi bandul pintu rumah Arqam.yang lebarnya tidak lebih dari satu kaki, pada hakekat dan kenyataannya adalah melangkahi bahaya besar luas dan lebar.

Maka menghampiri rintangan itu -- maksud kita bandul tersebut mema'lumkan datangnya suatu masa yang penuh dengan tanggung jawab yang tidak enteng…..!

Apalagi bagi fakir miskin, budak belian dan orang perantau, memasuki rumah Arqam itu artinya tidak lain dari suatu pengurbanan yang melampaui kemampuan yang lazim dari manusia.

Shahabat kita Shuhaib adalah anak pendatang atau orang perantau, sedang shahabat yang berjumpa dengannya di ambang pintu rumah tadi -- yakni 'Ammar bin Yasir -- adalah seorang miskin……Tetapi kenapa keduanya itu berani menghadapi bahaya, dan kenapa mereka bersiap sedia untuk menemuinya. . .?

Nah, ituiah dia panggilan iman yang tak dapat dibendung ...!

Dan itulah dia pengaruh kepribadian Muhammad saw., yang kesan-kesannya telah mengisi hati orang-orang baik dengan hidayah dan kasih sayang ...! Dan itulah dia daya pesona dari barang baru yang bersinar cemerlang, yang telah memukau akal fikiran yang muak melihat kebasian barang lama, bosan dengan kesesatan dan kepalsuannya ...!

Dan di atas semua ini, itulah rahmat dari Allah Ta'ala yang dilimpahkan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, serta petunjuk-Nya yang diberikan kepada orang yang kembali dan menyerahkan diri kepada-Nya.

Shuhaib telah menggabungkan dirinya dengan kafilah orang-orang beriman. Bahkan ia telah membuat tempat yang luas dan tinggi dalam barisan orang-orang yang teraniaya dan tersiksa! Begitu pula dalam barisan para dermawan dan penanggung uang tebusan Pernah diceritakan keadaan sebenarnya yang membuktikan rasa tanggung jawabnya yang besar sebagai seorang Muslim yang telah bai'at kepada Rasulullah dan bernaung di bawah panji-panji Agama Islam, katanya:

"Tiada suatu perjuangan bersenjata yang diterjuni Rasulullah, kecuali pastilah aku menyertainya ....

Dan tiada suatu bai'at yang dialaminya, kecuali tentulah aku menghadirinya…..

Dan tiada suatu pasukan bersenjata yang dikiriminya kecuali aku termasuk sebagai anggota rombongannya ....

Dan tidak pernah beliau bertempur baik dimasa-masa pertama islam atau di masa-masa akhir , kecuali aku berada di sebelah kanan atau sebelah kirinya…..

Dan kalau ada sesuatu yang dikhawatirkan Kaum Muslimin dihadapan mereka pasti aku akan menyerbu paling depan, demikian pula kalau ada yang dicemaskan di belakang mereka, pasti aku akan mundur ke belakang….

serta aku tidak sudi sama sekali membiarkan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam berada dalam jangkauan musuh sampai ia kembali menemui Allah….!"

Suatu gambaran keimanan yang istimewa dan kecintaan yang luar biasa ....

Sungguh, Shuhaib -- semoga Allah meridlainya dan meridlai semua shahabatnya -- layak untuk mendapatkan keunggulan iman ini, semenjak ia menerima cahaya ilahi dan menaruh tangan kanannya di tangan kanan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam . Mulai saat itu hubungannya dengan dunia dan sesama manusia, bahkan dengan dirinya pribadi mendapatkan corak baru. Jiwanya telah tertempa menjadi keras dan ulet, zuhud tak kenal lelah, hingga dengan bekal tersebut ia berhasil mengatasi segala macam peristiwa dan menjinakkan marabahaya....

Dan sebagaimana telah kita kemukakan dulu, ia selalu menghadapi segala akibat dan risiko dengan keberanian luar biasa. Ia tak hendak mundur dari segala pertempuran atau mengucilkan diri dari bahaya, sedang kegemarannya dialihkannya dari menumpuk keuntungan kepada memikul tanggung jawab, dari meni'mati kehidupan kepada mengarungi bahaya dan mencintai maut....

Hari-hari perjuangannya yang mulia dan cintanya yang luhur itu diawali pada saat hijrahnya. Pada hari itu ditinggalkannya segala emas dan perak serta kekayaan yang diperolehnya sebagai hasil perniagaan selama berbilang tahun di Mekah. Semua kekayaan ini, yakni segala yang dimilikinya, dilepaskan dalam sekejap saat tanpa berfikir panjang atau mundur maju.

Ketika Rasulullah hendak pergi hijrah, Shuhaib mengetahuinya, dan menurut rencana ia akan menjadi orang ketiga dalam hijrah tersebut, di samping Rasulullah dan Abu Bakar.... Tetapi orang-orang Quraisy telah mengatur persiapan di malam harinya untuk mencegah kepindahan Rasulullah.

Shuhaib terjebak dalam salah satu perangkap mereka, hingga terhalang untuk hijrah untuk sementara waktu, sementara Rasulullah dengan shahabatnya berhasil meloloskan diri atas barkah Allah Ta'ala.

Shuhaib berusaha menolak tuduhan Quraisy dengan jalan bersilat lidah, hingga ketika mereka lengah ia naik ke punggung untanya, lalu dipacunya hewan itu dengan sekencang-kencangnya menuju sahara luas .... Tetapi Quraisy mengirim pemburu-pemburu mereka untuk menyusulnya dan usaha itu hampir berhasil. Tapi demi Shuhaib melihat dan berhadapan dengan mereka ia berseru katanya:

"Hai orang-orang Quraisy!

Kalian sama mengetahui bahwa saya adalah ahli panah yang paling mahir .... Demi Allah, kalian takkan berhasil mendekati diriku, sebelum saya lepaskan semua anak panah yang berada dalam kantong ini, dan setelah itu akan menggunakan pedang untuk menebas kalian, sampai senjata di tanganku habis semua!

Nah, majulah ke sini kalau kalian berani ...!

Tetapi kalau kalian setuju, saya akan tunjukkan tempat penyimpanan harta bendaku, asal saja kalian membiarkan daku.. .!

Mereka sama tertarik dengan tawaran terakhir itu, dan setuju menerima hartanya sebagai imbalan dirinya, kata mereka;

"Memang, dahulu waktu kamu datang kepada kami, kamu adalah seorang miskin lagi papa. Sekarang hartamu menjadi banyak ditengah-tengah kami hingga melimpah ruah. Lalu kami hendak membawa pergi bersamamu semua harta kekayaan itu….?"

Shuhaib menunjukkan tempat disembunyikan hartanya itu, hingga mereka membiarkannya pergi sedang mereka kembali ke Mekah. Dan suatu hal yang aneh ialah bahwa mereka mempercayai ucapan Shuhaib tanpa bimbang atau bersikap waspada, hingga mereka tidak meminta suatu bukti, bahkan tidak meminta agar ia mengucapkan sumpah ...!

Kenyataan ini menunjukkan tingginya kedudukan Shuhaib di mata mereka, sebagai orang yang jujur dan dapat dipercaya…..!

Shuhaib melanjutkan lagi perjalanan hijrahnya seorang diri tetapi berbahagia, hingga akhirnya berhasil menyusul Rasulullah shallallahu alaihi wasalam di Quba. Waktu itu Rasulullah sedang duduk dikelilingi oleh beberapa orang shahabat, ketika dengan tidak diduga Shuhaib mengucapkan salamnya. Dan demi Rasulullah melihatnya, beliau berseru dengan gembira:

"Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya!

Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya"

Dan ketika itu juga turunlah ayat:

Dan di antara manusia ada yang sedia menebus dirinya demi mengharapkan keridlaan Allah, dan Allah Maha penyantun terhadap hamba-hambanya! (Q.S.2 Al-Baqarah:207)

Memang, Shuhaib telah menebus dirinya yang beriman itu dengan segala harta kekayaan, ia mengumpulkan harts kekayaan itu dengan menghabiskan masa mudanya, yah seluruh usia mudanya ..., dan sedikit pun ia tidak merasa dirinya rugi! Apa artinya harta, emas, perak dan seluruh dunia ini, asal imannya tidak terganggu, hati nuraninya berkuasa dan kemauannya menjadi raja!

Ia amat disayangi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasalam. Dan di samping keshalihan dan ketaqwaannya, Shuhaib adalah seorang periang dan jenaka. Pada suatu hari Rasulullah melihat Shuhaib sedang makan kurma dan salah satu matanya bengkak. Tanya Rasulullah kepadanya sambil tertawa:

"Kenapa kamu makan kurma sedang sebelah matamu bengkak?"

"Apa salahnya?" ujar Shuhaib; '…saya memakannya dengan mata yang sebelah lagi....?"

Shuhaib adalah pula seorang pemurah dan dermawan. Tunjangan yang diperolehnya dari Baitul mal dibelanjakan semuanya di jalan Allah, yakni untuk membantu orang yang kemalangan dan menolong fakir miskin dalam kesengsaraan, memenuhi firman Allah Ta'ala:

" dan diberikannya makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang tawanan " (Q·S. Al-Insan:8)

Sampai-sampai kemurahannya yang amat sangat itu mengundang peringatan dari Umar, katanya kepada Shuhaib:

"Saya lihat kamu banyak sekali mendermakan makanan hingga melewati batas...!"

Jawab Shuhaib: "Sebab saya pernah mendengar Rasulullah bersabda:

Sebaik-baik kalian ialah yang suka memberi makanan"

Dan setelah diketahui kehidupan Shuhaib berlimpah ruah dengan keutamaan dan kebesaran, maka dipilihnya oleh Umar bin Khatthab untuk menjadi imam bagi Kaum Muslimin dalam shalat mereka, merupakan suatu keistimewaan dan kecemerlangan ....

Tatkala Amirul Mu'minin diserang orang sewaktu melakukan shalat shubuh bersama Kaum Muslimin ... , maka disampaikannyalah pesan dan kata-kata akhirnya kepada para shahabat, katanya:

"Hendaklah Shuhaib menjadi imam Kaum Muslimin dalam shalat.. .!"

Ketika itu Umar telah memilih enam orang shahabat yang diberi tugas untuk mengurus pemilihan khalifah baru. Dan khalifah Kaum Musliminlah yang biasanya menjadi imam dalam shalat-shalat mereka. Maka siapakah yang akan bertindak sebagai imam dalam saat-saat vakum antara wafatnya Amirul Mu'minin dan terpilihnya khalifah baru itu?

Tentulah Umar, apalagi dalam saat-saat seperti itu, ya'ni ketika ruhnya yang suci hendak berangkat menghadap Allah, akan berfikir seribu kali sebelum menjatuhkan pilihannva. Maka kalau ia telah memutuskan pilihannya, tentulah tak ada orang yang lebih beruntung dan memenuhi syarat dari orang yang dipilihnya itu.

Dan Umar telah memilih Shuhaib ....

Dipilihnya untuk menjadi imam untuk Kaum Muslimin menunggu munculnya khalifah baru yang akan melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Dan ketika ia memilihnya, bukan tidak tahu bahwa lidah Shuhaib adalah lidah asing. Maka peristiwa ini merupakan kesempurnaan karunia Allah terhadap hamba-Nya yang shalih, Shuhaib bin Sinan